BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Terdakwa Taufiq Rahman mantan karyawan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Candi Agung Telaga Silaba Amuntai Selatan divonis penjara selama 5 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, pada sidang lanjutan, Selasa (4/5/22024).
Majelis hakim yang dipimpin hakim Suwandi tersebut, juga mempidana denda kepada terdakwa Rp250 juta subsider selama empat bulan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp. 779.925.700. Bila tidak dapat membayar, kurungan bertambah selama dua tahun dan enam bulan.
Majelis hakim sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sumantri Aji Surya dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara, kalau terdakwa bersalah melanggar pasal 2 Jo Pasal 18 Ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nornor: 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 KUHP.
Jika dibandingkan dengan tuntutan JPU, vonis majelis sedikit lebih rendah, terdakwa dituntut penjara selama 7 tahun dikurangi masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa, dan pidana denda sebesar Rp. 250.000.000,00 dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan. Selain itu JPU Sumantri Aji Surya, menetapkan terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp. 779.925.700 jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, harus dijatuhi dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan.
Atas putusan tersebut terdakwa bisa menerimanya, sementara pihak JPU masih menyatakan pikir-pikir.
Seperti diketahui, terdakwa duduk dikursi terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin. Terdakwa dituduh oleh Jaksa Penuntut Umum telah menilep uang nasabah BPR tersebut sehingga menelan kerugian mencapai Rp779 juta lebih.
Modus operandi terdakwa dalam menilep uang nasabah tersebut menurut JPU dalam dakwaannya dihadapan majelis hakim, sebagai karyawan yang bertugas mencari nasabah untuk himpun dana dengan cara jemput bola.
Untuk melakukan aksinya yang mengakibat kerugian yang cukup besar tersebut terdakwa dalam menghimpun dana nasabah dengan sistem jemput bola ke rumah rumah nasabah.` Uang nasabah yang akan disetor ke BPR, bukannya disetor, tetapi ada sebagian yang di tilep . Lebih fatal lagi terdakwa tidak segan segan memalsukan tanda tangan nasabah demgan menguras tabungan nasabah. Setiap setoran yang diterima terdakwa di tanda tangani sendiri bukan oleh pihak bank.
Kasus ini terbongkar ketika salah satu nasabah akan mengambil uang sebesar Rp40 juta sementara menurut buku tabungannya adanya dana Rp79 juta, ternyata oleh pihak bank dana nasabah yang bernama Nurhasanah cuma Rp20.000.
Kemudian pihak BPR membentuk tim untuk menyelidik kasus ini dan akhirnya terbongkar modus operandi terdakwa hingga sampai ke pengadilan.
Dari dakwan tersebut adanya 22 nasabah yang menjadi korban, sebanyak 20 orang punya tabungan dan dua orang menanam deposito. (hid/KPO-3)