Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Manusia “FM Stereo”

×

Manusia “FM Stereo”

Sebarkan artikel ini

Tetap yakin dan optimis bahwa didepan sana, masih banyak harapan kebaikan, dimulai dari diri kita sendiri. Seperti halnya Maha Patih Gajah Mada berkata pada ibunya “untuk membela negara, saya harus kuat dulu”. Artinya kita harus merubah diri sendiri menjadi pribadi yang besar untuk bisa memberikan kontribusi terbaik kepada keluarga, negara, bangsa dan agama.

JANGAN bayangkan “FM Stereo” ini sebuah sistem transmisi radio yang ditemukan Edwin Howard Amstrong pada tahun 1936 dengan sebutan Frequency Modulation atau modulasi Frekuensi. Penulis meminjam istilah FM stereo sebagai singkatan parodi yang menggambarkan karakter manusia hipokrit yang terlihat fanatik didepan namun munafik dibelakang.

Baca Koran

Dewasa ini sifat fanatik munafik (FM) ini bagai tumbuh sebagai kenormalan baru dan menjadi penyakit sosial yang akut di masyarakat. Kebohongan, pengkhianatan, ingkar janji, kepura-puraan serta legalisasi aksi tipu daya menjadi pemandangan umum dalam kehidupan sehari-hari. Jelas-jelas bersalah dilakukan tanpa beban psikologis, selama tidak terbongkar, mereka bebas tertawa dan berbangga sampai batas waktu tertentu, ketika aib terbuka maka public pun terpana, tidak menyangka ada topeng dibalik kefanatikannya.

Dari mana asal usul kata munafik itu ? berasal dari kata Yunani “hypokrites” yang berarti aktor atau pemain panggung. Kata Yunani ini memiliki makna yang lebih luas untuk merujuk pada setiap orang yang mengenakan topeng kiasan dan berpura-pura menjadi seseorang atau sesuatu yang bukan dirinya. Dalam perkembangannya, pengertian hypokrites kemudian masuk dalam bahasa Perancis dan Bahasa Inggris dan hadir dalam teks agama abad ke 13 untuk merujuk tingkah polah seseorang yang berpura-pura baik secara moral atau terlihat relijius untuk membius pesona dan simpati orang-orang yang dihadapinya.

Al Qur’an dalam Surah Al Baqarah ayat 8-20 menjelaskan kondisi psikologis orang-orang munafik itu. Antara lain sebagai orang yang sifat kepribadian internalnya bertentangan dengan apa yang mereka ungkapkan, bahkan berbeda dengan apa yang mereka yakini. Salah satu contoh seperti ini sering kita saksikan, seorang pejabat, aktivis penggiat anti narkoba, nyatanya adalah bagian dari pelaku atau pelindung pelaku peredaran obat terlarang bahkan mungkin memfasilitasi distribusinya.

Baca Juga :  BUMI YANG LUKA, DIRI YANG LELAH

Selain itu, Al Qur’an juga menggambarkan pribadi seseorang yang cara berpikirnya kacau dengan orientasi senantiasa berupaya menipu orang lain, termasuk Tuhan serta tidak sadar pada hakekatnya mereka menipu diri sendiri. Orang seperti ini bisa jadi politikus korup, yang menghamba suara rakyat dengan badan membungkuk, namun setelah terpilih berdiri tegak dengan dagu pongah bahkan tidak mau tahu keluhan rakyat pemberi suara kemenangannya. Allah SWT berfirman: “Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari.” (QS. Al-Baqarah: 9).

Dikalangan perempuan, sering ada istilah SMS – senang melihat orang susah, susah melihat orang senang. Mereka ini disebutkan dalam Surah Al Baqarah: 10 sebagai orang berpenyakit hati sebagaimana yang ditegaskan Allah SWT “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu.”

Contoh lain, manusia FM stereo adalah orang yang pandai beropini soal kemasalahatan bumi dan lingkungan, memberikan dana CSR untuk isu-isu lingkungan, padahal sesungguhnya mereka sedang menutupi kerakusan atas kerusakan alam yang mereka eksploitasi sendiri. Allah SWT berfirman: “Dan apabila dikatakan kepada mereka, “janganlah berbuat kerusakan di bumi!” Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.” (QS. Al-Baqarah: 11).

Karakter orang yang senang menganggap remeh orang lain, menyebut orang lain salah dan bodoh bagai maling berteriak maling. Mereka adalah orang-orang yang buta “mata dan hatinya”, tuli pendengaran dan bisu mulutnya karena panca inderanya tertutup pandangan yang serba material, hedonis dan kepentingan duniawi semata.

Dengan semakin merebaknya orang-orang seperti ini berseliweran diruang publik, mau dibawa kemana negeri berpenduduk mayoritas muslim ini? Bagai orang yang berjalan ditengah petir yang menggelegar, mereka tetap berjalan dan terus berhati-hati menjalankan aksi kemunafikannya. Mereka terus menantang tanpa malu dan sangat vulgar tidak gentar atas ancaman tersengat petir bahkan kematian dan ancaman akhiratpun tidak juga diindahkan.

Baca Juga :  PALSU

Mengutip kata-kata bijak dari ulama Sufi, Jalaluddin Rumi “kemarin saya pintar, jadi saya ingin mengubah dunia. Hari ini saya bijaksana, jadi saya mengubah diri saya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa kita tidak perlu skeptis dengan kondisi kegilaan zaman ini. Tetap yakin dan optimis bahwa didepan sana, masih banyak harapan kebaikan, dimulai dari diri kita sendiri. Seperti halnya Maha Patih Gajah Mada berkata pada ibunya “untuk membela negara, saya harus kuat dulu”. Artinya kita harus merubah diri sendiri menjadi pribadi yang besar untuk bisa memberikan kontribusi terbaik kepada keluarga, negara, bangsa dan agama.

Sederhana cara memulainya. Memperbaiki manajemen waktu diri, misalnya. Agar berjanji tidak khianat, upayakan menghargai waktu tidak terlambat dalam pertemuan, menghargai akad dalam perjanjian. Agar bicara tidak menjadi dusta, catat apa yang ingin dilakukan, sesuaikan dengan kemampuan dan jangan berjanji atas sesuatu yang tidak sanggup ditepati. Jujurlah walau pahit dan direndahkan karena kita hadir apa adanya. Selanjutnya agar terhindar dari sikap jika diberi amanah dia berkhianat, mulailah mengukur diri dan kemampuan. Jangan terima jabatan atau amanah yang kita tidak ahli dibidangnya, karena kejahatan ditangan ahli akan menjadi besar dan hebat. Sebaliknya kebaikan akan hancur ditangan orang pandir atau bodoh.

Tulisan ini adalah petuah untuk penulis dipenghujung bulan suci Ramadan, semoga Allah lindungi kita dari keangkuhan dan kemunafikan. Selamat menjelang hari kemenangan, Minal Aidin Wal Faidzin – Mohon maaf lahir dan bathin.

Iklan
Iklan