Penulis:
- Dr. Didi Susanto, M.I.Kom., M.Pd (Dosen Magister Administrasi Pendidkan UNISKA MAB Banjarmasin)
- Rico, S.Pd., M.I.Kom (Dosen Ilmu Komunikasi UNISKA MAB Banjarmasin)
- Dr. Muzahid Akbar Hayat, M.Si (Dosen Magister Ilmu Komunikasi UNISKA MAB Banjarmasin)
Konflik identitas sering kali merupakan akibat dari penyebaran informasi palsu atau hoax. Di era digital ini, penyebaran hoax semakin mudah dan cepat. Oleh karena itu, peran masyarakat sangat penting dalam melawan hoax untuk mencegah konflik identitas. Ini adalah apa yang harus dilakukan di Desa Semangat Dalam. Sebagai bagian dari masyarakat, kita semua memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memastikan bahwa informasi yang kita sebarkan adalah benar dan akurat. Dr. Rizal Sukma, seorang ahli komunikasi dan media, mengatakan bahwa “Dalam era digital ini, setiap individu adalah seorang jurnalis. Oleh karena itu, kita harus bertindak sebagai jurnalis yang bertanggung jawab.”
Sekarang ini, banyak orang yang dengan mudah mempercayai dan menyebarkan informasi tanpa mengecek kebenarannya terlebih dahulu. Hal ini tentu berbahaya karena dapat memicu konflik dan ketidakharmonisan dalam masyarakat, termasuk konflik identitas. Konflik identitas sendiri dapat merusak hubungan antar individu atau kelompok dalam masyarakat. Oleh karena itu, sangat penting untuk mencegah konflik ini dengan cara mencegah penyebaran hoax.

Masyarakat Desa Semangat Dalam, sebagai contoh, dapat mengambil tindakan proaktif dalam melawan hoax. Salah satu caranya adalah dengan melakukan literasi digital. Masyarakat harus diajarkan cara memeriksa kebenaran informasi yang mereka terima sebelum menyebarkannya. Selain itu, mereka juga harus diajarkan untuk tidak mudah percaya dengan informasi yang belum tentu benar. Selain itu, peran pemerintah dan lembaga pendidikan juga sangat penting dalam mengatasi masalah ini. Pemerintah harus membuat regulasi yang jelas tentang penyebaran hoax, dan lembaga pendidikan harus menyisipkan materi tentang literasi digital dalam kurikulumnya.
Dengan begitu, masyarakat akan lebih sadar dan bertanggung jawab dalam menyebarkan informasi. Sehingga, konflik identitas yang disebabkan oleh penyebaran hoax dapat dicegah. Mengaktifkan peran masyarakat dalam melawan hoax bukanlah tugas yang mudah. Namun, jika semua pihak bekerja sama dan berkontribusi, saya yakin kita dapat mencegah penyebaran hoax dan konflik identitas yang dapat ditimbulkannya. Mari kita jadikan Desa Semangat Dalam sebagai contoh, bahwa masyarakat yang sadar dan bertanggung jawab dalam menyebarkan informasi dapat mencegah konflik dan menciptakan harmoni dalam masyarakat.
Ahli filsafat yang relevan dengan opini tersebut adalah Immanuel Kant, seorang filsuf dari Jerman yang terkenal dengan etika deontologisnya. Dalam etika deontologis, tindakan dianggap baik atau buruk berdasarkan tindakan itu sendiri, bukan berdasarkan hasil atau akibatnya. Kant menekankan pentingnya bertindak berdasarkan “kewajiban moral” dan “hukum universal”. Pronsip Kant yang mengatakan bahwa setiap individu harus bertindak berdasarkan kewajiban moral dan hukum universal, dapat diaplikasikan dalam konteks penyebaran informasi di era digital. Setiap individu memiliki kewajiban moral untuk menyebarkan informasi yang benar dan akurat, serta memiliki tanggung jawab untuk tidak menyebarkan informasi palsu atau hoax.

Selain itu, prinsip “hukum universal” Kant juga relevan. Jika setiap individu bertindak berdasarkan prinsip ini, yaitu bertindak dengan cara yang ingin mereka jadikan sebagai norma atau hukum yang berlaku untuk semua orang, maka penyebaran hoax akan berkurang. Jika setiap individu tidak ingin menerima informasi palsu, maka mereka juga seharusnya tidak menyebarkan informasi palsu. Jadi, filsafat Kant memberi kita panduan moral tentang bagaimana kita seharusnya bertindak dalam konteks penyebaran informasi di era digital. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, masyarakat dapat berperan aktif dalam melawan hoax dan mencegah konflik identitas.
Pemikiran kritis sangat penting dalam konteks ini. Dalam menghadapi informasi, kita perlu mempertanyakan keaslian dan keakuratan informasi tersebut sebelum mempercayainya atau menyebarkannya. Ini melibatkan proses evaluasi yang cermat, termasuk memeriksa sumber informasi, membandingkan dengan sumber lain, dan mencari bukti tambahan jika perlu. Sebagai seorang akademisi, kita dapat berkontribusi dalam berbagai cara.
Pertama, kita dapat melakukan penelitian tentang fenomena penyebaran hoax dan konflik identitas yang diakibatkannya. Hasil penelitian dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang masalah ini dan bagaimana cara terbaik untuk mengatasinya. Kedua, kita dapat berperan dalam pendidikan literasi digital dan literasi media. Sebagai akademisi, kita memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dapat digunakan untuk mengajar masyarakat cara membedakan antara informasi yang benar dan hoax. Ini bisa melibatkan memberikan seminar atau workshop, mengembangkan materi pendidikan, atau berkolaborasi dengan sekolah dan organisasi lainnya untuk memasukkan literasi digital dan media ke dalam kurikulum. Ketiga, kita dapat menggunakan platform kita untuk mempengaruhi kebijakan. Akademisi sering memiliki akses ke pembuat kebijakan dan media, dan dapat menggunakan pengaruh ini untuk mendorong kebijakan yang mendukung pencegahan penyebaran hoax dan konflik identitas.
Terakhir, kita dapat menjadi contoh dalam berperilaku bertanggung jawab dalam penyebaran informasi. Dengan selalu memverifikasi informasi sebelum membagikannya dan menolak untuk menyebarkan informasi yang tidak dapat diverifikasi, kita dapat menunjukkan kepada orang lain bagaimana cara berperilaku secara etis dalam era digital ini.
Secara keseluruhan, peran kita sebagai akademisi sangat penting dalam mencegah penyebaran hoax dan konflik identitas yang diakibatkannya. Dengan melakukan penelitian, pendidikan, advokasi kebijakan, dan perilaku etis, kita dapat membantu membentuk masyarakat yang lebih bertanggung jawab dan sadar akan informasi.
Hoax dan penyebaran informasi palsu menjadi tantangan besar di era digital ini, yang tidak hanya merusak kepercayaan publik terhadap media tetapi juga berpotensi menimbulkan konflik identitas dalam masyarakat. Namun, dengan partisipasi aktif masyarakat, pemahaman yang mendalam tentang literasi digital, dan dukungan kebijakan dari pemerintah, penyebaran hoax bisa diminimalisir.
Saran:
- Pemerintah dan lembaga terkait harus lebih proaktif dalam memberikan edukasi tentang literasi digital dan dampak negatif penyebaran hoax.
- Masyarakat perlu lebih kritis dalam menerima informasi, selalu memastikan kebenaran berita sebelum membagikannya.
- Para akademisi dan peneliti perlu melakukan lebih banyak penelitian tentang fenomena ini dan mencari solusi yang efektif untuk mengatasinya.
- Lembaga pendidikan harus menyisipkan materi tentang literasi digital dalam kurikulumnya, sehingga generasi muda dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan di era digital.
- Media juga memiliki peran penting dalam memastikan keakuratan berita yang mereka sebarkan dan memberantas penyebaran berita palsu.
Dengan melibatkan semua pihak, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih bertanggung jawab dan sadar akan pentingnya informasi yang akurat dan terverifikasi.
“Untuk membangun masyarakat yang tangguh dalam era digital, setiap individu harus menjadi benteng pertama dalam melawan hoax dan mencegah konflik identitas dengan bertindak sebagai konsumen informasi yang cerdas dan bertanggung jawab.”