Oleh : AHMAD BARJIE B
Sejak puluhan tahun silam peringatan maulid sudah dilaksanakan, begitu pula akhir-akhir ini pembacaan shalawat dan syair-suair senada semakin marak, baik dalam lingkup lokal Kalsel bahkan nasional. VCD shalawat versi Haddad Alwi dan Sulis dan yang lainnya mencapai the best seller di Indonesia dan mancanegara. Itu berarti banyak masyarakat yang menyenangi, baik anak-anak maupun orang dewasa. Sebagai penyejuk hati dan pengobat stres, dan media pendidikan bagi anak-anak, daripada mereka mendengar musik dan menatap tontonan yang tidak karuan dan tidak mendidik.
Masalah ini perlu dilihat dari sisi dakwah, bukan sekedar ditinjau dari hukum hitam putih. Banyak orang yang senang dakwah vokal, dari yang keras sampai yang lemah lembut, dari yang serius sampai yang kaya humor. Tapi tidak sedikit pula orang senang menyerap pesan dakwah lewat karya seni, khususnya lagu-lagu bernuansa keislaman. Jadi esensi dakwahlah yang harus kita apresiasi dan tekankan.
Mengingat tradisi peringatan maulid terus berkembang, maka bobot dakwahnya perlu diperbesar dan direformasi. Perayaannya juga tidak boleh memberatkan sehingga terkesan sebagai kewajiban. Kegiatan ini pada dasarnya termasuk ranah budaya, tapi budaya yang bernuansa keislaman (tamaddun). Patut disayangkan bila ada peringatan maulid yang acaranya hanya berisi baca-baca syair, sesudah itu doa dan makan-makan. Atau ceramahnya hanya sedikit, tidak imbang dengan waktu pembacaan syair yang berjam-jam. Mestinya dakwahnya yang diperbanyak dan diperlama, sedangkan pembacaan syair sekadar saja. Kalau perlu bait-bait syair itu dijelaskan dan diuraikan, supaya jamaah memahami makna dan isi kandungannya,.
Para pihak yang berbeda pendapat terhadap masalah ini sebaiknya aktif berkomunikasi, dan boleh pula berdiskusi secara bijaksana untuk uji material, pendapat mana yang lebih sahih. Sebab kita lihat masing-masing rujukan yang digunakan cukup kuat dan argumentatif. Buku-buku tersebut perlu dibaca dan jangan apriori lebih dulu. Selama ini para pihak cenderung apriori dan merasa paling benar, sehingga mudah terjadi kesalahpahaman dan tuduhan berlebihan. Bila hal ini tidak mungkin dilakukan, minimal kita tetap sepakat dalam perbedaan, agree in disagreement.
Perbedaan menyikapi masalah ini tidak perlu dipertajam, karena hanya akan menguras energi dan kita akan mundur ke belakang seperti zaman penjajahan dahulu, saat mana hal-hal begituan ramai diperdebatkan, sampai-sampai kita lupa berjuang. Saat ini sedang berderet agenda besar yang butuh penanganan segera dari umat Islam. Dalam lingkup lokal nasional kita dihadapkan pada krisis multidimensi yang belum pulih, maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme dan beragam kemaksiatan. Dan dalam lingkup global kita setiap hari menyaksikan saudara-saudara kita bangsa Palestina dibunuh oleh tentara Irsarel, dan ada tekanan sistematis untuk menyudutkan Islam dan Umat Islam dengan menyebar isu terorisme, radikalisme dan semacamnya. Problema berat dan krusial seperti inilah yang mestinya kita kaji, soroti dan pecahkan, bukan masalah kecil yang hakikatnya hanya kulit.