Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
HEADLINE

Pertempuran 9 November 1945 di Banjarmasin

×

Pertempuran 9 November 1945 di Banjarmasin

Sebarkan artikel ini

Oleh : Ahmad Barjie B
Budayawan

Monyet bermain memakai baju
Itik berenang bulunya tidak basah
Kalau ingin jadi bangsa besar dan maju
Jangan sekali-kali melupakan sejarah

Baca Koran

Pada 11 November 2023 penulis diminta oleh para aktivis Mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin untuk menjadi narasumber seminar memperingati peristiwa Pertempuran 9 November 1945 di Banjarmasin. Seminar yang diikuti ratusan aktivis mahasiswa itu bertempat di General Building Library ULM Banjarmasin. Penulis menjadi pembicara bersama dengan Mursalin, dosen sejarah dari UIN Antasari Banjarmasin serta pembicara tuan rumah. Tulisan ini adalah intisari dari makalah tersebut.

Kronologi Peristiwa

Pada 17 Agustus 1945 kemerdekaan Indonesia diproklamasikan di Jakarta. Satu-satunya Perwakilan dari Kalimantan yang ditunjuk menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan menyaksikan proklamasi di Pegangsaan Timur 56 Jakarta adalah seorang tokoh pers Anang Abdul Hamidhan (1909-1997). Oleh prokmator Soekarno-Hatta ia diminta untuk menjadi Gubernur Kalimantan, namun ia menolak, dan melimpahkan jabatan itu kepada Ir Pangeran Mohammad Noor (1901-1979), dengan alasan ia lebih ingin fokus berjuang lewat pers, dan PM Noor lebih diterima masyarakat, berpendidikan tinggi serta masih keturunan Kesultanan Banjar.

Berita tentang Proklamasi Kemerdekaan RI sampai ke Banjarmasin pada Agustus 1945 itu juga. Para pemuda memberitakan lagi kepada masyarakat dengan menempel tulisan-tulisan spidol, cat, kapur dll di atas kertas karton dll, lalu ditempelkan di gardu-gardu, pasar, tiang-tiang listrik (ulin) dll, supaya cepat diketahui masyarakat. Salahseorang yang aktif menempel berita-berita kemerdekaan tersebut di Kota Banjarmasin adalah H. Lambran Ladjim (1926-2011), yang kemudian menjadi Ketua Paguyuban Palagan Nagara di Banjarmasin.

Masyarakat berharap, berita kemerdekaan dimuat dalam surat kabar Borneo Shimboen milik AA Hamidhan, supaya tersebar luas, namun ditunggu-tunggu tak kunjung terbit, ternyata dilarang oleh sisa-sisa tentara Jepang di Banjarmasin. Meskipun demikian, berita kemerdekaan tetap tersebar. Di Kandangan HSS diadakan pesta pasar malam memyambut kemerdekaan pada 20-30 Agustus 1945.

Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agusrtus 1945. Belakangan setelah perlawanan secara gerilya dan diplomasi internasional, Belanda terpaksa mengakuinya melalui Pengakuan Kedaulatan RI 27 Desember 1949.

Sebulan setelah proklamasi, tepatnya 17 September 1945, tentara Sekutu asal Australia mendarat di Banjarmasin dipimpin Kol. Robson, dibonceng oleh tentara NICA (Belanda) dan pegawai sipilnya yang dipimpin Mayor AL van Assenderp. Mereka langsung menduduki kantor-kantor pemerintahan Belanda di Banjarmasin, Kandangan, Barabai, Amuntai, Tanjung dll, yang dahulu ditinggalkan saat kedatangan tentara Jepang (1942). Belanda juga melarang rakyat Banjar menyambut kemerdekaan, dan siapa yang ketahuan akan ditangkap, diinterogasi dan disiksa. Belanda ingin menjajah Indonesia dan Kalimantan kembali. Tentara Sekutu asal Australia yang semula membiarkan rakyat merayakan kemerdekaan, ternyata ikut Belanda melarangnya. Harapan rakyat yang semula berbunga-bunga karena sudah merasa merdeka, kembali putus harapan, jengkel dan marah kepada Belanda.

Dua hari setelah mendaratnya pasukan Sekutu dan NICA di Banjarmasin, tepatnya tanggal 19 September 1945, para tokoh pemuda di Kota Banjarmasin bertempat di Jalan Jawa 16 Banjarmasin (sekarang Jalan Daniel Izachus Panjaitan) membentuk organisasi bernama Pasukan Berani Mati – Barisan Pemberontak Republik Indonesia Kalimantan (PBM-BPRIK). Tujuannya mempercepat mendirikan Pemerintah Republik Indonesia dan mengkoordinasi tenaga perlawanan rakyat terhadap pasukan NICA.

Pada 9 Oktober 1945 atas desakan para pemuda, berdirilah Komite Nasional Indonesia Kalimantan (KNIK), sebuah badan persiapan pemerintah Republik Indonesia Provinsi Kalimantan, guna menunggu resminya pembentukan Pemerintahan Republik Indonesia (pusat). Tanggal 10 Oktober 1945 KNIK diresmikan ditandai pengibaran bendera Merah Putih sekaligus menyanyikan lagu Indonesia Raya di depan Gubernuran Kota Banjarmasin, Benteng Tatas, di sekitar lokasi Masjid Raya Sabilal Muhtadin sekarang). Dilanjutkan pawai keliling Kota Banjarmasin dengan dihadiri puluhan ribu rakyat Kalimantan. Namun aksi ini dicegah oleh pasukan Sekutu atas hasutan tentara Belanda/NICA. Dalam aksi di depan Gubernuran tersebut pasukan Sekutu hanya mengizinkan rakyat menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Pawai Keliling Kota Banjarmasin.

Baca Juga :  Sebanyak 18 Kloter Mulai Masuk Asrama Haji, Jemaah Jakarta Terbang Perdana

Kemudian pada 1 November 1945 malam Jumat, para pejuang pertama kali melakukan aksi, namun ditunda karena pejuang mendengar kabar pihak NICA menjalankan siasat busuknya, yaitu penyebaran fitnah bahwa para pemuka rakyat Kalimantan dan tokoh-tokoh Revolusioner akan membunuh semua perwira Sekutu (Australia). Sebelum meletusnya peperangan, tanggal 1 November 1945 para pemuda pejuang mengeroyok dan menewaskan dua tentara Belanda di Pasar Baru. Dengan keberhasilan serangan itu BPRIK (Barisan Pemberontak Republik Indonesia Kalimantan) bermaksud melakukan serangan berikutnya pada malam harinya untuk merebut senjata Belanda. Namun karena pesiapan belum matang, maka serangan ditunda.

Puncak perlawanan pejuang rakyat terjadi pada 9 November 1945. Usai shalat Jumat pasukan pejuang yang dipelopori Laskar “PBM-BPRIK” dan Rakyat Cinta Merdeka mempersiapkan diri besar-besaran untuk melakukan penyerangan pasukan NICA. Akhirnya siang menjelang petang Jumat 9 November 1945 sekitar pukul 15.30 Wita, meletuslah penyerangan bersenjata terhadap semua pertahanan tentara NICA di Kota Banjarmasin.

Menurut Bukhari (Kalimantan Post, 15 November 2016) titik sentral serangan adalah Tangsi Polisi di Jl Jawa terus ke Markas Kompi Betet dan terakhir ke Kompi X di Kelayan. Siasat penyerangan sebagai berikut: Sayap kiri dipimpin Mas Untung Sabri, berkekuatan 110 orang; Sayap kanan dipimpin oleh Panglima Halid Tafsiar berkekatan 90 orang, termasuk pemuda Cintapuri yang kebal peluru; Pasukan tengah sebagai pasukan inti dipimpin oleh Amin Effendi yang berkekuatan 300 orang.

Karena saat itu persenjataan pejuang sangat minim, maka banyak pejuang yang memilih membekali dirinya dengan ilmu kekebalan, terutama para Cintapuri. Setelah latihan balampah dianggap cukup, selanjutnya diuji satu persatu, bila sudah tahan timpas dengan parang bungkul, barulah mereka diturunkan. Pada 9 November itu sebanyak 300-an orang pejuang menyerbu tangsi Belanda berbekal 20 pucuk senjata peninggalan Heiho, bersenjatakan parang dan bambu runcing.

Pada pertempuran 9 November ini, 9 orang pejuang gugur, yaitu: Badran (23 tahun), Badrun (27 tahun), Pa Ma’Rupi (45 tahun), Dullah (56 tahun), Tarin (56 tahun), Juma’in (57 tahun), Umar (58 tahun), Sepa (58 tahun), dan Utuh (58 tahun). Nama-nama tersebut mengukir Monumen Peristiwa 9 November 1945 yang terletak di depan Kantor Perbendaharaan Negara Banjarmasin, Jalan Mayjend DI Panjaitan, Banjarmasin. Monument perjuangan ini juga dibangun di Banua Anyar Banjarmasin Timur. Ketika itu Banua Anyar dan Sungai Tabuk (Alam Roh) menjadi tempat markas, pelarian dan persembunyian para pejuang di Banjarmasin dan sekitarnya.

Makam Pahlawan

Banyak pertempuran lainnya yang terjadi di masa Revolusi Kemerdekaan (1945-1949), sampai akhirnya Belanda mengakui kemerdekaan RI 27 Desember 1949, pasca Konferensi Meja Bundar. Banyak sekali pejuang yang gugur atau tewas di medan perang, hal ini dibuktikan dengan banyaknya kuburan para pahlawan di Kalimantan Selatan. Daftar makam pahlawan di Kalimantan Selatan tersebut meliputi : 1. Bumi Kencana, Jalan Jenderal Ahmad Yani km 25 Landasan Ulin Banjarbaru; 2. Alam Roh, Jalan Paku Alam Sungai Tabuk Kabupaten Banjar; 3. 5 Desember, Jalan Pahlawan Kecamatan Marabahan Kota Barito Kuala; 4. Puspa Raya, Jalan Jenderal Ahmad Yani Lokpaikat Tapin;5. Pusara Bakti Banua, Jalan Padang Batung Kandangan; 6. Teluk Bayur, Jalan Datu Kandang Haji Juai Balangan; 7. Divisi IV ALRI, Jalan Surapati Birayang Hulu Sungai Tengah; 8. Kusuma Bangsa, Pagat Batu Benawa Barabai; 9Tabur, Jalan Amuntai-Kelua Hulu Sungai Utara; 10. Tanjung Kencana, Jalan Mabuun Murungpudak, Tanjung Tabalong; 11. Wadah Batuah, Jalan Stagen Pulau Laut Utara Kotabaru; 12. Mattoni, Kampung Baru Pagatan Kusan Hilir Tanah Bumbu; 13. Tuntung Pandang, Desa Panggung Pelaihari.

Baca Juga :  Mama Khas Banjar 'Memilih Mati'

Di samping itu masih terdapat sejumlah makam pahlawan yang relatif kecil seperti di Sungai Durian Kelua, Karang Intan Banjar dan sebagainya, belum lagi para pejuang yang bermakam di pekuburan umum, yang biasanya ditandai dengan bendera merah putih di atas pusaranya. Namun banyak juga yang tidak diberi tanda sama sekali. Intinya banyak sekali pejuang yang telah gugur sebagai kusuma bangsa ketika merebut dan mempertahankan kemerdekaan atau masa revolusi 1945-1949. Di antara pejuang revolusi tersebut masih ada yang masih hidup sebagai veteran pejuang, namun jumlah mereka makin berkurang karena banyak yang sudah meninggal dunia. Para pejuang yang disebutkan makamnya di atas, tidak termasuk para pejuang yang gugur di masa Perang Banjar Barito (1859-1906).

Refleksi bagi Generasi Muda

Meskipun beberapa peristiwa heroik pertempuran oleh para pejuang banyak yang tidak diketahui lagi oleh generasi muda yang lahir di belakang, namun goresan sejarah tersebut dapat dijadikan sebagai bahan refleksi dan pelajaran, di antaranya : a. Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Bung Karno: Jasmerah; b. Dari sejarah kita bisa ambil pelajaran dan nilai-nilai baik dan buang pengalaman buruk; yang baik seperti kegotongroyongan, kesabaran, pengorbanan, kedekatan pemimpin dengan rakyat, yang buruk seperti berkhianat kepada bangsa, suka mencela, apatis, minder, tidak percaya diri dan bacakut papadaan; c. Kalau kita lupa melupakan sejarah, maka penjajahan atau yang sejenisnya akan berulang; d. Kita dulu kalah karena tidak bersatu, mau diadu-domba dan berkhianat kepada perjuangan bangsa sendiri; e. Kita tidak menguasai ilmu dan teknologi persenjataan;f. Kita kekurangan orang pintar dan berpendidikan; g. Jangan pesimis dan minderwardegheit-complex (dulu Belanda sering melecehkan orang pribumi dan pejuang: berapa punya uang, berapa punya senjata, berapa punya orang pintar, bisakah bikin kain, benang dan jarum, dll, berani-beraninya mau merdeka; h. Sekadar semangat tidak cukup, harus ada strategi yang terorganisasi. Karena itu dibentuk ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan pimpinan Hassan Basry, beliau mampu menyatukan laskar-laskar perjuangan rakyat seperti Hizbullah, Sabilillah, Sentral Organisasi Pemberontakan Kalimantan (Sopik), Gerakan Rakyat Pengejar Pembela Kemerdekaan, dan Gerakan Pemuda Indonesia Merdeka (Gerpindom), Pasukan Berani Mati (PBM) dan sebagainya; i. Persenjataan pejuang saat itu terdiri dari senapan, senapan rakitan urang Nagara, keris, tombak, pedang, sumpit, mandau, granat, dan ilmu-ilmu kebal dengan rajah, wafak dll. Mendatangkan senjata dari luar sangat sulit karena Kalimantan diblokade Angkatan Laut Belanda. Tapi dengan semangat persatuan, kesabaran dan kegigihan serta pertolongan Allah akhirnya bisa menang.

Iklan
Iklan