Oleh : HAFIZHATURRAHMAH
Fairul Zabadi, peneliti di Pusat Riset Bahasa, Sastra, dan Komunitas Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan, peningkatan jumlah kosakata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) telah mengalami lonjakan. Dari 1970 hingga 2000, terjadi penambahan sekitar 5.000 kosakata, sementara dari 2000 hingga 2018, jumlah kosakata dalam KBBI edisi kelima telah melampaui 200 ribu.
Pengembangan jumlah kosakata dalam kamus dianggap sebagai indikator kemajuan suatu bahasa, terutama dalam era digitalisasi dan penggunaan media sosial. Namun, penting untuk diingat bahwa lonjakan jumlah kosakata, meskipun merupakan hal positif, bukanlah solusi utama dari permasalahan Bahasa Indonesia yang sebenarnya terletak pada penggunaan yang belum optimal.
Contohnya, banyaknya kata asing yang digunakan dalam percakapan sehari-hari, seperti penggunaan kata “siniar” sebagai padanan dari “podcast”. Kurangnya penggunaan padanan bahasa Indonesia ini juga terlihat dalam kata-kata seperti “lantatur” untuk menggantikan “drive-thru”, serta penggunaan kata asing seperti “flashdisk” dan “lotion” yang bisa digantikan dengan padanan bahasa Indonesia yang lebih tepat.
Tingkat kemahiran berbahasa asing yang lebih tinggi dibandingkan berbahasa Indonesia juga menjadi perhatian, terutama di kalangan anak muda dan publik figur. Sekolah pun terkadang lebih menonjolkan pengajaran bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia.
Hal ini menjadi masalah serius karena penggunaan bahasa asing yang berlebihan dapat mengancam kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Perilaku-perilaku seperti ini juga terlihat dalam lingkungan akademis, dimana pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing di Australian National University semakin menurun, akibat dominasi bahasa Inggris.
Meskipun sudah ada upaya revitalisasi bahasa daerah, seperti yang dilakukan oleh Kemendikbudristek dengan meresmikan revitalisasi 71 bahasa daerah di Indonesia, serta upaya penguatan sastra berbasis kebudayaan di tingkat lokal, namun perlu adanya perhatian lebih dari calon pemimpin untuk memastikan pemakaian bahasa Indonesia yang optimal dan berkelanjutan.
Pemimpin yang berkualitas adalah mereka yang mampu mengelola khazanah Indonesia yang ada dengan baik, termasuk dalam hal pengembangan dan pemeliharaan bahasa dan sastra Indonesia. Oleh karena itu, mari memanfaatkan sumber daya yang ada secara efektif untuk memajukan bahasa dan sastra Indonesia ke depan.