Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Mendambakan Pemimpin yang Amanah

×

Mendambakan Pemimpin yang Amanah

Sebarkan artikel ini

Oleh : Muhammad Aufal Fresky
Penulis buku Empat Titik Lima Dimensi

Sudah teramat sering disuguhi dengan pemberitaaan pejabat publik yang tidak amanah. Berbagai kasus, mulai dari penggelapan uang, mark up anggaran proyek, penyunatan bantuan sosial, nepotisme, dan lain sebagainya. Kepercayaan publik terhadap pemimpinnya semakin terkikis. Bisa dikatakan hampir mendekati nol persen. Memang tidak semua pejabat memiliki karakter culas, munafik, dan gemar berdusta. Tapi faktanya menggambarkan bahwa di media cetak, online, dan beragam media lainnya, tergambar jelas, satu per satu pejabat terbukti menyelewengkan wewenang yang dimilikinya. Belum lagi berbicara mengenai megaskandal dan megakasus yang merugikan ratusan triliunan, bahkan lebih, uang rakyat. Lagi-lagi, rakyat dibohongi. Rakyat pula yang menanggung kerugiannya. Padahal, semasa kampanye dulu, oknum-oknum tersebut menampilkan diri di depan rakyat seolah “juru selamat”. Nyatanya, mereka hanya menuruti ambisi pribadi dan hasrkat berkuasanya. Sebab, setelah dilantik dan duduk di kursi kekuasaan, tidak jarang yang punya penyakit “amnesia”.

Baca Koran

Kemanakah kita semua harus menambatkan harapan jika sebagian pemimpin yang dipercaya justru menghianati kepercayaan tersebut? Seolah semakin sukar mencari pemimpin yang benar-benar jujur, adil, dan mengayomi. Ibarat mencari jarum di tumpukan jerami saat malam hari. Sungguh sulit. Tapi, spirit optimisme tidak boleh redup. Harus tetap menyala. Sebab, saya pribadi meyakini, masih banyak pemimpin dan calon pemimpin bangsa ini yang memang berkarakter ksatria. Artinya mememilki sifat dan sikap yang welas asih, mengayomi, bertangung jawab, dan berintegritas tentunya. Hanya saja, barangkali pemimpin-pemimin semacam itu bisa belum muncul ke permukaan. Ditambah lagi tidak semuanya tersorot media massa. Sebab, kita saban harinya, memang dipertontonkan mengenai kasus-kasus yang mendera pemimpin kita. Mulai dari tingka desa, kabupaten, kota, provinsi, dan bahkan nasional, hampir semua tidak luput dari yang namanya kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Baca Juga :  NOBEL

Padahal, seorang pemimpin yang terpilih secara demokratis, telah disumpah atas nama Tuhan, akan menjalankan mandatnya sesuai konstitusi. Sumpah dan janji tersebut ternyata hanya berhenti di bibir. Sebab, setelah dilantik, tidak sedikit yang langsung “beraksi” merampok uang rakyat. Dengan segala cara dan tipu muslihatnya, mereka mempertebal kantong pribadi demi memenuhi hasrat pribadinya. Jangkankan merealisasikan janji semasa kampanye, mengingatnya saja seolah tidak sudi. Sebab, ambisinya untuk menjadi pejabat publik telah tercapai. Sementara rakyat dengan segala problematikanya tidak diperhatikan. Dalam hal ini, kekuasaan yang diraihnya bukan untuk kemaslahatan bersama. Namun, untuk memuaskan diri dan kelompoknya. Mereka inilah yang sebenarnya penghianat bangsa yang wajib kita lawan. Tentu yang dilawan adalah karakter “bandit” yang menggerogotinya.

Ironinya lagi, ketika sebagian dari pemimpin-pemimpin kita terkena masalah hukum, seolah lamban prosesnya, berbelit-belit, penuh dengan teka-teki dan sandiwara. Dan ketika buktinya sudah sangat kuat, ternyata di pengadilan vonis hukumannya jauh dari nilai-nilai keadilan. Publik pun semakin mengelus dada. Ternyata demokrasi masih stagnan atau bisa dikatakan mengalami kemunduran. Bagaimana tidak, hukum pun bisa dinego alias ditawar. Maka benar jika ada yang beranggapan bahwa hukum di negara kita tajam ke bawah, tumpul ke atas. Artinya bagi kita-kita yang lemah, tak bermodal, tak berkuasa, dan tak ada di lingkaran elit pejabat publik, berhati-hatilah jika tersandung kasus hukum. Sebab, hukumanya bisa berat bahkan bisa terkena pasal yang berlapis-lapis. Beda halnya dengan mereka yang berduit, punya jabatan, berada di lingkaran elit penguasa, bisa tenang-tenang saja ketika terlibat kasus hukum. Sebab, dalam pikirannya, hukuman bisa dikompromikan dengan nominail rupiah.

Sebagian pemimpin kita pun juga dengan santainya melabrak norma hukum. Sama sekali tidak ada perasaaan malu dan bersalah ketika kejahatannya terbongkar dan menjadi perbincangan rakyat se-Indonesia. Kadang, dengan gagah dan berani melawan pihak-pihak yang dirasa merusak citra dan reputasinya. Padahal, aksi korupnya sudah jelas-jelas terbukti. Herannya, mereka masih mengelak dengan segala strategi, jurus, dan retorikanya. Padahal, kita semua sudah tidak mudah dibohongi oleh pejabat publik yang berwatak bandit. Akal liciknya tidak selamanya bisa disembunyikan. Sebab, yang namanya bangai, cepat atau lambat, baunya akan terendus. Tinggal, bagaimana para penegak hukum bisa menindak perbuatan tercelanya tersebut.

Baca Juga :  SAMPAH

Jujur, kita semua benar-benar mendambakan kehadiran pemimpin yang amanah dan bersedia melayani rakyat sepenuh hati. Bukan hanya berbaik-baik, bermanis-manis, dan berlemah-lembut ketika hendak mencalonkan. Kita semua tidak butuh retorika politik yang tujuan utamanya sekadar menjadi penguasa. Kita membutuhkan kehadiran figur pemimpin yang perkataan dan perbuatannya selaras dan bisa dipertangungjawabkan. Pemimpin yang hatinya penuh dengan kasih sayang kepada rakyatnya. Sebab, tidak semua pemimpin memiliki kepekaan dalam membaca ragam realitas dan persoalan yang sedang dialami rakyat. Tidak semua pemimpin memiliki empati dan simpati terhadap kesengsaraan dan penderitaan yang dialami rakyat. Pemimpin semacam itu, berkomitmen dan bersungguh-sungguh menjalankan sumpah janjinya. Dia akan mengabdikan dan mendedikasikan dirinya untuk terwujudkanya tatanan masyarakat yang aman, adil, dan makmur. Dia rela mengorbankan waktu, tenaga, materi, pikiran, raga, dan bahkan jiwanya untuk kepentingan nusa dan bangsa.

Iklan
Iklan