Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Space Iklan
Space Iklan
Space Iklan
Baca JugaBeranda

Dekan FU UIN Jakarta : Agama Bukan Pembelah, Namun Pemersatu

×

Dekan FU UIN Jakarta : Agama Bukan Pembelah, Namun Pemersatu

Sebarkan artikel ini
IMG 20240911 WA0005

Jakarta, Kalimantanpost.com – Puluhan tokoh akademisi dan cendekiawan dari Indonesia, Kanada, Jerman dan Iran berkumpul dalam kegiatan Kolokium Internasional yang berlangsung selama dua hari (10-11/9) di Syahida Inn, kawasan Ciputat, Tangerang Selatan. Kolokium Internasional yang bertajuk “Diplomacy of The Divine : Religion’s Role in Internasional Peace” yang diselenggarakan oleh Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Jakarta bekerja sama dengan University of Rostock dan Fuehrungsakademi der Bundeswehr Jerman tersebut bertujuan untuk mempertemukan para akademisi dan praktisi dari berbagai latar belakang untuk mengkaji bagaimana agama dapat menjadi penantang sekaligus penyumbang perdamaian dan kohesi sosial.

“Selama ini agama cenderung dianggap sebagai faktor pembelah dan bukan faktor pemersatu. Padahal agama dapat memberikan kontribusi positif untuk mengentaskan berbagai permasalahan perdamaian. Misal perang Gaza dan Ukraina, terlepas dari upaya penyelesaian politik dan ekonomi, menggunakan perspektif diplomasi berbasis Ketuhanan justru menyajikan banyak elemen positif yang menjadikan keagamaan dapat menjadi alternatif penyelesaian” jelas Prof. Ismatu Ropi,Ph.D kepada Kalimantan Post kemarin (10/9).

Iklan

Lebih lanjut dijelaskannya bahwa kegiatan Kolokium Internasional merupakan pertemuan akademis yang memberikan kesempatan kepada seluruh cendekiawan untuk menyampaikan ide, gagasan dan pemikirannya terkait solusi praktis mengelola keragaman agama, berbagai peluang dan risiko yang terkait dengan keragaman agama, terutama dengan fokus pada Indonesia dan Jerman, serta berupaya meningkatkan dialog antar agama dan saling pengertian. Oleh karenanya Fakultas Ushuluddin sebagai penggagas acara menghadirkan akademisi dari Universitas terkemuka dunia dengan pandangan lintas agama antara lain Prof. Volker Stümke Theologische Fakultät, Universität Rostock dan Benedikt Bussman Fakultät Politik, Strategie und GesellschaftswissenschaftenFührungsakademie der Bundeswehr Jerman, Hossein Mottaghi dari Al-Mustafa International University Iran bahkan tokoh Ahmadiah asal Kanada Syed Taha Anwar dari Canadian Muslim Ahmadi Community pun turut dihadirkan.

Baca Juga :  Sukamta Mantan Bupati Tanah Laut Tampil di Orasi Ilmiah Wisuda STIA Bina Banua Banjarmasin

Multikulturalisme adalah ideologi baru dalam politik pemerintahan yang bertujuan untuk mengelola masyarakat multikultural dan mengurangi konflik agama dan budaya. Di Indonesia, konsep ini memiliki akar budaya yang kuat dan tercermin dalam Pancasila. Meski demikian, Indonesia menghadapi tantangan terkait intoleransi agama dan ekstremisme, dengan konflik yang muncul di berbagai daerah, seperti Maluku, Poso, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan Barat, serta isu-isu yang terkait dengan ketegangan Sunni-Syiah dan radikalisme di daerah-daerah tertentu.

Demikian pula, Jerman, dengan sejarah yang kaya akan imigrasi dan kemajemukan agama, memiliki penduduk yang sebagian besar beragama Kristen, namun juga memiliki komunitas Muslim, Yahudi, Budha, Hindu dan Sikh yang cukup besar. Meskipun Jerman tidak pernah mengalami konflik antaragama yang signifikan, negara ini menghadapi tantangan dari gerakan sayap kanan dan nasionalis yang mengeksploitasi sentimen anti-pengungsi dan menargetkan kelompok minoritas, yang berkontribusi pada ketegangan sosial.

Salah satu kajian yang mengundang perhatian adalah paparan Qusthan A. H. Firdaus yang mengangkat topik “Mengapa Islam Tidak Mempermasalahkan Kejahatan ?” . Dalam pemaparan selama 15 menit, Dosen lulusan University of Melboune bidang Sejarah dan Filsafat ini menyampaikan bahwa Islam mengakui kejahatan berasal dari Tuhan dan dianggap sebagai cobaan. Dengan mengambil analogi kisah Nabi Khidir dan Musa, menurutnya Islam mengizinkan gagasan dialetheia yang menyatakan bahwa beberapa kontradiksi adalah benar.

“Pandangan Islam terhadap masalah kejahatan dan bagaimana hal itu terjadi dapat menjadi ciri khas ajaran Islam. Islam mengakui bahwa kejahatan berasal dari Tuhan dan dianggap sebagai cobaan dan ujian bagi umat Islam. Keberadaan kejahatan ini tidak meniadakan keberadaan Tuhan, tetapi justru harusnya memperkuat iman umat Islam akan keberadaannya” jelas Qusthan. (KP-Jkt)

Iklan
Space Iklan
Iklan
Ucapan