Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Efisiensi Anggaran, Rakyat Dikorbankan?

×

Efisiensi Anggaran, Rakyat Dikorbankan?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Bunda Khalis
Pemerhati Sosial

Di tengah berbagai problem yang mendera bangsa ini, mulai dari angka kemiskinan yang terus membayangi hingga harga kebutuhan pokok yang terus melambung, rakyat kembali harus menelan pil pahit dengan adanya kebijakan efisiensi anggaran. Ironisnya, efisiensi anggaran yang semestinya diarahkan pada pos-pos yang tidak urgen justru banyak menyasar alokasi anggaran yang menjadi hak rakyat, seperti subsidi, bantuan langsung tunai (BLT), dan berbagai program kesejahteraan lainnya.

Baca Koran

Belakangan, publik mendengar bahwa pemangkasan anggaran ini juga dikaitkan dengan upaya menutup kekurangan kebutuhan anggaran untuk program-program tertentu, seperti makan bergizi gratis. Padahal, program makan gratis ini seharusnya menjadi program prioritas yang anggarannya dipersiapkan matang dari awal, bukan asal ambil dari anggaran lain yang justru berdampak langsung pada kebutuhan pokok masyarakat.

Celakanya, pengambilan dana efisiensi ini sering kali tidak menyentuh pos-pos anggaran yang sesungguhnya bisa dipangkas. Misalnya, anggaran untuk proyek-proyek mercusuar, biaya birokrasi yang gemuk, atau anggaran untuk kepentingan para kapital dan kroninya tetap aman, tidak tersentuh. Justru rakyat kecil yang seharusnya dilindungi, malah dikorbankan.

Kondisi ini jelas menunjukkan bahwa negara tidak sedang berpihak pada rakyat, tetapi berpihak pada segelintir elit dan korporasi. Rakyat hanya menjadi objek kebijakan, yang sewaktu-waktu bisa dikorbankan atas nama “efisiensi”. Padahal, subsidi dan bantuan sosial adalah hak rakyat, sebagai bentuk tanggung jawab negara untuk menjamin kebutuhan dasar mereka.

Solusi Tuntas dan Berkeadilan

Berbeda dengan sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini, Islam memandang bahwa penguasa adalah pemimpin, pengurus, dan pelayan rakyat, bukan malah membuat kebijakan yang mengorbankan rakyat demi kepentingan kelompok tertentu.

Selain itu, Islam memiliki sistem keuangan negara (Baitul Mal) yang kaya akan sumber pendapatan halal, sehingga negara tidak perlu memotong anggaran untuk kebutuhan rakyat. Di antara sumber-sumber anggaran negara dalam Islam adalah: (1) Fai, yakni harta rampasan dari musuh tanpa peperangan; (2) Kharaj, yaitu pajak atas tanah yang ditaklukkan, yang menjadi milik negara untuk kesejahteraan umat; (3) Jizyah, yaitu pajak yang dibayarkan oleh non-Muslim sebagai jaminan atas keamanan dan perlindungan mereka dalam negara Islam; (4) Ghanimah, harta rampasan perang yang dikelola negara dan didistribusikan sesuai hukum Islam; (5) Zakat, yang digunakan secara khusus untuk membantu kelompok yang berhak menerimanya, seperti fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan; (6) Harta milik umum, seperti tambang, minyak, gas, dan sumber daya alam lainnya, yang dikelola negara untuk kepentingan seluruh rakyat, bukan untuk diserahkan kepada swasta atau korporasi.

Baca Juga :  SAMPAH

Dengan sumber-sumber tersebut, negara Islam mampu memenuhi kebutuhan rakyat, tanpa harus memotong anggaran untuk mereka. Negara justru berkewajiban mengelola seluruh kekayaan tersebut untuk memastikan rakyat hidup sejahtera, mendapatkan pendidikan, kesehatan, jaminan pangan, dan kebutuhan dasar lainnya.

Contoh Nyata

Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, Baitul Mal dikelola dengan sangat baik, sehingga tidak ada rakyat yang kelaparan. Bahkan, Umar pernah menginstruksikan untuk memberikan tunjangan kepada setiap bayi yang lahir, dan pembagian harta zakat dilakukan secara adil hingga tidak ada yang merasa kekurangan. Umar juga menolak mengambil pajak tambahan ketika melihat rakyat sedang mengalami kekeringan dan kesulitan ekonomi, padahal negara membutuhkan anggaran. Baginya, keselamatan dan kesejahteraan rakyat jauh lebih penting dari sekadar menyeimbangkan anggaran negara.

Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, keteladanan serupa ditunjukkan. Dalam dua tahun masa kepemimpinannya, kemiskinan hampir tidak ditemukan karena pengelolaan anggaran yang adil dan berbasis syariat. Bahkan, zakat yang dikumpulkan tidak habis terpakai karena semua rakyat telah sejahtera. Umar bin Abdul Aziz pun tidak memotong anggaran kebutuhan rakyat, tetapi justru memotong dan menghentikan anggaran untuk pejabat yang tidak penting, serta mengembalikan harta yang diambil secara zalim dari rakyat ke Baitul Mal.

Dari sini, jelaslah bahwa Islam menyediakan solusi riil untuk permasalahan anggaran negara. Negara tidak perlu memangkas hak rakyat, karena Islam telah mengatur sistem keuangan negara yang kokoh dan adil, dengan orientasi untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk memperkaya segelintir elite atau korporasi.

Iklan
Iklan