Oleh: AHMAD BARJIE B
Di awal tahun pelajaran dan akademik baru, banyak orang tua dan siswa lulusan SLTP/SLTA yang gelisah. Mereka umumnya ingin sekolah di lembaga pendidikan bermutu, dan atau kuliah di perguruan tinggi (PT) bergengsi yang lebih menjanjikan cepat bekerja. Namun mereka dihadapkan pada kemampuan ekonomi yang tidak selalu menggembirakan. Seyogianya sekolah dan PT berlomba menawarkan biaya sekolah dan kuliah yang relatif murah, sehingga banyak siswa dapat memasukinya. Tetapi kenyataan yang sering terjadi, lembaga pendidikan cenderung menjadikannya kesempatan memungut biaya pendidikan yang tinggi. Tak sedikit orang tua dan anak dilanda pesimis bercampur putus asa. Mereka ingin pintar, tapi untuk pintar harus membayar mahal.
Di tengah dilema ini, kita menyarankan agar orangtua dan anaknya tetap optimis. Upayakan sekolah dan kuliah dimana saja yang memungkinkan. Insya Allah jika otak bagus dan nasib mujur, ke depan anda akan jadi orang, meskipun bersekolah di lembaga pendidikan yang biasa saja. Sudah banyak terbukti dan teruji, orang-orang yang hebat tidak selalu muncul dari lembaga pendidikan bergengsi dan mahal.
Salah satunya adalah Prof Dr H Mujiburrahman MA, seorang cendekiawan Kalsel saat ini yang juga Rektor UIN Antasari. Mujib, panggilan akrabnya, yang menguasai beberapa bahasa asing ini penulis produktif di media daerah, nasional, bahkan jurnal internasional. Ia juga penulis buku yang piawai, tak hanya bidang agama dan lintas agama sesuai kompetensinya, juga politik dan budaya. Ia sering menjadi narasumber seminar di daerah dan sejumlah provinsi tanah air dan mancanegara. Lulusan Islamic Studies Mc Gill Montreal Kanada dan Universitas Utrect Belanda ini, pernah mau ditarik ke pusat, namun ia lebih memilih mengabdi di daerah. Ia juga ditawari memimpin sebuah lembaga yang cukup basah, kembali ditolaknya, karena baginya uang bukan segalanya.
Menarik dari sosok Mujib, bukan semata kariernya yang cemerlang, atau pandidikan pascasarjananya yang bergengsi, tapi justru pada pendidikan menengahnya. Bila dilihat riwayat pendidikannya, ternyata Mujib menjalani pendidikan menengah di Pondok Pesantren (PP) Al-Falah Banjarbaru dan PP Al-Istiqamah Banjarmasin. Kedua PP ini di mata masyarakat bukan tergolong unggulan, melainkan biasa-biasa saja. Tapi dari lembaga pendidikan yang biasa ini, justru lahir banyak tokoh intelektual, di antaranya Dr Mujib, Pimpinan PP Al-Falah KH Abdurrahman asal Kandangan Lama Tanah Laut, adalah seorang ulama dan dai yang terkenal, yang menurut saya tak kalah dengan dai nasional, juga lulusan almataternya. Dr Ahmad Sagir MA, Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi dan kini Pembantu Rektor UIN Antasari juga lulusan Al-Falah.
Tidak sedikit lembaga pendidikan yang mengklaim dirinya plus, unggulan, favorit, model, modern, bertaraf nasional bahkan internasional, belum melahirkan out put yang dibanggakan. Terlebih usai Ujian Nasional beberapa tahun lalu diberitakan, ada sejumlah sekolah/madrasah reguler yang mampu mencapai kelulusan tinggi, bahkan 100 persen. Sebaliknya ada sekolah unggulan, tingkat kelulusannya di bawah itu. Artinya, siswa yang bersekolah di lembaga unggulan atau bukan, jika sama-sama belajar rajin, dan penilaiannya objektif – bukan rekayasa – hasilnya relatif sama. Membedakan keduanya sarana dan prasarana, kompetensi guru dan tentu juga duit alias bayarannya.
Selain Mujib banyak tokoh, pejabat, pengusaha, ketika sekolah dulu tidak ditunjang oleh lembaga pendidikan yang secara fisik lengkap. Mereka sekolah di lembaga yang pas-pasan bahkan serba kekurangan. Tapi mereka dididik oleh guru-guru yang penuh dedikasi, yang tidak pernah berhitung untung rugi dalam mengajar. Guru-guru yang benar-benar all out, yang memperhatikan, menyayangi dan ingin anak-anak didiknya maju.