Oleh : Najamuddin Khairur Rijal
Dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Muhammadiyah Malang
Indonesia baru saja merayakan hari ulang tahun kemerdekaannya yang ke-79. Momen ini seharusnya tidak hanya menjadi sekadar ajang perayaan tetapi juga menjadi refleksi mendalam bagi seluruh elemen bangsa. Mengingat usia bangsa yang semakin matang, tugas merawat dan mencintai Indonesia menjadi semakin urgen. Ini bukan sekadar retorika, tetapi sebuah tanggung jawab moral yang harus kita emban bersama, tanpa mengenal lelah, demi mewujudkan cita-cita luhur bangsa yang berdaulat, adil, dan makmur.
Indonesia adalah mozaik indah yang terbentuk dari keragaman suku, budaya, agama, dan bahasa. Keragaman ini, bagaimanapun, merupakan pedang bermata dua: menjadi kekuatan sekaligus tantangan. Di satu sisi, keragaman menjadikan Indonesia kaya akan tradisi dan nilai-nilai luhur yang membentuk jati diri bangsa. Namun, di sisi lain, tanpa manajemen yang baik, keragaman ini dapat menjadi sumber konflik yang memicu intoleransi dan disintegrasi sosial.
Sayangnya, selama beberapa tahun terakhir, kita justru menyaksikan peningkatan polarisasi dan intoleransi di tengah masyarakat. Hoaks dan ujaran kebencian merajalela di media sosial, meretakkan persatuan yang seharusnya menjadi fondasi kekuatan bangsa. Padahal, mencintai Indonesia seharusnya berarti menghargai keragaman ini, menolak segala bentuk diskriminasi, dan memperjuangkan inklusivitas.
Kita tidak boleh lelah merawat dan mencintai Indonesia, karena tantangan yang kita hadapi semakin kompleks di era globalisasi dan revolusi teknologi informasi. Tantangan internal seperti korupsi, ketimpangan sosial, dan penegakan hukum yang lemah terus menghantui stabilitas nasional. Tantangan eksternal juga tidak kalah serius, mulai dari eskalasi konflik internasional, dinamika geopolitik, hingga perubahan iklim yang berdampak global.
Untuk menghadapi semua ini, kesadaran kolektif untuk merawat dan mencintai Indonesia harus menjadi prioritas. Merawat dan mencintai Indonesia berarti menjaga keutuhan bangsa dan negara, serta berkontribusi aktif dalam menyelesaikan berbagai persoalan kebangsaan. Ini bukan hanya tentang nasionalisme sempit, tetapi juga tentang menanamkan keyakinan bahwa Indonesia adalah tumpah darah yang harus dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang dalam kondisi yang lebih baik.
Saat ini, kita berada di tengah realitas politik yang penuh intrik dan manipulasi, di mana pertarungan kepentingan elite politik sering kali mengabaikan kepentingan rakyat. Kondisi ini memunculkan pesimisme dan apatisme di kalangan masyarakat, yang jika dibiarkan, akan melemahkan semangat kebangsaan kita. Sikap pesimis dan apatis yang muncul di tengah realitas politik saat ini harus kita lawan dengan optimisme dan aksi nyata.
Oleh karena itu, optimisme harus dipupuk, dan pemerintah harus didorong untuk lebih transparan serta melibatkan masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan. Partisipasi publik yang lebih luas akan memastikan kebijakan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan aspirasi seluruh rakyat Indonesia. Ini adalah bentuk konkret dari cinta kita kepada Indonesia, dengan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil tidak hanya menguntungkan segelintir orang, tetapi juga merepresentasikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Masyarakat Indonesia juga perlu kembali kepada nilai-nilai Pancasila dan gotong royong yang selama ini mungkin semakin tergerus oleh individualisme dan pragmatisme. Gotong royong, sebagai salah satu nilai luhur bangsa, harus diterjemahkan ke dalam kerja sama yang lebih luas, baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, masyarakat sipil, dan media massa sangat penting untuk menghadapi berbagai tantangan yang ada. Sebab, masa depan Indonesia adalah tanggung jawab setiap anak bangsa.
Namun demikian, solusi yang ditawarkan tidak boleh normatif semata. Perlu ada langkah-langkah konkret yang dapat diimplementasikan secara langsung untuk memperbaiki situasi. Pertama, penegakan hukum harus menjadi prioritas tanpa pandang bulu. Korupsi, yang selama ini menjadi akar dari banyak masalah, harus diberantas sampai ke akar-akarnya. Kedua, kesenjangan sosial perlu diatasi dengan kebijakan redistribusi yang adil, yang dapat menjamin akses yang sama terhadap pendidikan, kesehatan, dan kesempatan ekonomi bagi seluruh rakyat.
Ketiga, pemerintah harus fokus pada pengembangan sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi, terutama melalui reformasi pendidikan yang inklusif dan merata. Pendidikan adalah kunci untuk memutus lingkaran kemiskinan dan ketimpangan yang masih membelenggu banyak daerah di Indonesia.
Terakhir, dalam menghadapi tantangan eksternal, diplomasi Indonesia harus lebih proaktif dalam memperjuangkan kepentingan nasional di arena global. Ini termasuk upaya untuk membangun aliansi strategis dengan negara-negara lain yang dapat mendukung kepentingan Indonesia di bidang ekonomi, keamanan, lingkungan, dan lainnya.
Menuju Indonesia Emas 2045, kita harus terus menggelorakan semangat cinta tanah air yang tidak pernah padam. Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera adalah tujuan yang bisa dicapai jika kita semua bersatu, bekerja keras, dan tidak pernah lelah merawat serta mencintai negeri ini.
Merawat dan mencintai Indonesia adalah komitmen yang harus diwujudkan melalui tindakan nyata, bukan sekadar slogan. Mari kita jadikan momen ini sebagai refleksi untuk memperkuat tekad dalam membangun Indonesia yang lebih adil, makmur, dan sejahtera bagi seluruh rakyatnya. Sebab, masa depan bangsa ini ada di tangan kita semua.