Dipaksa dan Diminta Tinggalkan Taman Bermain Karena Lepas Kaus Kaki
Setelah membayar tiket masuk 75.000 rupiah dan membeli kaos kaki yang disediakan pihak pengelola Taman Bermain sebesar 20.000 rupiah, tidak ada kejadian yang aneh dan berlangsung seperti biasa
BANJARMASIN, KP – Seorang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) berinisial E mendapatkan perlakukan diskriminatif dari salah satu tempat bermain atau Play Ground (PG) di Kota Banjarmasin.
Kejadian ini terjadi di tempat bermain di Kawasan Kayu Tangi Banjarmasin beberapa waktu lalu.Kasus ini pun ramai di media sosial melalui akun ngee_mayxxxx dan mendapatkan 43 likes dan 14 komentar dari netizen.
Dihubungi melalui telepon, Ibunda berinisial AS mengatakan kejadiannya terjadi pada hari Sabtu tanggal 6 Juli 2024 kemarin.
Dirinya bersama pengasuh, E dan adiknya N mendatangi tempat bermain atau Play Ground yang baru saja buka di kawasan Kayu Tangi seperti biasa dilakukannya pada akhir pekan.
Setelah membayar tiket masuk 75.000 rupiah dan membeli kaos kaki yang disediakan pihak pengelola Taman Bermain sebesar 20.000 rupiah, tidak ada kejadian yang aneh dan berlangsung seperti biasa.
Namun, sekitar 30 menit, dirinya diberitahu penjaga taman bermain untuk segera pergi dengan alasan anaknya N yang masih berusia 5 tahun 6 bulan telah melepaskan kaos kaki.
Selain itu, penjaga mengatakan tidak enak karena terus dipantau oleh owner melalui kamera pengawas atau CCTV.
Dirinya sempat menjelaskan kepada owner taman bermain melalui telepon bahwa anaknya E merupakan anak yang berkebutuhan khusus yang memiliki persoalan dengan sensoriknya.
Selain itu, dijelaskannya melepas kaos kaki masih diperbolehkan bermain di tempat bermain yang lain bahkan di Mal pun juga tidak ada menegur.
Apalagi biasanya mereka mengerti dengan kondisi anak berkebutuhan khusus.Tambahnya anaknya tidak nakal, tidak menyakiti anak lain serta tidak merusak barang.
Namun, jawaban dari owner taman bermain justru membuatnya kesal dengan menyebut gak bisa, kondisikan anak ibu di lain waktu.
Atas jawaban dan meminta dirinya pergi, membuatnya cukup shock karena tempat yang seharusnya menyenangkan justru anaknya mendapatkan perlakuan berbeda dan diskriminasi.
“Jelas saya merasa kesal banget, punya anak yang berkebutuhan khusus, yang seharusnya mendapatkan support dari lingkungan, justru diusir secara halus dari taman bermain, padahal anaknya sudah merasa nyaman bermain di tempat itu” kata AS.
Sementara, Kepala UPT (Unit Pelaksana Terknis) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Banjarmasin, Susan mengatakan siap menfasilitasi kasus ini jika ibu dari anak yang berkebutuhan khusus melaporkan kasusnya.
Prosedurnya selanjutnya adalah melakukan verifikasi dan mediasi antara ibu dari anak berkebutuhan khusus dengan pemilik atau pengelola taman bermain.
Walaupun tidak terlalu banyak, namun unit UPT PPA Kota Banjarmasin sering menangani kasus yang serupa.
Menurutnya kasus yang baru pertama kali terjadi di tahun 2024 akibat kesalahan komunikasi atau miskomunikasi.
Dari kasus yang pernah ditangani, biasanya terjadi akibat ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus tidak memberitahukan anaknya memiliki kebutuhan khusus kepada petugas, sementara pengelola atau Owner taman bermain tidak ingin melanggar ketentuan atau di cap lalai dalam menerapkan SOP (Standard Operation Procedure) taman bermain.
“Ini tugas kita dalam melakukan mediasi agar tidak mencari pihak yang salah tapi semua pihak dapat menerima, prinsipnya edukasi kepada ibu untuk memberitahukan kondisi anak kepada pihak taman bermain dan pihak taman bermain untuk mematuhi SOP dengan baik, bisa meminta ibu dari anak memasang kaos kaki ditempat atau ditempat lain, jadi tidak perlu lagi terjadi ada pihak yang merasa diusir” sebut Susan.
“Kalau ibu dari anak berkebutuhan khusus ini merasa tersinggung dan malu karena merasa seolah-olah di usir, kita siap bantu tapi biasanya hanya sampai pada kesepakatan untuk sama-sama saling menjaga dan tidak ada pihak yang merasa diperlakukan tidak pantas” kata Susan. (mar/K-3)