Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Memuliakan Buruh

×

Memuliakan Buruh

Sebarkan artikel ini
IMG 20250502 WA0020

Oleh : H Akhmad Surkati, S.Ag, M.Si
Pemerhati Buruh

Setiap tanggal 1 Mei diperingati hari buruh internasional. Siapakah buruh itu?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), buruh berarti orang yang bekerja untuk orang lain dan mendapatkan upah atau imbalan. Buruh juga sering disebut sebagai pekerja.

Kalimantan Post


Sesungguhnya jika menyadari status masing masing, maka sejatinya adalah pekerja (aamil), yang melakukan satu pekerjaan karena niat ingin bermanfaat bagi diri dan orang lain, sekaligus beribadah kepada Allah dengan imbalan ridhaNya dan pahala yang ditukar dengan surga.


Apabila seseorang ditanya pekerjaannya, jawabannya variatif; ASN, swasta, petani, dosen, dokter, anggota dewan, bupati penyanyi, buruh perusahaan, dan sejumlah pekerjaan lainnya.


Semua status pekerjaan itu mendapatkan imbalan jasa yang berbeda beda. Diantara pertimbangannya adalah faktor keahlian dan tenaga yang diberikan. Sementara besaran gaji biasanya disesuaikan pada kemampuan lembaga yang mempekerjakan.


Mendapatkan upah, dimanfaatkan untuk nafkah diri dan keluarga, maka dapat dipastikan siapapun pasti mencari dan membutuhkan uang untuk modal hidup. Tidak terkecuali profesi penceramah yang mendapatkan penghargaan usai pengajian. Berbeda dengan pekerjaan buruh di perusahaan yang karena peraturan sudah dapat dipastikan berapa jumlah upah yang diterima dan kapan dibayar.

Lebih jauh tentang buruh,
Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 misalnya, sudah mengatur beberapa hak buruh seperti; upah yang layak, waktu kerja, istirahat, keselamatan, kesehatan kerja, cuti, perlindungan hukum, jaminan sosial, pendidikan dan pelatihan, serta perlakuan yang adil tanpa diskriminasi.


Kondisi ideal tentu diharapkan terwujud, buruh yang sejahtara, berkeadilan sosial, dan memiliki status yang bersederajat sama dengan profesi lainya.


Namun fakta yang terjadi, sering kali media massa atau media sosial memberitakan demonstrasi buruh menuntut berbagai hak yang belum sesuai. Di luar negeri tenaga kerja Indonesia, khususnya kalangan perempuan- pekerja rumah tangga, terkadang mendapatkan perlakuan tidak manusiawi oleh orang rumah, seperti diperkosa dan bekerja dalam tekanan, serta setumpuk gambaran nasib buruk lainnya yang menimpa para pekerja.

Baca Juga :  Anak Kita, Cermin Masa Depan Bangsa


Lantas bagaimana Islam melihat persoalan ini.
Sejak awal perkembangan agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW telah nyata menandaskan tidak ada perbedaan (diskriminasi) antara manusia satu dengan lainnya kecuali takwa.


Seseorang di mana dan kapanpun berkemampuan mengerjakan kebaikan dan menghindari keburukan disebut bertakwa. Orang bertakwa adalah pelaku keadilan. Siapa pun dia, dalam berbagai kesempatan publik, (peranan kaum buruh) dipastikan mempengaruhi kehidupan sosial, politik dan ekonomi.


Dengan cara inilah dunia baru dibangun untuk memertabatkan manusia sebagai pemimpin bumi. Sebab seseorang adalah bagian dari umat manusia di dunia yang diharapkan berkontribusi kebaikan.


Karena itu Sahabat Rasul namanya Bilal bin Rabah yang disiksa oleh majikannya sebab masuk Islam harus diselamatkan dengan cara ditebus oleh Abu Bakar dan akhirnya Muazin Rasul ini merdeka dari budaya perbudakan.
Islam hadir dengan rahmat, menyelamatkan manusia dari kekerdilan pandangan dan memuliakan manusia dengan berbagai ajaran yang menyatukan umat.


Haram hukumnya menzalimi manusia secara pisik dan non pisik. Menyiksa pisik seperti bekerja di luar ketentuan, dipukul, diperkosa. Non pisik dihina, dibohongi, difitnah. Semua tindakan ini haram dilakukan oleh siapapun kepada orang lain.


Termasuk sikap seseorang yang menunda memberi upah kepada pekerja.


Dalam sebuah hadist; Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah SAW bersabda, “Berikanlah upah kepada pekerja, sebelum keringatnya mengering”. (HR Ibnu Majah)
Ada hubungan baik yang mesti dijaga, rasa bersyukur sebab telah terjalin silaturrahmi yang mendatangkan berbagai karunia, pemberi kerja puas sebab amanah telah dilaksanakan, pekerja mendapat upah yang digunakan untuk nafkah. Karena itu saling berterimakasih dengan cara saling menghormati kesepakatan, menyemangati istiqamah dalam kebenaran dan kesabaran. Selesai kerja langsung diupah. Menunda, berarti zalim, karena membuat pekerja susah. Tujuan hubungan manusia satu dengan yang lain yang dicapai adalah terjalin kerjasama yang berkeadilan. Pemimpin perusahaan yang adil mencipta rasa damai dan dicinta para karyawan. Para karyawan memiliki disiplin yang tinggi, etos kerja yang baik kuat dan berkomitmen berdisiplin waktu.

Baca Juga :  BERSABAR

Bahkan Islam juga mengatur pentingnya kejelasan nilai upah sebelum seseorang bekerja. Seperti hadist yang diriwayatkan Abu Sa’id, Rasul bersabda, “Jika kamu memperkerjakan orang, maka beritahukanlah upahnya”. (HR An-Nasai).


Menghargai pekerja dengan mempersilakan memilih untuk menerima atau menolak pekerjaan merupakan sikap yang membuat hubungan menjadi nyaman satu dengan lainnya, suasan pergaulan menjadi cair, saling percaya.


Budaya saling jujur, terbuka antara perusahaan dengan karyawannya, pemilik modal dan pekerja mencipta kinerja jauh lebih baik dan berdampak pada produk yang lebih berkualitas, bermanfaat bagi konsumen, berintegtitas dan bekerja maksimal menggunakan peruntukan waktu.


Sebagaimana firman Allah SWT, “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan saling berwasiat dengan kebenaran dan saling berwasiat dengan kesabaran”. (QS. Al Ashr : 1-3).


Surah ini memotivasi semua orang yang karena faktor suku bangsa, sosial budaya, jenis kelamin, pendidikan harus berbeda. Namun terkait hak dan tanggungjawab yang dimiliki tidak boleh timpang, sebab akan bermasalah pada kebersamaan hidup yang mesti saling menghargai, sebab kehadiran buruh misalnya amat menentukan untuk kelangsungan hidup yang damai dan sejahtera. Maka tentu nurani membenarkan manusia itu makhluk mulia.

Iklan
Iklan