Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
HEADLINE

Mewujudkan Pilkada yang Jujur dan Adil

×

Mewujudkan Pilkada yang Jujur dan Adil

Sebarkan artikel ini

Oleh : Ade Hermawan
Pemerhati Pilkada

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) guna memilih Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh tanah air saat ini prosesnya tengah berjalan. Dan sebentar lagi kita akan memasuki tahap pencoblosan atau pemungutan suara. Kita semua berharap agar pelaksanaan Pilkada berlangsung secara jujur dan adil. Karena hanya dengan kejujuran dan keadilan dari seluruh komponen masyarakat yang terlibat dalam Pilkada, insya Allah akan membuat pelaksanaan Pilkada menjadi aman, tertib, lancar dan damai. Dan yang terpenting adalah dengan pelaksanaan Pilkada yang jujur dan adil insya Allah akan menghasilkan kepala daerah yang benar-benar mencerminkan pilihan rakyat yang sebenarnya.

Baca Koran

Pilkada yang jujur dan adil memegang peranan krusial dalam menjaga keseimbangan demokrasi di seluruh daerah Indonesia. Proses ini bukan sekadar ritual formal, melainkan fondasi utama bagi warga negara untuk mengekspresikan hak politiknya dengan bebas dan adil. Kejujuran dan keadilan dalam penyelenggaraan Pilkada menjadi penjamin bahwa suara setiap individu memiliki bobot yang sama tanpa adanya diskriminasi atau manipulasi politik. Dengan demikian, Pilkada menjadi instrumen utama bagi rakyat dalam memilih pemimpin dan menentukan arah masa depan daerah.

Selain itu, Pilkada yang jujur dan adil juga berperan penting dalam membangun legitimasi pemerintahan daerah. Proses pemilihan yang transparan dan adil membantu memperkuat kredibilitas kepala daerah yang terpilih, sehingga mereka memiliki legitimasi yang kuat untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. Legitimasi ini menjadi dasar yang kokoh bagi pemerintah daerah untuk mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang mendukung kesejahteraan rakyat serta menangani berbagai isu dan tantangan yang dihadapi oleh daerah.

Tidak hanya itu, Pilkada yang jujur dan adil juga berfungsi sebagai penjaga stabilitas politik dan sosial. Dengan adanya proses pemilihan yang bebas dari kecurangan, potensi konflik politik yang merusak stabilitas daerah dapat diminimalisir. Hal ini membantu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan dan pembangunan negara, serta mendorong perdamaian dan harmoni di antara berbagai kelompok masyarakat.

Penyelenggaraan Pilkada yang jujur dan adil juga merupakan cerminan dari prinsip keadilan dan supremasi hukum dalam sistem politik. Ketika proses pemilihan dijalankan dengan integritas, maka hal ini akan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap institusi demokratis dan aturan yang berlaku. Ini mendorong tumbuhnya budaya hukum dan keadilan yang menjadi pijakan kuat bagi kemajuan demokrasi di Indonesia.

Jujur berarti Setiap elemen dalam penyelenggaraan Pilkada harus bersikap jujur sesuai Undang-Undang yang berlaku. Mulai dari penyelenggara, pemerintah dan partai politik peserta Pilkada, pengawas dan pemantau Pilkada, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap dan bertindak jujur. Sedangkan Adil berarti Setiap pemilih dan partai politik harus mendapatkan perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan. Kata jujur dalam prinsip pilkada, ditujukan ke semua pihak : pemilih, penyelenggara Pilkada (KPU, Bawaslu dan DKPP), peserta Pilkada, dan pemerintah. sedangkan kata adil, ditujukan hanya kepada pihak atau lembaga yang memiliki kewenangan atau kekuasaan mengenai terlaksana tidaknya pilkada dengan jujur dan adil.

Harapan rakyat agar pelaksanaan Pilkada berlangsung secara jujur dan adil sangat ditentukan oleh integritas dari semua komponen yang terlibat dalam kontestasi Pilkada tersebut. Mereka ini adalah penyelenggara Pilkada, Pasangan Calon Kepala Daerah, masyarakat pemilih, dan pejabat atau ASN pemerintah daerah. Pilkada yang jujur dan adil akan terwujud manakala semua komponen yang terlibat dalam kontestasi Pilkada tersebut menjalankan peran dan tanggung jawabnya dengan benar sesuai peraturan yang mengatur tentang penyelenggaraan Pilkada.

Baca Juga :  Isak Tangis Haru Sambut Kedatangan Kloter Pertama Jemaah Haji di Masjid Jami Banjarmasin

Penyelenggara Pilkada

Penyelenggara Pilkada yang dimaksudkan di sini adalah Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) tingkat provinsi dan Kabupaten/Kota dan Badan Pengawas Pilkada (Bawaslu) Provinsi dan Kabupaten/ Kota. KPUD Provinsi dan Kabupaten/Kota merupakan penyelenggara pemilihan gubernur dan Bupati/Walikota, selanjutnya disebut juga bahwa dalam penyelenggaraan pemilu dibentuk beberapa pengawas, panitia pemilihan kecamatan, dan Panitia Pemungutan Suara (PPS). Pada saat sedang berlangsungnya sebuah pemilu, maka dibentuk Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), yang dibentuk langsung oleh PPS.

Peran KPUD adalah memperlakukan semua calon kepala daerah secara adil dan merata, tanpa keberpihakan antara satu dan lainnya atau bersifat netral. Memberikan informasi kepada seluruh masyarakat tentang akan terselenggaranya pilkada, dan dalam terselenggaranya pilkada, diharapkan mampu mewujudkan semua prinsip pemilihan umum yang berasas jujur, adil, langsung, umum, bebas dan rahasia.

Salah satu tugas dan wewenang dari KPUD adalah bahwa KPUD harus segera menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Daerah atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu. Laporan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu disampaikan DKPP juga perlu memberikan dukungan penguatan kepada KPU dan Bawaslu sendiri oleh pelapor paling lama tujuh hari sejak diketahui atau ditemukan adanya pelanggaran. Pelapor dalam hal ini ialah warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih, pemantau Pemilu atau peserta Pemilu.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Daerah wajib melaksanakan apa yang menjadi kewenangannya, yaitu menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran Pilkada, memeriksa dan mengkaji pelanggaran Pemilu dan merekomendasikan pada pihak terkait, menerima, memeriksa, memediasi atau mengadjudikasi dan memutus penyelesaian sengketa proses Pemilu. Merekomendasikan hasil pengawasan terhadap pelanggaran netralitas semua pihak yang dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye, Mengambil alih sementara tugas, wewenang dan kewajiban bawaslu di tingkat bawahnya, dan meminta bahan keterangan yang kepada pihak dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu.

Bawaslu daerah wajib menangani pelanggaran Pemilu, juga berwenang menangani sengketa proses Pemilu. Sengketa proses Pemilu menurut ketentuan Pasal 466 Undang-Undang Nomot 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, meliputi sengketa yang terjadi antar peserta Pemilu dan sengketa peserta Pemilu dengan Penyelenggara Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU Kabupaten/Kota. Bawaslu daerah juga wajib menindaklanjuti adanya dugaan tindak pidana Pemilu dengan memberikan rekomendasi terkait dugaan tindak pidana Pemilu kepada Kepolisian. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 476 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Calon Kepala Daerah

Guna mewujudkan Pilkada yang jujur dan adil, Calon kepala daerah wajib berkomitmen untuk melaksanakan kampanye secara damai untuk mewujudkan pilkada yang damai, sejuk, aman, dan berintegritas. Kampanye harus mengedepankan sisi positif, untuk dipromosikan kepada pemilih. Calon kepala daerah wajib melaksanakan kampanye putih dan tidak melaksanakan kampanye hitam. Kampanye putih maksudnya adalah dengan mensosialisasikan apa yang menjadi visi, misi dan program yang akan dilakukan jika kelak terpilih menjadi kepala daerah. Sebaliknya calon kepala daerah tidak melakukan kampanye hitam yang berupa menjelek-jelekan, memojokan, menyampaikan aib, dan menfitnah lawan politiknya baik secara langsung maupun secara tidak langsung melalui media sosial.

Baca Juga :  Pansus IV DPRD Kalsel Dalami Pengelolaan Tambang di Dinas ESDM Jatim

Calon kepala daerah dilarang melakukan politik uang dalam berbagai macam bentuknya untuk dapat menang dalam kontestasi pilkada. Politik uang adalah tindakan yang menciderai demokrasi, karena dampaknya sangat tidak baik bagi pelaku dan penerimanya. Bagi pelakunya jika ketahuan dan terbukti melakukan politik uang di peradilan pilkada maka ada kemungkinan akan didiskualifikasi oleh penyelenggara pilkada dan juga akan dituntut secara pidana. Oleh karena itu sebaiknya hindari melakukan politik uang. Kemudian bagi penerimanya juga akan merugikan diri sendiri. Karena jika memilih calon kepala daerah atas dasar uang atau meteri yang diterima berarti mereka menerima suap yang dalam ajaran Islam menerima suap adalah perbuatan dosa dan haram hukumnya, belum lagi kemungkinan besar calon yang dipilih melalui politik uang jika nanti sudah terpilih maka ia akan berpikir uang mengembalikan uang yang telah dikeluarkan dengan cara korupsi dan kolusi. Atau program pertamanya adalah mengembalikan modal bukannya mensejahterakan masyarakatnya.

Masyarakat Pemilih

Masyarakat adalah pemegang kedaulatan dalam pelaksanaan pilkada, karena masyarakatlah yang mempunyai hak suara untuk memilih kepala daerah. Oleh karena masyarakat pemilihlah yang bakal menentukan siapa calon kepala derah yang akan terpilih dalam kontestasi pilkada.

Guna mewujudkan pilkada yang jujur dan adil maka sudah menjadi kewajiban masyarakat yang memiliki hak suara untuk memilih calon kepala derah sesuai hati nuraninya secara jujur, adil, bebas dan rahasia. Dalam hal ini masyarakat pemilih dalam melakukan pemilihan kepala daerah lebih mendasarkan pada rekam jejak calon kepala daerah dan visi, misi, dan program yang ditawarkan dalam kampanye. Bukannya memilih calon kepala daerah berdasarkan besarnya jumlah uang dan materi yang mereka terima.

Pejabat/ ASN Daerah

Guna mendukung terlaksananya pilkada yang jujur dan adil, Pejabat kepala Daerah dan ASN wajib bersikap netral dalam kontestasi Pilkada. Hal ini penting dilakukan karena kedudukan mereka sebagai pembuat kebijakan dan pelayan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap sikap dan tindakan yang akan dilakukan oleh masyarakat sebagai pemilik hak suara. Manakala mereka tidak netral dalam mengeluarkan kebijakan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat yang cenderung menguntungkan atau sebaliknya merugikan salah satu calon kepala daerah, maka sesungguhnya mereka telah bertindak dzolim.

Kesimpulannya adalah Pilkada yang jujur dan adil akan terwujud jika tercipta Sinergitas dan kolaborasi semua elemen yang terlibat dalam pelaksanaan pilkada seperti penyelenggara pemilu, calon kepala daerah, masyarakat pemilih dan pejabat kepala daerah/ ASN. Mereka wajib bersama-sama menjaga suasana yang sejuk dan kondusif. Kita berharap dan berdoa kiranya pelaksanaan pilkada dapat berlangsung dengan damai, jujur, dan adil. Sehingga, kita mampu menghasilkan pemimpin yang berkualitas, yang akan membuat masyarakat lebih makmur dan lebih sejahtera.

Iklan
Iklan