Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Menggugat Hasil Pemilihan Presiden

×

Menggugat Hasil Pemilihan Presiden

Sebarkan artikel ini

Oleh : Ade Hermawan
Pemerhati Pemilu

Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) mengumumkan hasil Pilpres 2024 pada Rabu tanggal 20 Maret 2024. Hasil Pilpres 2024 tersebut ditetapkan berdasarkan berita acara KPU Nomor 218/PL.01.08-BA/05/2024. Berdasarkan hasil rekapitulasi KPU, pasangan calon (paslon) presiden-wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dinyatakan sebagai pemenang Pilpres 2024. Prabowo-Gibran menang dengan perolehan suara 96.214.691 (58,59 %) dari total keseluruhan suara sah nasional sebanyak 164.227.475. Berdasarkan hasil rekapitulasi nasional, pasangan Prabowo-Gibran unggul di 36 provinsi. Paslon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar memperoleh 40.971.906 suara (24,9 %), dan paslon Ganjar Pranowo-Mahfud MD memperoleh 27.040.878 suara (16,47 %).

Baca Koran

KPU RI menetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden (paslon capres cawapres) nomor urut dua yaitu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang pemilihan presiden tahun 2024. Berdasarkan Pasal 416 Ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyebutkan bahwa Syarat menang Pilpres satu putaran adalah ketika ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara Pemilu dengan 20 persen suara di setiap provinsi. Dan paslon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memenuhi persyaratan tersebut.

Penetapan pemenang pemilihan presiden oleh KPU RI tersebut faktanya menimbulkan reaksi dari para pihak yang berkepentingan atau yang merasa terkait dengan hasil pemilihan presiden tersebut. Dalam tulisan ini penulis akan memaparkan mengenai gugatan terhadap hasil pemilihan presiden-wakil presiden berupa berbagai reaksi yang ditunjukkan oleh para pihak terkait penetapan paslon Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang pemilihan presiden-wakil presiden pada pemilu tahun 2024, yaitu paslon capres cawapres, Mahkamah Konstitusi, Perludem, dan Relawan pendukung paslon capres cawapres.

Gugatan Paslon

Paslon capres cawapres 01 dan 03 belum bisa menerima kekalahan atas Paslon capres cawapres 02 dan merekapun mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Materi gugatan paslon capres cawapres 01 dan 03 adalah : pertama, bahwa Presiden Joko Widodo mengintervensi perubahan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) Pemilu Presiden (Pilpres) 2024. Kedua, bahwa Presiden Joko Widodo mengintervensi perubahan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) Pemilu Presiden (Pilpres) 2024, ketiga Adanya korelasi bantuan sosial (bansos) dengan perolehan suara salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Keempat, sejumlah menteri terlibat dalam upaya memenangkan Prabowo-Gibran. Kelima, Komisi Pemilihan Umum (KPU) berpihak terhadap calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka.

Putusan MK

Dalam gelar persidangan sengketa pilpres Mahkamah Konstitusi menerima dan memeriksa bukti-bukti kecurangan yang disampaikan oleh tim kuasa hukum Paslon capres cawapres 01 dan 03. Kemudian dalam persidangan mendengarkan tuntutan yang disampaikan oleh kuasa hukum pemohon atau paslon 01 dan 03, kemudian mengintrogasi saksi-saksi termasuk di dalamnya saksi ahli yang dihadirkan oleh pemohon dan termohon serta mendengarkan pembelaan dari kuasa hukum paslon 02 sebagai pihak terkait. Dan akhirnya berdasarkan hasil proses persidangan tersebut, Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak seluruh permohonan yang diajukan capres-cawapres nomor urut 01, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, serta capres-cawapres nomor urut 03, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, yang diajukan dalam sidang putusan sengketa hasil Pemilihan Presiden 2024. Mahkamah Konstitusi menyatakan permohonan pemohon “tidak beralasan menurut hukum seluruhnya”. Berikut ini adalah rincian keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut : Pertama, Mahkamah Konstitusi menyatakan tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa Presiden Joko Widodo mengintervensi perubahan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) Pemilu Presiden (Pilpres) 2024. Kedua, Mahkamah Konstitusi menyatakan Presiden Jokowi tidak melakukan nepotisme karena menyetujui dan mendukung putranya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Ketiga, Adanya korelasi bantuan sosial (bansos) dengan perolehan suara salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden “tidak terbukti” sehingga tidak beralasan menurut hukum. Keempat, Mahkamah Konstitusi menolak dalil sejumlah menteri terlibat dalam upaya memenangkan Prabowo-Gibran. Kelima, Mahkamah Konstitusi menyatakan tidak ada bukti Komisi Pemilihan Umum (KPU) berpihak terhadap calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, lantaran memproses pencalonan putra Presiden Joko Widodo itu walau tak segera mengubah syarat usia capres-cawapres pasca-Putusan Mahkamah Konstitusi  Nomor 90/PUU-XXI/2023. Secara substansi, menurut Mahkamah, perubahan syarat yang diberlakukan KPU telah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Perubahan syarat ini pun diberlakukan kepada seluruh pasangan capres-cawapres. Keenam, Mahkamah Konstitusi menyatakan Dalil-dalil permohonan yang diajukan soal ketidaknetralan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan DKPP tidak terbukti.

Baca Juga :  PERUBAHAN DUNIA

Demonstrasi Pendukung

Menjelang sidang putusan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, pendukung ketiga paslon capres-cawapres menggelar demonstrasi di sekitar Patung Arjuna Wijaya, beberapa ratus meter dari Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta Pusat.

Massa pendukung paslon capres-cawapres 01 dan 03 membawa sejumlah atribut seperti spanduk dan berorasi menyerukan pembatalan hasil penghitungan suara Pilpres 2024. Dan ketika Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menolak gugatan paslon capres-cawapres 01 dan 03 mereka merasa kecewa atas putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Harapan mereka agar Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka ternyata tidak terwujud.

Kritik Perludem

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai putusan Mahkamah Konstitusi “seolah-olah menoleransi pelanggaran serius soal politisasi bansos dengan alasan tidak cukup bukti, dan tidak ada bukti yang mendalam”. Menurut Perludem Politisasi bansos tergambarkan dari tiga hakim yang menyuarakan dissenting opinion atau berbeda pendapat yang di antaranya menyatakan politisasi bansos berpengaruh terhadap perolehan suara. Menurut Perludem Mahkamah Konstitusi tidak punya pakem juga sebetulnya pelanggaran pemilu yang berdampak pada perolehan hasil yang bisa dikabulkan itu semestinya seperti apa dalam putusan ini. Perludem menganggap Mahkamah Konstitusi telah mengabaikan soal pelanggaran asas saat KPU menentapkan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres di tengah aturan yang belum diubah mengenai batas usia. Perludem memandang Mahkamah Konstitusi masih pragmatis dalam membuat keputusan. Dalam permohonan terkait dengan netralitas presiden, politisasi bansos dan keterlibatan pejabat negara dalam proses elektroal, Mahkamah Konstitusi selalu bersandar pada aturan main yang berlaku. Tidak ada kesempatan untuk menggali bukti itu. Menurut Perludem, proses penyelesaian perselisihan hasil pilpres ini merefleksikan kondisi hukum baru. Misalnya, membanjirnya amicus curiae (sahabat pengadilan) yang menandakan pemilu menjadi kepedulian dan perhatian banyak bikan hanya ketika pemungutan suara.

Baca Juga :  Sungai, Dakwah dan Ibadah

Berdasarkan uraian yang penulis kemukakan dia atas, kita memaklumi bahwa menggugat hasil pemilihan Presiden dan Wakil Presiden adalah upaya hukum yang syah untuk dilakukan oleh para pihak terkait yang menduga telah terjadinya kecurangan dalam pelaksanaan pemilihan presiden dan calon presiden asalkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seperti hal nya gugatan yang dilakukan oleh Paslon capres-cawapres 01 dan 03 kepada Mahkamah Konstitusi. Dan manakala Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa gugatan mereka ditolak, maka seyogyanya mereka dapat menerimanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut dengan legawa. Kita yakin bahwa para hakim Mahkamah Konstitusi telah memutus gugatan hasil pemilihan presiden ini dengan sangat bijaksana. Penulis kira banyak sekali pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar bagi mereka untuk akhirnya memutuskan menolak gugatan Paslon capres-cawapres 01 dan 03. Begitu pula kepada para demonstran pendukung Paslon capres-cawapres 01 dan 03 hendaknya lebih bersikap bijaksana berdasarkan akal sehat. Tidak bertindak sebaliknya tidak menerima apa yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi dengan terus melakukan demonstrasi seraya berorasi menolak putusan Mahkamah Konstitusi apalagi dibarengi dengan ucapan mencaci, menghina, menghujat, bahkan memfitnah para pejabat negara apalagi sampai merusak fasilitas umum. Dan kepada lembaga penyelenggara pemilu dan Mahkamah Konstitusi dapat mendengar dan memperhatikan semua kritik dan masukan yang disampaikan oleh akademisi, lembaga swadaya masyarakat dan komponen masyarakat lainnya manakala kritik dan saran tersebut bersifat konstruktif guna memperbaiki pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden Republik Indonesia pada masa-masa yang akan datang. Damai Indonesiaku.

Iklan
Iklan