Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Butuh Transformasi Total, Bukan Hanya Ekonomi Digital

×

Butuh Transformasi Total, Bukan Hanya Ekonomi Digital

Sebarkan artikel ini

Oleh : Haritsa
Pemerhati Generasi dan Kemasyarakatan

Era teknologi digital hari ini memang mendorong adaptasi hampir semua aspek hidup manusia untuk mengadopsi sarana digital. Ada smart city, E- education hingga digitalisasi ekonomi.

Baca Koran

Digitalisasi mengambil alih cara-cara konvensional dalam pemasaran dan transaksi-transaksi ekonomi. Digitalisasi bisa meluaskan jangkauan. Tentu peluang yang diberikan digitalisasi harus dimanfaatkan. Adopsi digital bagian dari keunggulan dan daya saing.

Pemerintah menggiatkan digitalisasi ekonomi, termasuk di Kalimantan Selatan. Salah satunya adalah dengan agenda Festival Antasari. Festival Antasari merupakan salah satu program pengembangan talenta muda dalam berbagai bidang, mulai dari seni budaya, UMKM, hingga digitalisasi ekonomi.

Tahun 2025 ajang promosi budaya, inovasi pemuda dan ekonomi digital ini dibuka pada 27 Mei lalu di gedung Mahligai Pancasila (kalimantan post. com, 31/05/2025).

Namun apakah digitalisasi ekonomi menjadi faktor utama untuk pembangunan dan kemajuan ekonomi?

Digitalisasi di Iklim Kapitalisme

Transformasi ekonomi digital yang digaungkan, tidak menyentuh akar persoalan ekonomi. Era ini rakyat dan negara mengalami keparahan persoalan ekonomi. Terjadi kelesuan dunia usaha, gelombang PHK, tingginya angka kemiskinan dan pengangguran serta daya beli masyarakat yang tergerus. Bonus demografi dengan limpahan penduduk usia produktif serta kebutuhan konsumsi seharusnya menggerakkan roda ekonomi. Namun mengapa ekonomi lesu? Semua masalah tersebut berkelindan dan menjadi lingkaran setan yang sulit diputus. Perlu intervensi negara. Namun apakah negara mampu mengatasi dengan penerapan sistem kapitalisme yang semakin liberal?

Tatanan ekonomi kapitalisme tidak menciptakan iklim usaha dan kerja yang kondusif. Daya saing dan persaingan yang sehat dan adil tidak terwujud. Sistem ini mengkondisikan kesenjangan dan ketergantungan dimana akses ekonomi hanya dikuasai oleh pemilik modal. Hal ini terjadi karena sistem sekuler kapitalisme berdiri di atas prinsip kebebasan kepemilikan. Tabiat dan konsekuensi kebebasan kepemilikan adalah akumulasi yang modal dan monopoli. Alamiahnya manusia bekerja untuk barang dan jasa dengan ketersediaan sumber daya yang mudah dijangkau sulit terealisasi.

Baca Juga :  KINERJA LEGISLATID DI DAERAH

Kondisi rakyat makin sulit dengan posisi negara yang hanya berperan sebagai regulator, penetap regulasi dan lemah keberpihakan terhadap rakyat. Negara lebih tergantung dan melayani kepentingan para kapitalis.

Jika model ekonomi digital saat ini tetap dibingkai dalam sistem kapitalistik, mana yang kuat menguasai pasar, sementara pelaku kecil tetap marginal. Contoh nyata adalah banjirnya barang impor dari negara-negara industri maju. Patut dipertanyakan, bagaimana keberpihakan negara dan bagaimana visi ekonomi?

Karenanya selama dalam kerangka kapitalisme, pembangunan dan kemajuan ekonomi tidak akan tercapai. Digitalisasi tidak akan terlalu berpengaruh. Ekonomi digital harus berada dalam sistem yang sahih. Perlu transformasi total yang menyentuh perubahan pada pilar ekonomi, yaitu kepemilikan, hak pengelolaan dan distribusi kekayaan. Selain itu mutlak ada perubahan orientasi atau politik ekonomi.

Dalam Islam, pembangunan ekonomi, termasuk ekonomi digital, harus dibingkai dalam sistem syariah yang utuh. Sistem ekonomi Islam mengatur aspek-aspek mendasar, yaitu kepemilikan, pengelolaan dan distribusi kekayaan di tengah masyarakat. Politik ekonomi atau arah ekonomi adalah jaminan pemenuhan bagi tiap individu untuk pemenuhan kebutuhan fisik dan non fisik serta memberi peluang untuk pemenuhan kebutuhan pelengkap. Dua aspek ini, yaitu sistem dan politik ekonomi akan berkolaborasi untuk mendorong dunia usaha dan dunia kerja. Akses terhadap sumber daya ekonomi terbuka bagi rakyat karena tidak ada penguasaan dan monopoli oleh para kapitalis, terlebih peran negara yang harus memastikan pemenuhan kebutuhan rakyatnya.

Selain itu penerapan syariat kaffah di bawah khilafah mengamanahkan negara sebagai roin, pengurus rakyat dan mengelola kepemilikan negara dan kepemilikan umum untuk kemaslahatan umat.

Terkait digitalisasi, Islam tidak menolak teknologi, tetapi mengarahkannya untuk kemaslahatan umat. Dalam sistem khilafah, negara wajib memfasilitasi kemajuan teknologi dengan menyediakan infrastruktur, pendidikan digital gratis, dan perlindungan pasar lokal. Ekonomi digital harus memperhatikan tidak adanya larangan riba, gharar (spekulasi), dan maysir (perjudian).

Baca Juga :  Butuh Transformasi Total, Bukan Hanya Ekonomi Digital

Dengan sistem Islam dalam naungan khilafah, teknologi menjadi alat untuk melayani umat, bukan alat eksploitasi ekonomi. Maka akan terwujud kesejahteraan bersama serta kekuatan ekonomi negara. Wallahu alam bis shawab.

Iklan
Iklan