BANJARMASIN, Kalimantanpost.com -Menjelang pergantian tahun 2023 ke 2024, Minggu (31/12) malam digelar sebuah dialog refleksi akhir tahun, mengkritisi seputar masalah yang masih dihadapi Kota Banjarmasin.
Dialog yang digelar di Palidangan Sukhrowardi Jl Sungai Jingah Kelurahan Surgi Mufti Banjarmasin menghadirkan anggota DPRD, tokoh budaya, tokoh mahasiswa, aktivis Himpunan Mahasiswa Islam, organisasi masyarakat/profesi, jurnalis hingga warga Sei Jingah Banjarmasin.
Sukhrowardi, mengingatkan refleksi akhir tahun sebagai catatan khusus agar bisa dijadikan koreksi dan perbaikan.
“Atau setidaknya sebagai pengalaman yang berharga dalam memasuki tahun yang baru,” ungkap politikus Golkar ini.
Menurutnya, tantangan Banjarmasin yang masih dihadapi pada 2024 mendatang, yakni berkutat soal isu lingkungan, berupa banjir, kebakaran, dan pengelolaan sampah.
“Bahwa Banjarmasin masih dibayangi kejadian banjir saat musim hujan tiba dan seringnya kejadian kebakaran,” kata dia membuka diskusi.
Jika menilik data BPBD Banjarmasin, terdapat 41 kelurahan di lima kecamatan, rawan banjir rob. Data BPBD itu mengacu pada catatan 2021-2022.
Rinciannya, 6 kelurahan di Banjarmasin Selatan, masing-masing 8 kelurahan di Banjarmasin Utara dan Banjarmasin Timur, serta masing-masing 9 kelurahan di Kecamatan Banjarmasin Tengah dan Barat.
Untuk kebakaran, khususnya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) saat musim kemarau, hingga September 2023, BPBD mencatat 2,26 hektar lahan terbakar. Kawasan yang rawan terjadi di Banjarmasin Selatan dan Utara.
Sementara itu, menurut Sukhro, untuk masalah banjir di Banjarmasin belum sepenuhnya dicari solusinya. Karena prioritas pemerintah kota menurutnya masih terfokus menghiasi Kota Seribu Sungai.
Budayawan YS Agus Suseno juga angkat bicara dengan menyoroti seputar pengembangan dan pembangunan yang ada di Kota Banjarmasin.
Disela-seIa acara, Agus tampil sambil membaca puisi, diantaranya “Kota Seribu Sungai”,.”Fir’aun” dan puisi berbahasa Banjar “Hidup Jangan Mahawa-hawa, Syukuri Nang Ada.”
“Kota seribu sungai kota tua, hampir lima abad umurnya. Bersolek setiap hari mematut-matut diri. Kota seribu sungai ingin selalu tampak muda, gedung dan bangunan tua tak ada,” ujar Agus dalam puisinya.
Lewat puisi ini ia mengeritik pembangunan kota yang lebih berorientasi fisik ketimbang perbaikan nasib warga kotanya.
Rasyid Ridho yang turut hadir juga menyebut beberapa pembangunan fisik Kota Banjarmasin yang mengabaikan skala prioritas. Mantan jurnalis Smart FM yang kini menggeluti usaha pemasaran digital ini menyayangkan kebijakan yang banyak menelan anggaran tetapi tidak menyentuh keperluan warga kota.
“Saya heran anggaran pemasangan lampu hias yang ada air mancurnya di Jembatan Pasar Lama itu bisa mencapai biaya sebelas miliaran rupiah. Jika duit sebesar itu digunakan untuk perbaikan ekonomi warga mungkin akan lebih berguna,” ujar Rasyid Ridho.
Sementara itu, aktivis HMI, M Ridhan mengatakan saat mengikuti acara ini dirinya merasa takut dan segan menyampaikan pendapat.
“Sebab, para kanda dan senior sudah menyuarakan kekritisan tentang pembangunan Kota Banjarmasin tidak berbasis kebutuhan dan keadilan,” ucapnya.
Ketua Organda Banjarmasin, Askolani mengatakan merasa merasa miris dan dengan nasib sopir angkut di kota ini.
“Kami berharap adanya perhatian dari berbagai pihak tentang nasib sopir angkot di Banjarmasin,” ucapnya
Untuk mencairkan suasana diskusi cukup ‘hangat’, tamu undangan dihibur dengan penampilan Hariadi yang membawakan lagu-lagu Banjar.
Supaya reflexi akhir tahun mendapat berkah sebelum dan sesudah acara ditutup dengan doa oleh Jani dan Amir. (Nau/KPO-1)