Oleh : Raisya Nursyahbani, ST
PNS Kabupaten Kotabaru
Demokrasi, dalam sejarahnya, sering dianggap sebagai bentuk pemerintahan yang diidamkan dan diakui sebagai landasan masyarakat yang adil dan inklusif. Demokrasi sering dianggap sebagai lambang keadilan dan kesetaraan, membawa konsep bahwa setiap suara memiliki bobot yang sama dalam pengambilan keputusan. Namun, saat melihat dengan lebih cermat, demokrasi juga dapat menjadi bencana sosial dalam beberapa aspek. Benarkah demokrasi modern akan benar-benar memberikan manfaat yang diharapkan?
Manipulasi Opini Publik
Salah satu tantangan besar dalam sistem demokrasi modern adalah manipulasi opini publik. Teknologi modern dan media sosial telah membuka pintu bagi penyebaran informasi palsu, propaganda, dan polarisasi opini. Banyak situasi di mana pemilih terpengaruh oleh narasi yang disajikan secara selektif, mengarah pada keputusan politik yang mungkin tidak mencerminkan kepentingan yang sebenarnya.
Manipulasi opini politik juga dapat memperdalam perpecahan dan polarisasi dalam masyarakat. Pilihan politik yang ekstrem dapat menciptakan ketidaksetujuan dan konflik yang merugikan keharmonisan sosial. Pihak yang terlibat dalam manipulasi seringkali mencoba memperkuat perbedaan pendapat dan menciptakan ketidaksetujuan di antara kelompok-kelompok yang berbeda.
Selain itu, manipulasi opini politik dapat mengaburkan fakta dan menggeser perdebatan publik dari isu-isu substansial menjadi retorika emosional. Ini dapat menghambat perkembangan pemikiran kritis dan diskusi yang sehat di antara masyarakat.
Kesetaraan dan Prinsip Demokrasi
Meskipun demokrasi bertujuan untuk keadilan sosial, kenyataannya seringkali berbeda. Prinsip dasar demokrasi adalah kesetaraan, di mana setiap individu memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Sebelumnya diberitakan, KPU memastikan, ODGJ bisa menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2024. Namun, ODGJ perlu pengawasan dari tenaga kesehatan atau ahli yang menjadi pengampunya (rri.co.id). Ini menciptakan sebuah area di mana suara seorang profesor yang dihormati dianggap setara dengan (maaf) suara seorang ODGJ.
Hal ini tentunya memunculkan sebuah pertanyaan terkait peran pendidikan dan pengalaman dalam memberikan bobot pada suara seseorang. Apakah suara seorang yang telah mengabdikan hidupnya untuk pendidikan memiliki nilai yang setara dengan suara seseorang yang mungkin kurang informasi atau bahkan mengalami gangguan mental? Apakah prinsip ini akan menciptakan keputusan yang adil dan bijaksana? Inilah aspek yang memicu perdebatan antara prinsip kesetaraan dan pertimbangan kualifikasi.
Selain hal tersebut, keputusan dalam demokrasi juga seringkali melibatkan penilaian subjektif. Tidak semua warga memiliki tingkat pendidikan politik yang sama. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap isu-isu kompleks dapat membahayakan kualitas keputusan yang dihasilkan oleh proses demokratis. Bagaimana dapat memastikan bahwa suara yang mungkin dianggap “berbeda” atau “tidak konvensional” memiliki kesempatan yang adil dalam pengambilan keputusan? Bagaimana mengelola risiko penyalahgunaan kebijaksanaan mayoritas?
Dalam beberapa kasus, sistem demokrasi juga dapat digunakan sebagai alat untuk mengeksploitasi minoritas. Kepentingan mayoritas sering kali mendominasi, sementara hak dan perlindungan minoritas sering kali diabaikan. Hal ini bisa menciptakan ketidakadilan sistemik dan memicu konflik dalam masyarakat.
Instabilitas Politik
Demokrasi yang tidak stabil dapat menyebabkan ketidakpastian politik. Pergantian pemerintahan yang terlalu sering atau adanya ketidaksepakatan politik yang mendalam dapat menciptakan lingkungan yang tidak kondusif untuk pembangunan dan kemajuan. Situasi ini dapat menjadi bencana dalam jangka panjang.
Meskipun demokrasi memiliki potensi besar untuk memajukan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan kebebasan, tidak ada sistem politik yang sempurna. Dalam konklusi, pertanyaan mengenai kesetaraan suara dalam demokrasi menantang untuk merenung tentang nilai-nilai inti sistem ini dan bagaimana dapat terus memperbarui dan menyempurnakan prosesnya agar dapat mencapai keadilan yang sejati dalam upaya menjadikan demokrasi sebagai instrumen yang lebih efektif dalam mencapai tujuan sosial.