Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Gaya Komunikasi Pemuda dari Masa ke Masa

×

Gaya Komunikasi Pemuda dari Masa ke Masa

Sebarkan artikel ini

“Gaya komunikasi yang mendorong rasa partisipatif tampaknya lebih cocok untuk pemuda masa kini dibanding menggurui atau memberikannya tugas lalu kemudian ditinggal. Dengan demikian guru-guru disekolah ada baiknya mulai mengkaji ulang metode komunikasi kepada pemuda.”

BERBICARA tentang kaum muda nyatanya lebih dari sekadar kesenangan dan permainan. Diperlukan sebuah perencanaan yang cermat dan stratejik dengan tujuan agar dapat memberikan dampak pada kehidupan kaum muda. Jika dilihat dari definisi pemuda berdasarkan perundang-undangan, maka seluruh warga negara Indonesia yang berusia 16 sampai 30 tahun yang memiliki potensi, tanggung jawab, hak, karakter, kapasitas, aktualisasi diri dan cita-cita masa depan berhak mendapat pelayanan yang efektif bagi kaumnya.

Baca Koran

Indonesia memang telah memiliki Kementerian Pemuda dan Olahraga, namun kiprahnya lebih banyak berbicara tentang eksistensi olah raga dibanding olah potensi pemuda itu sendiri.

Dari masa ke masa eksistensi pemuda sangat menentukan. Mereka bagaikan hadir dalam figur yang sama walau dengan latar sejarah berbeda. Terbukti sosok idealis bernama pemuda ini pun mampu menoreh sejarah panjang sejak tahun 1908, lalu ke tahun 1928, 1945, 1966 bahkan hingga tahun 2024 mendatang pun suara pemuda yang mencapai lebih dari 50% pemilih potensial menjadi rebutan dan sangat menentukan nasib bangsa Indonesia.

Dari masa kemasa eksistensi pemuda terlacak jelas dalam jejak rekam yang tidak diragukan lagi. Meski dalam kekolotan suku dan budaya di masa 1928, pemuda terbukti mampu menyatukan negeri dalam satu kesatuan bangsa, bahasa dan tanah air.

Selalu saja ada jalan bagi pemuda untuk melahirkan gebrakan. Pemuda selalu berhasil mencairkan kebekuan sikap otoritarian, kekejaman bahkan mampu meruntuhkan kediktatoran yang pernah terjadi dalam sejarah bangsa Indonesia.

Baca Juga :  MANUSIA TERBAIK

Oleh karena itu, adalah salah besar jika kini ada yang menganggap pemuda masa kini itu lemah pemikiran, maunya santai dan mager (malas gerak). Saya masih berprasangka baik, meski terlihat easy going, percayalah semangat kepemudaan bangsa Indonesia tidak dan belum pernah pudar Mengapa ? Karena selain jumlah mereka hampir mendekati 50% populasi Indonesia, jumlah organisai kepemudaan di
Indonesia pun masih menjamur dengan potensi bakat dan minat yang sangat memadai dan berani diadu dikancah internasional.

Persoalannya, apakah mereka menyadari kekuatan potensi dirinya? Apakah pemerintah juga serius menggarap kekuatan raksasa produktif ini ? Adanya arus materialisme dan penjajahan teknologi, pemuda seolah terjebak dan justru berpotensi mematikan denyut nadi persaudaraan dan menajamkan paham individualistik. Akibatnya kekerasan di kalangan remaja meningkat, menurunnya kesantunan pada guru dan orang tua, menurunnya rasa tanggung jawab dan etos kerja, tidak jujur pada diri sendiri dan yang lebih fatal, pemuda pun terlena dalam pesona perilaku merusak diri seperti narkoba, dan seks bebas, yang pada akhirnya semakin mengaburkan pedoman moral.

Belum lagi besarnya kuantitas pemuda nyatanya tidak seimbang dengan jumlah sekolah lanjutan serta lapangan pekerjaan. Maka tidak
ada jalan lain selain membangunkan kembali pemuda kita agar segera melek, bangkit dan bergerak agar tidak terlanjr lemah urat dan
lemah syahwat dibalik tubuh yang terlihat kuat.

Dari mana kita memulainya? Mari kita lihat komunitas pemuda terdekat disekitar kita. Ada karang taruna, remaja masjid, pramuka dan OSIS. Ajak mereka bicara dan bakar semangatnya. Jika perlu, para blogger dan influencer saatnya diajak untuk mulai mengembalikan semangat pemuda masa agar mulai bicara lantang untuk menjadi agen perubahan bukan hanya agen rebahan. Meski akan menghadapi tantangan salah satunya mungkin ditertawakan atau mungkin dituduh sebagai pahlawan kesiangan, namun demi peradaban dan keberlangsungan negeri, urusan kepemudaan ini sudah masuk dalam tahap darurat dan tidak boleh ditunda.

Baca Juga :  NOBEL

Pembinaan yang diperlukan pemuda, ternyata bukanlah yang berkarakter menggurui namun segala bentuk kegiatan yang bertujuan membantu
mereka menemukan jalan yang benar. Komunikasi yang paling efektif bagi pemuda zaman now bukanlah kamu harus lakukan ini atau harus kemana, namun memberikannya kepercayaan bahwa mereka bisa, memintanya menulis dengan tangan bukan dengan gadget, roleplay andai aku menjadi serta membuat mereka hidup dan merasa sangat dipentingkan.

Fenomena Fomo atau Fear of Missing Out, adalah sebuah rasa takut merasa tertinggal, tidak update karena tidak mengikuti aktivitas kerumunan, menjadi sinyal yang kuat jika ingin memenangkan hati pemuda. Oleh karena itu jargon-jargon yang membakar ego hendaknya mulai digalakkan sebagai media komunikasi efektif. Misalnya, yang gak tahu cara buang sampah ala Jepang itu kudet (kurang update).

Kalimat ini bermakna bahwa kalau mau diakui sebagai warga global seperti orang Jepang, maka bertindaklah dimulai dengan belajar
kelola sampah seperti di Jepang.

Gaya komunikasi yang mendorong rasa partisipatif tampaknya lebih cocok untuk pemuda masa kini dibanding menggurui atau memberikannya tugas lalu kemudian ditinggal. Dengan demikian guru-guru disekolah ada baiknya mulai mengkaji ulang metode komunikasi kepada pemuda. Reformasi cara belajar dan mengajarnya bukan terbatas pada kurikulum merdeka, namun lebih dalam lagi, meminta mereka menjadi guru tamu untuk mengeksplorasi bagaimana mereka ingin eksis di kelas sebaik mereka eksis di channel Youtube ataupun tiktok. Insyaa Allah.

Iklan
Iklan