Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

Program Makan Bergizi Gratis (MBG), Siapa Yang Diuntungkan?

×

Program Makan Bergizi Gratis (MBG), Siapa Yang Diuntungkan?

Sebarkan artikel ini

oleh: Ni’mah
Pemerhati Generasi

Tahun 2024 sebentar lagi akan berakhir. Dengan tibanya 2025, maka salah satu program unggulan dari pasangan Presiden terpilih akan direalisasikan. MBG atau yang dikenal dengan Makan Bergizi Gratis, ditargetkan mulai berjalan di awal 2025 mendatang yang akan menyasar anak-anak sekolah mulai dari anak usia dini, SD, SMP, SMA dan santri hingga ibu hamil.

Baca Koran

Di banua Kalimatan Selatan, program MBG masih dalam perumusan terkait siapa yang nantinya akan menyiapkan makanan yang akan dibagikan. Salah satu yang diusulkan sebagai penyedia makanan oleh Pemerintah Provinsi Kalsel, yakni Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) dimana saat ini sudah ada 85 unit BUMDesa yang siap mensukseskan program MBG ini. (diskominfomc.kalselprov.go.id, 4 Desember 2024)

Kepala Dinas PMD Kalsel, Faried Fakhmansyah, melalui Kabid Pengembangan Ekonomi Desa (PED), Muhammad Agus Fariady menyampaikan bahwa pihaknya mengharapkan setiap satu BUMDesa disetiap Kecamatan dapat berpartisipasi dalam program MBG. Selain itu BUMDesa juga terus dikawal agar bisa mendaftarkan diri mereka pada sistem E-Katalog, karena syarat BUMDesa yang bisa menjadi penyedia makanan adalah mereka yang terdaftar di E-katalog. (diskominfomc.kalselprov.go.id, 4 Desember 2024)

Ketika BUMDesa di banua bisa berperan dalam penyediaan makanan dari program MBG, maka dalam hitung-hitungannya akan banyak keuntungan yang bisa didapatkan diantaranya yaitu dapat mendukung pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatkan pendapatan serta menciptakan lapangan kerja baru.

Program dengan dana yang sangat besar ini, yakni mencapai Rp71 triliun di 2025 dengan target jumlah penerima sebanyak 15,42 juta jiwa, pastinya juga memerlukan ketersediaan bahan makanan yang sangat besar. Dan tidak semua bahan yang diperlukan bisa dihasilkan sendiri dari daerah lokal. Misalnya saja seperti daging dan susu, dimana susu merupakan salah komponen penting dalam memenuhi kebutuhan gizi generasi.

Selain BUMDesa yang mempunyai peluang untuk memperoleh keuntungan dari program MBG ini, maka pastinya pihak swasta pun juga mengincar hal yang sama. Ketika para pebisnis kapitalis yang mempunyai modal besar mencium adanya peluang untuk meraup keuntungan, maka kesempatan ini tidak akan disia-siakan. Apalagi pemerintah baru-baru ini telah jelas memberi peluang bagi pihak swasta melalui Perpres 83/2024 mengenai Badan Gizi Nasional (BGN). Beleid itu mengatur pendanaan BGN, salah satunya dari sumber lain yang tidak mengikat. Dengan begitu, pihak swasta dapat terlibat melalui program-program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

Baca Juga :  PEMIMPIN DI HARI KIAMAT

Keluarnya Perpres ini seakan-akan menjawab pertanyaan publik mengenai sumber dana program MBG. Walaupun berkilah bahwa pembiayaan murni dari APBN, namun tahapan implementasi program ini makin tampak melibatkan swasta dan sejatinya membuka pintu masuknya para pebisnis. Sebagai pemasok bahan baku, tentu saja pihak swasta memperoleh pasar yang baru dan akan membuka ruang bisnis serta kran keuntungan bagi mereka. Cita-cita mewujudkan generasi sehat nyatanya belum mampu diwujudkan pemerintah secara mandiri.

Jika sudah seperti ini, maka BUMDesa dengan segala keterbatasannya akan kalah bersaing dengan swasta yang mempunyai modal besar. Mereka mampu menyediakan berbagai jenis bahan makanan dengan harga yang lebih murah tentunya. Ditambah dengan kebijakan penentuan siapa yang bisa menjadi penyedia makanan program MBG ini terdapat celah “transaksi’. Maka kembali lagi yang menang adalah mereka yang punya modal dan harapan program ini akan mampu mensejahterakan masyarakat luas hanyalah angan-angan.

Inilah paradigma penguasa dalam sistem kapitalisme. Penguasa hanya sebatas regulator saja. Sejatinya penguasa bertanggung jawab mengurai setiap masalah yang menimpa rakyatnya dengan memberikan solusi yang tidak membuat masalah baru. Rendahnya pemenuhan gizi generasi utamanya disebabkan oleh rendahnya taraf hidup mereka. Kemiskinan yang terjadi karena semakin sulitnya mencari pekerjaan yang layak lah yang seharusnya menjadi program utama penguasa. Dengan meningkatnya penghasilan dan kemudahan dalam memenuhi kebutuhan akan berimplikasi pada pemenuhan makanan yang bergizi. Bukan hanya sekali dalam sehari, bahkan bisa mereka penuhi tiga kali sehari.

Dalam paradigma Islam, penguasa adalah pengurus (raa’in) sekaligus pelindung (junnah) rakyatnya. Mereka diberi Amanah dan Allah akan memintai mereka pertanggung jawaban terkait kepemimpinannya. Penguasa yang Amanah akan memimpin dengan menerapkan aturan yang bersumber dari Allah SWT pencipta alam semesta yakni Al-Qur’an dan Assunnah.

Baca Juga :  Benang Merah Kebijakan Pengelolaan Keuangan Haji

Allah SWT memberikan aturan yang akan menyelesaikan masalah secara sistemik, termasuk juga mengatasi masalah kurangnya gizi. Dalam pemenuhan kebutuhan pokok, kewajiban laki-laki untuk memberi nafkah secara layak pada diri sendiri dan keluarganya, serta kaum kerabat yang menjadi tanggungannya jika tidak mampu. Jika dua hal ini belum terpenuhi maka negaralah yang wajib untuk memenuhinya. Termasuk tugas negara untuk menciptakan lapangan pekerjaan agar para laki-laki bisa menunaikan tugasnya sebagai pecari nafkah.

Negara melalui penguasa juga harus memenuhi kebutuhan akan Pendidikan, Kesehatan dan keamanan bagi warganya. Hal ini termasuk tanggung jawab terhadap rakyat, dan negara tidak boleh mengabaikan atau menyerahkan tanggung jawab ini pada pihak lain.

Semua pelayanan dan pemenuhan kebutuhan ini bersumber dari dana Baitul mal dengan mengoptimalkan pemasukan dari pos-pos pendapatan negara seperti fai’, ghanimah, kharaj dan jizyah, pemasukan dari harta milik umum dengan berbagai macam bentuknya, serta pemasukan dari hak milik negara yakni usyur, khumus, dan rikaz.

Dengan memaksimalkan sumber-sumber pendapatan tersebut agar pemenuhan kebutuhan rakyat terlaksana secara merata, bukan untuk masyarakat tertentu saja sebagaimana program MBG yang negara peruntukkan hanya bagi para siswa. Oleh karena itu, negara Islam tidak perlu program khusus karena kebijakan negara memang harus menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu.

Selain itu, penerapan sistem ekonomi Islam akan mewujudkan negara mandiri dan tidak bergantung pada pihak lain seperti swasta—baik dalam maupun luar negeri-dalam memenuhi kebutuhan rakyat. Jika negara melakukan impor, negara akan tetap berupaya untuk memproduksi sendiri hingga bahan baku yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan rakyat terealisasi.

Demikianlah aturan Islam yang sempurna mengatasi masalah tanpa menimbulkan masalah baru. Karena syariat islam berasal dari Allah swt yang maha mengetahui apa yang terbaik untuk hambaNya. Namun kemuliaan syariat ini tidak akan terwujud kecuali dilaksanakan secara sempurna oleh negara dalam penerapan syariah kaffah dalam bingkai Daulah khilafah Islamiyah. Wallahu a’lam bi ashshowab

Iklan
Iklan