Oleh : Sean Filo Muhamad
Pemerhati Sosial Keagamaan
Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam (SAW) adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam di seluruh dunia. Setiap tahun, peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW diperingati dengan berbagai cara, mulai dari pengajian, ceramah, hingga kegiatan sosial.
Lebih dari sekadar seremoni, Maulid Nabi memiliki makna mendalam yang relevan bagi kehidupan umat manusia, khususnya dalam konteks persatuan dan perdamaian antarumat beragama.
Di tahun 1446 Hijriah yang bertepatan dengan 2024 ini, momen Maulid Nabi menjadi lebih signifikan, mengingat semakin mendesaknya kebutuhan untuk memperkuat toleransi dan persatuan di tengah kompleksitas sosial dan politik, salah satunya di Indonesia.
Nabi Muhammad SAW bukan sekadar pemimpin spiritual bagi umat Islam, tetapi juga sosok yang memiliki peran penting dalam membangun harmoni antarkelompok yang berbeda.
Salah satu pencapaian besar Nabi Muhammad SAW adalah kemampuannya dalam mempersatukan masyarakat yang pada saat itu terpecah belah oleh berbagai perbedaan, baik suku, kepercayaan, maupun pandangan politik.
Masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam dikenal sebagai masyarakat yang sangat terfragmentasi, di mana konflik antarsuku sering terjadi. Nabi Muhammad SAW berhasil menciptakan kesadaran kolektif di kalangan suku-suku tersebut, bahwa keberagaman bukanlah alasan untuk bermusuhan, melainkan kekuatan yang harus dipelihara bersama.
Salah satu contoh nyata dari upaya ini adalah Piagam Madinah, sebuah dokumen penting yang dirancang oleh Nabi Muhammad SAW untuk mengatur hubungan antarkomunitas di Madinah, termasuk kaum Muslimin, Yahudi, Nasrani, dan suku-suku lainnya yang menetap di wilayah tersebut.
Piagam ini adalah bukti nyata kemampuan Nabi Muhammad SAW dalam menciptakan konsensus di antara kelompok-kelompok yang berbeda. Dalam piagam tersebut, Nabi menetapkan prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan, dan kebebasan beragama.
Setiap kelompok diberi hak dan kewajiban yang sama, serta dijamin kebebasannya dalam menjalankan agama masing-masing. Ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW telah mencontohkan bagaimana membangun tatanan masyarakat yang pluralis dan harmonis.
Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, juga dikenal dengan keragaman suku, agama, dan budaya yang sangat kaya. Selain Islam, Indonesia adalah rumah bagi agama-agama lain, seperti Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Masyarakat Indonesia telah lama hidup berdampingan dengan perbedaan ini, dan toleransi antarumat beragama menjadi salah satu pilar utama dalam menjaga stabilitas sosial.
Dalam beberapa dekade terakhir, dinamika sosial politik di Indonesia memperlihatkan bahwa toleransi antarumat beragama seringkali diuji. Berbagai insiden intoleransi, kekerasan, dan diskriminasi berbasis agama telah menciptakan tantangan baru dalam menjaga kerukunan nasional. Di sinilah relevansi ajaran dan keteladanan Nabi Muhammad SAW menjadi sangat penting.
Momen Maulid Nabi kali ini menjadi waktu yang tepat untuk merenungkan kembali bagaimana ajaran Nabi Muhammad SAW tentang toleransi dan persatuan dapat diimplementasikan dalam konteks Indonesia saat ini, seperti bagaimana beliau berhasil mempersatukan umat yang berbeda-beda, bisa menjadi inspirasi bagi bangsa Indonesia dalam upaya menjaga persatuan di tengah perbedaan.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani, Nabi Muhammad SAW mengatakan “Barangsiapa menyakiti seorang zimmi (non-Muslim yang tidak memerangi umat Muslim), maka sesungguhnya dia telah menyakitiku. Dan barang siapa yang telah menyakitiku, maka sesungguhnya dia telah menyakiti Allah”.
Pernyataan tersebut menunjukkan betapa besar perhatian Nabi Muhammad SAW terhadap hak-hak seluruh umat beragama dalam masyarakat, serta menjadi penekanan pentingnya hidup damai dan menghormati orang lain, terlepas dari latar belakang agama mereka.
Nabi Muhammad juga dikenal sebagai sosok yang selalu mengedepankan dialog dalam menghadapi perbedaan. Dalam banyak kesempatan, Nabi tidak pernah memaksakan pandangannya kepada orang lain. Sebaliknya, beliau mengajak orang-orang untuk berpikir dan berdialog secara terbuka. Ini adalah cerminan dari ajaran Islam yang sesungguhnya, yaitu rahmatan lil alamin, yang berarti rahmat bagi seluruh alam.
Dalam rangka peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Menteri Agama (Menag) RI Yaqut Cholil Qoumas juga menekankan hal yang sama, seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, di mana perbedaan bukanlah halangan untuk hidup berdampingan, melainkan kekayaan yang harus dijaga dan dihormati.
Menurutnya, Rasulullah SAW adalah teladan sempurna dalam berbagai aspek kehidupan, baik sebagai hamba Allah, pemimpin umat, hingga sebagai negarawan yang membangun masyarakat Madinah dengan prinsip keadilan, toleransi, dan kasih sayang.
Menurut Yaqut, sudah seharusnya, kita terus berupaya menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang rukun, damai, dan berkeadilan. Sebagai bangsa yang beragam, kita harus terus mengamalkan moderasi beragama agar tercipta kehidupan yang harmonis dan saling menghargai. Inilah kunci dari kebersamaan dan perdamaian yang berkelanjutan.
Oleh karenanya, momentum Maulid Nabi Muhammad SAW kali ini merupakan momen yang tepat untuk merajut kembali nilai-nilai kebersamaan di tengah keberagaman.
Tokoh-tokoh agama dan pemimpin masyarakat memiliki tanggung jawab besar untuk menanamkan nilai-nilai ini kepada umatnya. Melalui dialog, edukasi, dan keteladanan, seluruh pihak bisa membangun masyarakat Indonesia yang lebih toleran dan bersatu, sesuai dengan semangat yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Melalui peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ini, seluruh umat diajak untuk tidak hanya mengenang sejarah kelahiran Nabi, tetapi juga menerapkan nilai-nilai mulia yang diajarkan oleh beliau dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam menjaga persatuan dan harmoni di tengah perbedaan.