BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Saksi ahli Muhammad Fadli dari Perwakilan Badan Pengawas Pembangunan dan Keuangan (BPKP) Kalsel secara tegas menyatakan kalau penggaduhan sapi yang dilaksanakan Dinas Perikanan dan Peternakan Hulu Sungai Selatan ada yang tidak sesuai dengan regulasi. Akibatnya terdapat unsur kerugian negara yang dilakukan terdakwa Mulyadi sebesar Rp313,5 juta.
Selain itu, kata saksi ahli, pada sidang lanjutan perkara terdakwa Mulyadi yang terlibat penjualan sapi-sapi gaduhan oleh kelompok ternak di daerah tersebut, pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Senin (4/12/2023), terdapat kelompok peternak yang fiktif menerima sapi gaduhan.
Dibagian lain, saksi mengatakan apabila`ada pengembalian kerugian negara, tetapi perhitungan telah dilakukan oleh pihak BPKP, maka pengembalian kerugian tersebut tidak dapt diperhitungkan mengurangi kerugian dimaksud.
Sementara terdakwa Mulyadi, dihadapan majelis hakim yang dipimpin hakim Suwandi, diagenda pemeriksaan terdakwa mengakui perbuatannya.
Terdakwa punya alasan kenapa uang yang disebut sebagai kerugian negara tidak dikembalikan ke kas daerah, disebabkan dua orang yang membeli sapinya pertama sudah meninggal dunia dan yang kedua lari entah kemana, sehingga terdakwa yang menanggungnya.
“Kenapa tidak ditagih ke ahli warisnya, tanya hakim Suwandi.
Terdakwa menjawab kalau sipembeli tersebut tidak punya ahli waris. Sementara bukti penjualan sapi sapi tersebut tidak dimiliki oleh terdakwa, karena berdagang berdasarkan kepercayaan saja.
Terdakwa Mulyadi adalah seorang pengusaha yang terlibat penjualan sapi sapi gaduhan dengan dana dari Pemerintah Kab. Hulu Sungai Selatan.
Pasalnya, terdakwa dalam penjualan sapi sapi gaduhan tersebut tidak dapat menyetorkan ke kas daerah sebesar Rp313.500.000,- jumlah ini rupakan unsur kerugian negara.
Menurut dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mahdan Kahfi dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Selatan, seharusnya sapi yang dibeli dari penggaduh uang yang harus disetorkan setiap ekornya 35 persen dikembalikan ke kas daerah, tetapi Mulyadi selaku pengusaha justru uang pengembalian tersebut tidak disetor ke kas daerah.
Sementara 65 persennya menjadi milik pengaduh.
Dihadapan majelis hakim yang dipimpin hakim Suwandi, lebih jauh JPU menyebutkan bahwa pengadaan ternak sapi untuk kelompok tani tersebut dianggarkan mulai tahun 2011 sampai 2016 untuk 22 kelompok tani yang penyelurannya dilakukan oleh Dinas Perikanan dan Peternakan Kab. Hulu Sungai Selatan dengan anggaran mencapai Rp3 Milyar
Perkara ini sendiri juga menyeret salah satu ASN di dinas tersebut terpidana Ahmad Romansyah yang diganjar selama enam tahun penjara, pada tahun 2022 lalu,
Selain itu Romansyah juga didenda Rp300 juta subsiidair tiga bulan penjara. Sedangkan uang pengganti yang harus dibayar Rp953 juta bila tidak dapat membayar maka kurungan bertambah selama tiga tahun.
JPU terhadap terdakwa Mulyadi mematok pasal pasal 2 jo pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHPidana, pada dakwaan primair.
Serta pasal 3 jo pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (hid/KPO-3)