Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

Kebijakan Populis, Hidup Rakyat Tetap Miris?

×

Kebijakan Populis, Hidup Rakyat Tetap Miris?

Sebarkan artikel ini

oleh: Haritsa
Pemerhati Generasi dan Kemasyarakatan

DI tengah sangsi dan keraguan berbagai pihak, pemerintahan Prabowo-Gibran tetap merealisasikan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Sepertinya pemerintah tidak ingin kehilangan muka dengan batal atau gagalnya program ini mengingat program ini adalah janji kampanye.

Baca Koran

Keraguan beberapa pihak bahkan masyarakat sendiri sangat beralasan. Tepatkah kebijakan ini? Benarkah pemerintah perlu melakukan intervensi gizi dan kesehatan masyarakat dengan memberi dan memasakkan makan bergizi? Apakah MBG memang dibutuhkan dan tepat sasaran? Dengan kata lain, pertanyaan yang patut diajukan adalah seberapa strategis kebijakan ini? Siapakah yang mengambil keuntungan dari proyek ini?

Yang sangat mendasar adalah besarnya anggaran. Untuk realisasi awal saja program ini memerlukan dana Rp800 miliar per hari. Bahkan jika berjalan 100 persen, pemerintah harus mengeluarkan dana Rp1,2 triliun per hari. Berarti hampir Rp30 triliun per bulan. Meskipun pemerintah mengklaim bahwa dana tersebut akan berputar kembali di masyarakat, namun klaim itu tetap meragukan. Dana yang sangat besar tersebut harusnya diperuntukkan untuk kebutuhan yang strategis.

Di sisi lain keuangan negara begitu berat karena sudah terbebani dengan pembayaran utang. Rakyat sudah membaca konsekuensi dari program ini yang akan membebani APBN. Ujungnya adalah menambah hutang baru atau mengorbankan anggaran di alokasi yang lain. Seperti penambahan dana desa dengan memotong anggaran di sektor lain. Keterbatasan anggaran terbukti dengan penurunan alokasi yang awalnya Rp15 ribu per anak menjadi Rp10 ribu. Tentu dana itu terlalu sedikit untuk porsi makanan bergizi. Mengapa MBG tetap dipaksakan?

Kebijakan Populis Penguasa Kapitalis

Kebijakan populis atau kebijakan merakyat lazim diambil oleh penguasa dalam sistem sekuler kapitalisme. Makan Bergizi Gratis melanjutkan berbagai kebijakan populis yang sebelumnya digeber seperti dana desa, bansos, kenaikan gaji ASN. Publik menyambut suka cita, namun tidak menyadari realita hakiki bahwa kekuasaan berjalan dengan prinsip transaksional, yaitu politik saling berbalas budi antara penguasa yang terpilih dan pihak yang mensponsori yaitu para kapitalis. Kekuasaan hanya untuk melayani para kapitalis. Karenanya dalam kebijakan populis sekalipun sejatinya para kapitalis mengambil keuntungan. Jadi, kebijakan tersebut bukan sepenuhnya demi keuntungan rakyat.

Baca Juga :  Strategi Kendalikan Inflasi Dampak Kenaikan Harga Bahan Pokok

Kebijakan populis jauh dari aspek strategis dan solutif. Kebijakan ini lebih menjadi pencitraan. Bahkan menjadi jebakan yang menimbulkan dampak dalam jangka pendek dan jangka panjang. Hal ini terlihat dari pembiayaan dengan hutang luar negeri dan kompensasi yang ditanggung oleh rakyat dengan kenaikan pajak dan pemotongan anggaran di alokas-alokasii lain. Masyarakat dapat makan gratis tapi UKT (Uang Kuliah Tunggal) tetap mahal bahkan naik.

Dalam hal kebijakan strategis, penguasa mengadopsi sistem sekuler kapitalisme. Para kapitalis semakin kaya dengan modal mereka. Rakyat termiskinkan secara sistematis dan struktural.

Sistem sekuler kapitalisme membuat pengelolaan SDA jatuh pada para kapitalis dan korporasi mereka. Rakyat mendapat manfaat sedikit pada kekayaan SDA. Akses rakyat terhadap sumber daya ekonomi juga minim. Produktivitas ekonomi rakyat sangat kecil.

Kekayaan alam juga tidak memberi nilai tambah bagi ekonomi negara. Tidak ada kemandirian dan kedaulatan ekonomi seperti terlihat dalam ketergantungan pada industri dan investasi negara lain. Negara justru gagal dalam industrialisasi. Otomatis, penciptaan lapangan kerja juga rendah. Akhirnya pemerintah lemah dalam pemenuhan jasa-jasa publik yang menjadi tanggung jawab langsung negara seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan. Hidup rakyat tetap miris dengan pengangguran dan kemiskinan yang berkelindan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan, rakyat harus berjuang. Kebijakan populis yang tidak solutif menjadi jurus untuk menyelamatkan citra penguasa di hadapan rakyat.

Sangat berbeda dengan sistem Islam dan kepemimpinan Islam. Hukum-hukum syariat yang menjadi porsi pemerintah memiliki aspek strategis menyolusi persoalan rakyat. Syariat tentang kepemilikan mengarahkan pengelolaan seluruh sumber-sumber ekonomi secara shahih. Negara menjadi regulator sekaligus aktor utama ekonomi dengan mengelola kepemilikan umum. Sektor ekonomi riil tumbuh. Lapangan kerja terbuka luas. Penguasa dengan fungsi sebagai roin, yaitu pengurus rakyat memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan asasi per individu yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Dari kewajiban ini akan terbuka lapangan kerja yang luas.

Baca Juga :  LPG Langka, Bagaimana Peran Negara?

Para bapak dan wali mampu memberikan nafkah yang makruf kepada anggota keluarga yang ditanggungnya, termasuk kebutuhan pangan yang berkualitas. Sedangkan masyarakat yang lemah bisa mendapatkan bantuan atau subsdi langsung.

Pengaturan Islam sangat rinci dan memandu pemerintah dalam aspek teknoratis. Hanya kepemimpinan Islam yang dibutuhkan rakyat hari ini, bukan kebijakan populis. Wallahu alam bis shawab.

Iklan
Iklan