Saat ini, kita yang sedang menikmati era digital benar-benar dalam tantangan yang teramat nyata. Salah satunya yaitu tantangan untuk tidak terpengruh dengan postingan-postingan negatif di beragam platform media sosial (medsos). Sebab, tidak sedikit netizen yang memang gemar mencela, menggibah, memprovokasi, menebar ujaran kebencian, dan bahkan mengadu domba masyarakat. Ini menjadi warning bagi kita untuk lebih berhati-hati dan waspada dalam menggunakan medsos. Lebih-lebih anak remaja dan pemuda kita yang sebagian masih labil. Mudah terpengaruh konten-konten yang sama sekali tidak mendidik. Justru sangat potensial untuk merusak dan menghancurleburkan karakter calon generasi penerus bangs aini. Maka tak heran mencuat ke permukaan mengenai pelerangan penggunaan medsos bagi anak-anak yang belum dewasa. Wacana tersebut tentu bukan tanpa alasan. Sebab, banyak kasus kejahatan bermula dari medsos yang anak-anak kita menjadi korbannya. Salah satu faktornya adalah masih minimnya pengetahuan dan pemahaman anak-anak terkait bagaimana seharusnya menggunakan medsos dengan bijak.
Memang, teknologi informasi dan komunikasi bisa mempercepat perkembangan intelektual seseorang. Tapi, perlu digarisbawahi yaitu dampak negatif penggunaan teknologi digital juga mengancam masa depan generasi muda. Lebih-lebih yang usia sekolah seperti anak-anak usia sekolah dasar (SD); dan bahkan anak-anak di bangku sekolah menengah atas (SMA). Betapa banyak sebagian remaja yang salah kaprah dalam menggunakan medsos. Ada yang bermula dari medos bisa gampang dipengaruhi oleh oknum-oknum tertentu untuk melakukan tindakan kejahatan. Belum lagi, iklan judi online (judol) yang kadang bertebaran di medsos. Ini bisa menggerakkan anak-anak untuk menjadi pemain judol. Kadang, anak-anak kita pun tidak mengerti bahwa yang dilakukannya adalah judol. Pada penyebar iklan judol tersebut memang sengaja menyasar anak remaja dan pemuda kita yang memang sedang dalam fase pencarian jati diri. Lebih-lebih, sudah menjadi tabiat anak muda, ingin mencoba dan penasaran dengan hal-hal baru. Tidak memikirkan efek atau akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya.
Terkait medsos, rasa-rasanya memang perlu dibatasi seketat mungkin oleh pemerintah. Jangan sampai anak-anak kita hancur mentalitas dan masa depannya sebab terjerumus ke hal-hal negatif yang bermula dari medsos. Saya tidak mengatakan penggunaan medsos ini sepenuhnya negatif. Tetapi, faktanya sudah terpampang dengan jelas. Tak terhitung jumlahnya anak remaja kita menjadi korban kejahatan cyber. Ini berkatian dengan pengetahuan, pemahaman, dan mentalitas remaja yang sebagian masih belum betul-betul matang. Gampang dimanipulasi, dipengaruhi, dan dibujuk untuk melkaukan tindakan kejahatan lewat jejering sosial tersebut. Betapa banyak remaja kita yang dengan mudahnya melontarkan kata-kata kasar dan jorok kepada teman sebayanya, dan bahkan kepada guru dan orangtuanya sebab pengaruh medsos. Mungkin dikiranya, kata-kata yang diucapkan adalah sebuah kata-kata kekinian. Padahal, anggapannya tersebut sangat keliru.
Belum lagi, ucapan-ucapan yang mengarah pada perundungan kepada teman sejawatnya atau orang lain yang dikenal maupun tak dikenalnya. Remaja kita akan mudah melakukannya. Sebab, mereka leluasa melakukannya dari mana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja. Seolah perbuatannya tersebut tidak melabrak norma hukum dan agama. Padahal, bermula dari ketikan (status/postingan) di medsos, kerap terjadi permusuhan, konflik, dan sampai perkelahian, dan bahkan sampai tindakan pembunuhan. Ini semua bisa disebabkan oleh tidak adanya pengendalian diri dari sang remaja tersebut dan minimnya edukasi dan pengawasan dari orang-orang terdekatnya. Ditambah lagi, saat ini, konten pornografi sangat mudah menyusup lewat medsos. Lagi-lagi, anak-anak kita akan menjadi korbannya. Sebab, ketika mereka terpapar konten pornografi, maka bisa mendorong untuk melakukan tindakan-tindakan amoral seperti halnya pelecehan dan pemerkosaan.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita semua, para orang tua, guru, tokoh masyarakat, dan terutama pengambil kebijakan, benar-benar memperhatikan perkembangan mentalitas para calon pemimpin masa depan ini. Orangtua, bisa lebih sering memberikan petuah dan nasihat kepada putra-putrinya terkait bagaimana menggunakan internet atau medsos dengan bijaksana. Selau mewanti-wanti untuk tidak gampang terpengaruh orang yang tidak dikenal di medsos. Selalu mengingatkan untuk menajuhi konten-konten pornografi dan judol. Intensitas pembekalan dari orangtua terkait penggunaan medsos kepada anak-anaknya, rasa rasa cukup mampu mengurangi dan bahkan menangkal anak-anak agar tidak menyalahgunakan medsos. Pun demikian dengan para guru di sekolah agar tidak henti-hentinya mengingatkan siswa-siswinya bahwa internet dan medsos ibarat pedang bermata dua. Ada sisi positif dan negatifnya. Semua bergantung kepada kita sebagai penggunanya. Guru mesti bisa mendorong atau menstimulus para siswanya untuk lebih proaktif menggunakan medsos sebagai sarana edukasi dan pengembangan diri. Terkait hal itu, saya rasa perlu ada kelas khusus yang memang diadakan oleh pihak sekolah.
Tokoh masyarakat juga perlu mengimbau dan mengingatkan anak-anak muda di sekitarnya dan kepada para orangtua, baik lewat ucapan maupun tulisan, yaitu agar menjadikan medsos sebagai media pembelajaran. Menjadikan medsos sebagai wadah untuk meningkatkan kecerdasan intelektual dan kapasitas diri. Pun demikian dengan pemerintah, saya rasa tidak boleh menutup mata terkait ancaman nyata pengkeroposan karakter anak-anak muda lewat medsos.
Sehingga, perlu kembali dirancang suatu program yang sistematis, terarah, dan berkelanjutan mengenai dampak positif dan negatif penggunaan medsos di kalangan remaja/pemuda. Salah satunya yaitu dengan kembali menggencarkan sosialisasi penggunaan internet sehat. Karena itu, sebagai penulis, pada akhirnya saya sangat setuju jika wacana pembatasan penggunaan medsos untuk anak-anak usia 16 tahun ke bawah diimplementasikan. Tentu bisa lewat Undang-Undang yang disahkan oleh DPR. Namun, yang pastinya perlu kajian mendalam. Tapi, saya pribadi sangat setuju jika dibatasi demi menyelamatkan generasi calon pemimpin masa depan Indonesia. Biar mereka lebih fokus belajar dan mengembangkan diri tanpa medsos. Biar lebih fokus dalam menempa diri menjadi murid yang cerdas, nasionalis, agamis, dan berkarakter. Tentu ini semua untu menyongsong Indonesia Emas 2045.