Oleh : AHMAD BARJIE B
Dewan Masjid Indonesia (DMI) Pusat melalui Surat Edaran Nomor 043/A/III/SE/PP-DMI/VIII/2024 yang ditandatangani oleh Ketua Umumnya Dr H Muhammad Yusuf Kalla dan Sekretaris Jenderal Dr Rahmat Hidayat SE MT, meminta agar seluruh masjid di Indonesia Jumat lalu (2 Agustus) menyelenggarakan shalat ghaib untuk mendoakan Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dan para syuhada Palestina lainnya.
Penulis yang hari itu kebetulan menjadi khatib di Masjid An-Noor Kompleks Bumi Mas juga memimpin shalat ghaib tersebut. Kita harapkan masjid-masjid mengetahui dan merespon himbauan DMI tersebut. Imbauan shalat ghaib juga disertai permohonan agar seluruh kaum muslimin mendoakan rakyat Palestina. Agar mereka segera memperoleh kemerdekaannya, dan kawasan Timur Tengah yang terus memanas bisa berganti dengan perdamaian dan ketenangan. Tidak sebatas hari Jumat lalu, tapi juga di hari-hari lain. Setahu kita ada juga sejumlah masjid sejak lama membaca doa Qunut Nazilah unntuk mendoakan Palestina.
Ada atau tidak ada Surat Edaran di atas sudah menjadi kewajiban untuk mendoakan sesama kaum muslimin. Terlebih untuk bangsa Palestina yang saat ini sangat menderita, karena sejak 1949 mereka hidup di bawah pendudukan Israel, dan penderitaan itu makin memuncak dalam setahun terakhir. Sudah lebih 40 ribu rakyat sipil yang tewas, jutaan orang kehilangan tempat tinggal dan hidup di pengungsian dalam kondisi yang sangat mengenaskan. Bahkan tinggal di pengungsian pun masih saja diserang oleh Israel. Di saat jutaan orang mendoakan dan menangisi tewasnya Ismail Haniyeh cs, PM Israel Benjamin Netanyahu dan kelompok elitnya tampak tertawa-tawa. Seolah-olah mereka sudah menang.
Kewajiban kita selain mendoakan tentu juga memberikan bantuan kemanusiaan, dan bagi pemerintah yang memiliki logsitik, petugas dan aparat hendaknya membantu lebih kongkrit lagi. Namun sayangnya, di saat negara-negara sekutu Israel tanpa ragu membantu Israel dengan tentara dan menggerakkan mesin perangnya, negara-negara muslim justru ragu dan takut mengirim kekuatannya. Sejauh ini baru Hizbullah Lebanon, Houti Yaman dan Iran yang berani terang-terangan membela Palestina secara militer. Yang lainnya masih seperti kura-kura. Padahal seandainya negara-negara Arab dan OKI kompak menggunakan kekuatannya, pastilah Israel dapat dikalahkan. Pejuang Hamas yang kecil saja sudah banyak mengorbankan mesin perang dan tentara Israel, sehingga Israel lebih memilih sasaran masyarakat sipil.
Bagi orang yang yakin, Israel suatu saat pasti hancur dan Palestina akan menang, sebab Palestina berada di pihak yang benar. Memang untuk sementara ini kita tidak bisa berbicara tentang kalah dan menang. Di tengah kecanggihan persenjataan Israel yang dibantu sepenuhnya oleh AS dan sekutunya, banyak orang pesimis. Namun saat ini yang dinilai adalah di mana kita berpihak. Kalau kita memihak musuh, atau sekadar menonton, bahkan mendoakan pun enggan, maka sikap ini sudah mempengaruhi iman kita. Dalam banyak ayat Alquran dan hadits diterangkan bahwa umat Islam itu di mana saja bersaudara, ikut merasakan sakit bila saudaranya menderita.
Saat ini perjuangan bangsa Palestina mencapai klimaknya, Ismail Haniyeh sendiri kehilangan puluhan anggota keluarga, semuanya dibunuh Israel. Dapat dibayangkan betapa berat pengorbanan dan perjuangan yang harus mereka jalani. Apalagi tidak semua masyarakat dunia mendukungnya, sesama muslim sekalipun.
Jika kita amati komentar netizen di media sosial Indonesia, ternyata amat banyak yang pro-Israel dan menyalahkan Palestina. Mereka mengatakan, salah Hamas sediri, mengapa menyerang Israel pada 6 Oktober 2023 lalu, akibatnya Israel membela diri. Di sini nyata sekali mereka yang anti Palestina tidak tahu atau tidak mau tahu akan sejarah. Bahwa sesungguhnya Hamas adalah salah satu kelompok perlawanan untuk memerdekaan bangsa setelah hampir 75 tahun dijajah dan dicaplok Israel. Ada pula yang menyebut Hamas kelompok teroris. Ini jelas termakan kampanye Barat. Bagaimana mungkin pejuang yang ingin memerdekaan bangsanya disebut teroris. Bukankah para pejuang kita dulu juga dijuluki Belanda ekstremis, pengacau, pemberontak, penjahat dan sebagainya.
Walaupun Pembukaan UUD 1945 menyebut negara kita antipenjajahan, dan selama puluhan tahun bangsa kita resminya mendukung Palsetina, tetapi kita tidak dapat memaksa pendapat dan opini semua orang harus pro-Palestina. Hanya saja semua itu dikhawatirkan akan merusak iman. Iman itu diyakini dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan amal perbuatan. Tidak beriman seseorang sampai ia mencintai saudaranya seperti menyintai dirinya sendiri. Wallahu A’lam.