Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Pahlawan Kebudayaan dan Kesenian (Mengenang Titiek Puspa)

×

Pahlawan Kebudayaan dan Kesenian (Mengenang Titiek Puspa)

Sebarkan artikel ini
Ahmad Barjie B
Ahmad Barjie B

Oleh: Ahmad Barjie B
Penulis beberapa buku sejarah dan budaya Banjar

Banua Banjar Kalimantan Selatan mendadak ikut terkenal sehubungan dengan meninggalnya Hj Sudarwati alias Titiek Puspa Kamis sore di RS Medistra, dan dimakamkan Jumat 11 April 2025 lalu di Tanah Kusir Jakarta. Pasalnya, Titiek Puspa putri pasangan Jatin Toegeno Puspowijojo dan Siti Maryam itu memang lahir di Murung Pudak Tanjung Tabalong Kalimantan Selatan di masa pemerintahan Hindia Belanda 1 November 1937.

Baca Koran

Usianya saat meninggal sudah 88 tahun, sebuah usia yang terbilang tua dan rata-rata teman seangkatan bahkan lebih muda darinya sudah mendahuluinya. Karena itu ketika akhir-akhir ini ia sering keluar masuk rumah sakit, ia menyatakan kepada orang-orang dekatnya, bahwa ia sudah pasrah dan sudah siap jika Gusti Allah memanggilnya. Sejak 5 tahun terakhir, Eyang Titiek Puspa, panggilan akrabnya, sudah mewasiatkan, jika ia meninggal, keluarga dan kenalan dekat hendaknya melayatnya dengan memakai baju putih.

Banyak tokoh nasional dan para artis datang ke rumah duka untuk mendoakannya, di antaranya mantan Presiden SBY. Sementara Joko Widodo, Prabowo Subianto, Anies Baswedan dan lain-lain mengirim bunga duka cita. Hetty Koes Endang, Vina Panduwinata, Inul Daratista, Slamet Rahardjo Djarot dan banyak lagi tidak bisa menyembunyikan kesedihannya.

Penyanyi Istana

Menyanyi sebagai hobi sudah ia lakoni sejak usia kanak-kanak. Hobinya menyanyi ia salurkan di mana saja dan dengan cara apa saja, bahkan secara sembunyi. Ayahnya, seorang pegawai Pertamina Shell di Murung Pudak semula menghendaki anaknya ini serius sekolah dan mendidiknya dengan disiplin. Maklum, pegawai atau karyawan zaman Belanda saat itu rata-rata sangat disiplin dalam mendidik anak-anak, termasuk dalam rumah tangga.

Titiek Puspa tidak bisa menyimpan bakat dan hobinya menyanyi, dengan tetap rajin belajar dan sekolah untuk menghormati orangtuanya. Nama samaran Titek Puspa, itu juga dimaksudkan untuk menghormati orangtuanya, Puspowijoyo. Nama sebenarnya yang tidak populer adalah Sumarni kemudian berganti Sudarwati. Nama saudara kandungnya Sri Sunaryati, Sumarningsih, dan Sumarmadi.

Titiek Puspa berkarier di dunia seni sudah lama sekali. Sejak 1954, di usia 7 tahun ia sudah menjadi Bintang Radio di Semarang. Selanjutnya menjadi penyanyi tetap di Orkes Simfoni RRI Jakarta asuhan komponis Syamsul Bahri. Presiden Soekarno yang terkesan dengan kemahirannya menyanyi kemudian memintanya menjadi penyanyi istana. Lensois, grub musik bentukan Soekarno di awal tahun 1960-an adalah tempat Titiek Puska berkiprah sebagai penyanyi guna menyambut para tamu penting dan tamu kehormatan dari negara-negara sahabat.

Baca Juga :  BEDA AGAMA

Titiek Puspa pernah dua kali menikah, juga dengan sesama seniman. Pertama dengan Zainal Ardi, menikah tahun 1959 sampai 1968, kedua dengan Mus Mualim yang menikahinya pada 1970 sampai meninggalnya 1991. Dari perkawinan ini ia memiliki dua anak, yaitu Ella Puspasari Kamarullah dan Petty Tanjung Sari Murdago.

Serba Bisa

Bagi Titiek Puspa, berkesenian merupakan panggilan bakat, hobi sekaligus profesi yang mendatangkan penghasilan. Di masa-masa kehidupan keluarga mengalami kesulitan, diakuinya penghasilan dari dunia kesenian juga dibutuhkan. Tetapi ketika sudah relatif mapan, dunia kesenian tetap digelutinya sebagai panggilan hobi dan medan pengabdian. Berbeda dengan sebagian seniman, apalagi artis film, ketika tidak lagi laku alias masa kejayaan film sudah menurun, mereka meninggalkannya dan memilih dunia lain.

Itu sebabnya boleh dikatakan di semua ranah kesenian digeluti oleh Titiek Puspa; mulai dari penyanyi, pencipta lagu, pemain film, penulis naskah cerita film, pengamat seni dan segala macam. Di film, peran apa saja mampu ia mainkan dengan apik. Dalam Film “Gadis” yang diproduksi tahun 1980 misalnya, ia mampu menjadi “ibu” dari Dewi Yull (Gadis) yang hidup sebagai jongos (pembantu) di tengah keluarga pegawai Belanda (Deddy Soetomo), sehingga Ray Sahetapy (Jaka) salah seorang anak muda keluarga ningrat jatuh cinta, dan selanjutnya menjadikannya sebagai istri dalam dunia nyata.

Meskipun lagu-lagunya tidak secara langsung berbicara agama, namun ia mampu menyelipkan pesan-pesan agama untuk semua. Ingat lagu “Mama” yang diciptakannya, dan dipopulerkan oleh mendiang Eddy Silitonga, membuat kita tersentuh dan sadar, betapa jasa seorang ibu tidak terkira dan tidak tergantikan.

Titiek Puspa tidak banyak mencipta lagu-lagu cinta. Ia lebih concern dengan lagu-lagu bertema hubungan orangtua dan anak, pendidikan, cinta alam dan lingkungan hidup serta cinta tanah air, sehingga cocok dinyanyikan anak-anak dan orang dewasa. Ini barangkali salahsatu dari kekurangan atau malah kelebihannya ketimbang sebagian penyanyi lain yang banyak berkutat di lagu-lagu bertema percintaan. Tampak ia tidak mengejar materi dan pasar dalam mencipta dan lebih berpretensi mendidik melalui lagu. Titiek kelihatannya lebih senang dengan lagu yang bernada kocak ketimbang bertema cinta. Ingat lagu “Apa-apanya Dong” yang dinyanyikan oleh Euis Darliah, yang kemudian difilmkan dengan judul yang sama.

Baca Juga :  ANAK NAKAL

Dalam banyak kebolehan ini, Titiek Puspa memang tergolong pandai memelihara kecantikan, merawat diri, sehingga tampak jauh awet muda dari usianya sebenarnya. Dalam satu wawancara ia mengatakan, hanya makan dan minum seperlunya saja agar fisik tetap bugar. Karena itu ia tetap tampil prima hingga ujung usia.

Satu dari kelebihannya, meskipun terlihat cantik, ia tidak penah tampil genit dan seksi. Itu bukan saja ketika ia sudah beranak cucu dan buyut, tapi sejak masa muda. Tampilannya sederhana dan wajar tanpa pernah mengeksploitasi atau memanfaatkan kecantikan tubuh. Mengingat usianya, ia juga senang dipanggil atau menyebut diri Eyang.

Penyanyi legendaris tiga zaman ini telah menyelesaikan tugasnya. Mantan Presiden SBY, sewaktu melayat almarhumah mengatakan, Titiek Puspa adalah salahseorang pahlawan kebudayaan dan kesenian Indonesia yang sulit dicari padanannya, baik sebelum maupun sesudahnya. Banyak orang merasa berutang budi dan kehilangan atas kepergiannya. Tidak berlebihan kalau ia dimakamkan di area makam pahlawan nasional di Pekuburan Tanah Kusir, yaitu makam sejumlah pahlawan yang meminta untuk tidak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata.

Uzkuru mahasina mautakum wa kuffu an masawihim (Ingatlah/sebutlah kebaikan orang yang meninggal di antara kamu dan jangan kau ingat/sebut keburukannya). Semua manusia tidak ada yang sempurna. Ada kelebihan dan kekurangan. Ketika seseorang meninggal, tugas kita adalah mengingat jasa baiknya dan meneruskannya. Semoga ke depan masih ada orang yang meneruskan bakti di bidang kebudayaan dan kesenian sebagaimana telah dilakoni oleh Eyang Titiek Puspa. Wallahu A’lam.

Iklan
Iklan