Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Ramadhan Berkah, Tanpa Ghibah

×

Ramadhan Berkah, Tanpa Ghibah

Sebarkan artikel ini

Oleh : Ismail Wahid
Pemerhati masalah keagamaan

Sudah menjadi kebiasaan, bahwa setiap manusia condrung menyukai aktivitas

Baca Koran

berkumpul dan ngobrol tentang berbagai hal. Berkumpul di satu sisi bisa digunakan untuk saling bertukar pengalaman, sharing pendapat, curhat dan berceritera ke sana kemari, sehingga menjadikan perkumpulan menjadi ramai dan meriah. Namun jika tidak berhati-hati, dengan forum seperti itu bisa menjebar menjadi forum sia-sia yang dihiasi dengan ghibah. Dan ini sungguh sangat berbahaya.

Sebenarnya ghibah (menggunjing orang lain) tetap dilarang setiap saat. Namun, melakukan ghibah saat berpuasa ternyata memiliki efek negatif lain yang kontra produktif dengan anjuran mengisi hari-hari puasa di bulan Ramadhan dengan sederet amaliah “pengundang” pahala. Disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara marfu’ dari Nabi SAW, beliau bersabda : “Sesungguhnya puasa itu menjadi temeng, selama temeng itu tidak dirusaknya”. Ditanyakan kepada beliau, “Dengan apa

temeng itu dirusak”. Beliau menjawab, “Dengan dusta dan ghibah”.

Disebutkan di dalam Musnad Iman Ahmad, bahwa Nabi SAW bersabda : “Ada dua wanita yang berpuasa pasa masa Rasulullah SAW, keduanya hampir tewas karena kehausan. Hal itu diberitahukan kepada Nabi SAW, tetapi beliau berpaling dari keduanya. Kemudian keduanya memberi tahu Nabi, lalu beliau memanggil dan memerintahkan keduanya untuk memuntahkan segala yang ada diperutnya. Kemudian keduanya memuntahkan nanah, darah dan segelas besar daging segar. Rasulullah SAW kemudian bersabda, “Kedua wanita itu berpuasa dari sesuatu yang dihalalkan Allah, namun berbuka dengan sesuatu yang diharamkan Allah, mereka berdua duduk-duduk sambil memakan daging manusia”.

Bahkan ghibah ditegaskan Allah dalam Surat Al-Hujurat ayat 12, “Laksana memakan bangkai manusia”. Semoga kita menjadikan hadits di atas sebagai “cambuk jiwa” agar dirinya tidak terjebak dalam perangkap ghibah seperti kedua wanita di atas.

Baca Juga :  Kader Peduli Pendidikan Dari Akar Rumput Sinergi Orang Tua Dan Sekolah Dalam Semangat Tri Dharma Uniska

Syekh Shaleh Al-Fauzan dalam kitabnya Ittihaf Ahlil Iman bi Durus Syahry Ramadhan menjelaskan “Kejadian yang menimpa kedua wanita tersebut di sisi Rasulullah SAW merupakan mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada Rasul-Nya untuk menjelaskan kepada umatnya, bahwa ghibah mempunyai pengaruh yang sangat buruk. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi, “Dan janganlah sebahagian dari kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah salah seorang dari kalian suka kalau memakan

daging bangkai saudaranya”.

Hadits di atas menunjukan bahwa ghibah bisa membatalkan puasa secara maknawi, yakni batalnya pahala berpuasa orang yang melakukannya. Dan ini adalah pendapat jumhur ulama.

Ghibah memang tidak membatalkan puasa secara zhahir, yang mewajibkan qadha’ Namun, ghibah merusak pahala puasa bagi orang yang melakukannya. Setujukan Anda bila puasa Anda “nihil pahala”, tak mendapatkan apa-apa, kecuali lapar dan haus semata.

Bukankah ghibah haram hukumnya. Ibnu Hajar Al-Haitsami mengatakan, “Menurut beberapa dalil yang shahih dan sharih (jelas), bahwa ghibah termasuk dosa besar. Tetapi derajatnya berbeda-beda tergantung dengan kerusakan yang ditimbulkan olehnya”. Rasulullah SAW menjadikan ghibah sederajat mengambil harta orang dan membunuh jiwa. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Dawud, Rasulullah SAW bersabda, “Setiap muslim dengan muslim yang lain haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya”.

Mengambil harta orang lain dan membunuh, keduanya adalah dosa besar menurut ijtima’ (kesepakatan ulama). Demikian juga dengan menodai kehormatan (ghibah)”. Kenapa saking bahayanya ghibah, sehingga para ulama salafus Shalih mewanti-wanti kita untuk mengusirnya dari pribadi kita. Karena, ghibah adalah penyakit dan perbuatan menjijikan. Salman Al Farisi RA telah menulis kepada Abu Darda RA, ia berkata, “Saya, wasiatkan kepadamu untuk selalu menyebut-nyebut Allah, sebab dia adalah obat. Dan saya melarang kamu untuk menyebut-nyebut manusia, sebab dia adalah penyakit”. Ibnu Abbas RA, berkata, “Sesungguhnya Allah membuat perumpamaan ghibah laksana memakan bangkai manusia, sebab memakan daging orang yang sudah mati adalah haram dan kotor. Demikian juga dengan hibah, haram hukumnya dalam agama dan najis dalam jiwa”.

Baca Juga :  DASAR NEGARA DAN KEHIDUPAN

Diriwayatkan dari Amru bin ‘Ash RA, bahwa suatu hari la melewati bangkai seekor kuda, kemudian ia berkata kepada sebagian temannya, “Jika seseorang memakan bangkai ini sampai memenuhi perutnya, niscaya itu lebih baik dari pada ia memakan daging saudaranya muslim (ghibah)”. Ali bin Husain pernah mendengar seseorang yang menceritakan aib orang lain, kemudian ia berkata, “Jauhkan dirimu dari ghibah, sesungguhnya ghibah adalah makanan anjing-anjing manusla”.

Orang yang suka berbuat ghibah juga akan mengalaml penderitaan di akherat nanti. Dan, ini sungguh memilukan hati. Rasulullah SAW. bersabda yang artinya. “Tatkala melakukan mi’raj, aku melewati sebuah kaum yang berkuku panjang dari tembaga. Mereka mengaruk-garuk wajah dan dada mereka Aku bertanya, “Siapakah mereka wahai Jibril”. Jibril menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia dan menghancurkan kehormatan mereka”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

Semoga beberapa perkataan dan riwayat yang dikemukakan di atas, menjadikan kita bersikap waspada terhadap perbuatan ghibah. Semoga pahala yang kita dapatkan selama bulan Ramadhan ini tidak tercemar atau terhapus dari catatan amal kita, karena dosa ghibah yang kita lakukan. Dalam perjuangan puasa kita di dalam menahan lapar dan haus di bulan Ramadhan ini akan menjadikan kita dan keluarga menjadi orang yang muttaqein.

Iklan
Iklan