BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Beberapa tanggapan menarik muncul dari tokoh-tokoh Banua diskusi terbatas yang mengambil tema Membumikan Gagasan Soekarno di Bumi Kalimantan Selatan di helat di Copy Tradisi Km 5 Banjarmasin, Sabtu (8/6/2024) malam.
Seperti diungkapkan mantan Sekda Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) H Haris Makkie, membicarakan sosok Bung Karno tak habis-habisnya, karena beliau merupakan sosok melegenda dan melekat secara emosional di hati rakyat Indonesia baik di atas 60 maupun du bawahnya.
“Beliau merupakan proklamator dan itu tidak bisa dihilangkan,” papar Haris.
Kedua, lanjut dia, sosok Bung Karno merupakan pendiri Partai Nasional Indonesia (PNI) yang pada akhirnya menjadi PDI Indonesia
“Jadi, kalau PDI-P mengadopsi atau mengambil pikiran-pikiran itu didalam visi misi dan program itu wajar-wajar saja,” ucapnya.
Tapi ketika ada partai atau kelompok masyarakat yang mengatakan Bung Karno itu bukan milik PDIP, keluarga Soekarno dalam konteks yang luas, tapi milik bangsa Indonesia, itu juga tak salah.
“Pertanyaannya sekarang, sudah kita mengaca dalam diri kita pemikiran Trisakti Bung Karno itu ada dalam dirinya kita atau kelompok-kelompok yang menyatakan Bung Karno itu diri kita,” ujarnya.
Secara emosional dan historis masyarakat tidak bisa menghindari punya hubungan emosional sebagai Praklomator. ‘Ketika kita mensetarakan atau menjadikan Trisakti itu berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkarya budaya,” tandasnya.
Haris juga mengungkapkan,
pemerintah secara formal sudah mengarah ke Trisaksi. Hanya pertanyaannya sudah bisa menyentuh tidak pada subtansi pada pemikiran itu.
“Bicara politik apakah kita berdaulat dalam politik. Meskipun ada Kementrian dalam negeri yang mengatur soal di dalam negeri, dibawahnya ada Dirjen Kembangpol yang mengatur secara organisasi. Tetapi melihat pada kenyataan yang berkembang, tentu ada persoalan-persoalan yang menjadi pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut,” ujarnya.
Kemudian berbicara berdikari di dalam ekonomi, ada Kementerian Koperasi, kementerian pariwisata ekonomi kreatif. Semua itu dalam konteks mengembangkan ekonomi kerakyatan,” tandasnya.
Lalu, persoalan-persoalan tentang pertambangan dan sebagai, lanjut dia, apakah usaha-usaha seperti itu ada tidak memberikan motivasi pada sektor-sektor UMKM.
“Ini sebetulnya yang harus menjadi persoalan sebuah kolaborasi antara UMKM dan usaha besar, sehingga orang tidak hanya berpikir keuntungan pribadi dan kelompok-kelompok usahanya tapi juga berpikir UMKM,” ucapnya.
Ada tidak jalan dan tidak saling mengisi dan memberikan keuntungan.
Ini perlu dbenahi reguluasi atau aturan. Kalau ada aturan kenapa tidak banyak berpihak UMKM yang saat ini dalam kondisi ‘Senin akemis’. Padahal sektor UMKM ini sektor eknomi yang menopang koperasi.
“Dari segi berkepribadian dalam kebudayaan, saya kira dinas pendidikan telah mengembangkannya. Sekarang kebanyakan orang melihatnya dari segi pada seni tapi tidak menyangkut hal-hal subtansi, sehingga kedepan hanya berpikir kesenian tari dan sebagainya, tak berpikiran sektor yang berasal budaya kita tidak dikembangkan. amisalnya pendidikan budi pekerti, bagaimana anak-anak kita terhadap guru dan orangtuanya itu sudah menipis. Itu soal budaya,” ucapnya.
Apa yang sudah dilakukan pemerintah Kalsel pada saat dirinys masih aktif di Pemprov, semua itu sudah dilakukan. Artinya pikiran-pikiran Bung Karno tercermin dalam program dan kegiatan yang dilaksanakan.
Ditambahkan dia, dalam melaksanakan Trisakti, baik secara nasional maupun daerah, tentu ada persoalan yang dihadapi untuk mengembangkan itu. Persoalan klasiknya yaitu persolan anggaran, sumber daya manusia, kedisiplinan dan sebagainya.
“Soal pelaksanaannya itu tentu bersumber dari asal usul perekrutan orang, termasuk di dunia politik. Bagaimana proses perekrutan kadaer di partai,” tegasnya.
Menurut Haris, kalau itu tidak dipahami dan tidak menjadi prioritas utama, tak bisa berharap banyak soal politik, ekonomi dan budaya. “Itu terus akan menjadi persoalan-persoalan,” ucapnya.
Sementara itu, mantan Perwakilan Ombusmen Kalsel, Nurchalis Majid mengatakan Kalsel sangat dekat dengan Bung Karno, karena pernah datang ke Kota Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara pada 27 Januari 1953.
“Ada pidato Soekarno yang sangat luar biasa di Amuntai saat itu, yang menjawab perdebatan soal apakah pilihan kita negara skuler atau negara agama. Di Amuntai dijawab beliau dengan tuntas,” ucapnya.
Mestinya, lanjut dia, kedatangan Soekarno ke Amuntai itu diperingati. Karena isi percakapan itu sampai ke Aceh tentang perbincangan negara Islam itu sangat kuat sekali di Aceh.
“Sayangnya kita lupa dengan peristiwa itu dan hampir jarang dirayakan,” ucapnya.
Kedua, kata Majid, partai Prabowo (Gerindra) mengambil pemikiran Soekarno, karena ada nasionalisme, agamis. Di dalam Soekarno disebut Islamisme, nasionalisne, tapi kurang satu marxisme. Taruhlah Marxisme itu sosialisme.
“Kalau tiga itu dipadukan maka melahirkan Pancasila. Karena yang dihadapi saat itu adalah imperialisme dalam saat ini adalah kapitalisme. cara melawannya adalah koperasi,” tegasnya.
Menurut Majid, kalau melawannya pertambangan itu namanya imperialisme atau kapitalisme.
“Kalau seandainya apa yang dipikirkan Soekarno dan Hatta diturunkan lebih jauh. Semestinya kooperasi itu dimulai dari BUMN. Jika PLN itu koperasi, semuanya kita pelanggan PLN itu anggota koperasi. Keuntungan PLN adalah keuntungan masyarakat yang bergaji yang menganggur,” tegasnya.
Sayangnya, lanjut dia, pikiran-pikiran untuk melawan imperialisme itu yaitu koperasi itu tidak sempat diturunkan lebih jauh lagi. Ketika pemerintahan berganti, koperasi itu seperti renda dibaju kita. Hanya renda saja, bajunya tidak koperasi tapi baju nya kapitalisme, imperialisme.
“Kalau tebak-tebak pokok pikiran-pikiran Soekarno itu akan menolak penambangan yang terjadi di Kalsel ini,” tegas Majid.
Begitu juga osurrcinng juga ditolak Soekaro, karena jauh sekali nilai-nilai yang disampaikannya dalam pemikirannya.
Menurut Majid, tokoh Soekarno sangat fenomenal dan belakangan tidak ketemu lagi Presiden yang setiap hari melemparkan gagasan-gagasan berdikari. Orang tidak melepari, gotong royong dilemparkannya.
Sementara itu, Ketua Umum PITI (Persatuan Imam Tauhid Islam Indonesia yang juga pengusaha, Winardi Sethiono mengatakan bagaimana Trisakti itu hanya sekedar omong-omong hight komen dan low action.
“Kita sebagai masyarakat yang paling penting itu. Jangan lupa di indonesia kekuatan rakyat itu segala-galanya bukan kekuatan pejabat, kekuatan oligarki,” tegasnya.
Diskusi yang digelar dalam rangka memperingati hari lahirnya Pancasila dihadiri diantaranya anggota DPR RI Syamsul Bahri, mantan Perwakilan Ombusmen Nurchalis Majid, mantan Wakil Bupati Hulu Sungai Tengah dan Ketua Walhi Indonesia Bery Furqon, mantan Sekda Kalsel H Haris Makkie, Ketua Umum PITI (Persatuan Imam Tauhid Islam Indonesia Winardi Sethiono, dosen muda FISIP ULM Yana dan lain-lain, perwakilan Muda, serta LSM di Kota ini. (ful/KPO-3)