Harusnya para distributor gula disini bersinergi dengan Bulog Kalsel untuk bersama-sama menekan harga gula hingga mencapai HET.
BANJARMASIN, KP – Paska lebaran Idul Fitri harga gula pasir masih mahal dan bertahan sekitar Rp16.000 hingga Rp17.000 per kilo disejumlah pasar tradisional padahal Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp12500 perkilo.
Hamzah penjual gula pasir dikawasan Pasar Lama kepada wartawan menyebutkan, ia menjual gula pasir masih diharga Rp16000 perkilo karena sejak membeli didistributor besar sudah diangka Rp14500 per kilo.
Alasan distributor besar ia terkendala angkutan darat yang melambat karena didaerah penghasil gula seperti Surabaya masih akfif melakukan PSBB.
“Distributor disini masih menjual gula stok lama dengan harga masih tinggi, sebenarnya mudah saja menormalkan harga gula ini jika pasokannya lancar dan dinas terkait di Kalsel ini bisa menekan para distribur gula disini jangan semudahnya menaikan harga gula,” sebut Hamzah alumni STIE Indonesia ini Rabu siang.
Kepala Bulog Divre Kalsel Arif Mandu kepada wartawan Rabu siang menjelaskan, masih tingginya harga gula dipasaran diatas HET harusnya para distributor gula disini bersinergi dengan Bulog Kalsel untuk bersama-sama menekan harga gula hingga mencapai HET.
“ Jangan Bulog saja yang sendirian menekan harga gula hingga Rp12.500 kalau Bulog saja yang menekan harga gula jelas kewalahan hingga saat ini dengan stok kami sangat terbatas,” tegasnya.
Stok gula Bulog datangnya secara bertahap terakhir sekitar 500 ton atau cuma 10 persen saja dari kebutuhan gula Kalsel sekitar 4000 sampai 5000 ton perbulan.
“Tentunya ini belum memberi efek signifikan walau sudah turun juga dari harga Rp20.000 perkilo menjadi Rp15000 hingga Rp16000 saat ini disejumlah pasar rakyat,” jelasnya.
Hal yang sama diungkapkan Kepala Dinas Perdagangan Kalsel H Birhasani dari keterangan Kemendag RI mengungkapkan, pasokan gula terhambat protokol kesehatan ini beberapa alasan yang menjadi penyebab kurangnya pasokan gula kristal putih (GKP) di pasar.
Salah satunya adalah belum maksimalnya realisasi impor oleh pabrik gula berbasis tebu yang sudah mendapatkan persetujuan impor gula.
Pasalnya, beberapa negara pemasok gula seperti India, Thailand dan Australia menerapkan lockdown untuk mengurangi perluasan Covid-19
Lockdown ini menyebabkan jalur transportasi dan logistik dari sentra produksi menuju pelabuhan muat di negara importir terganggu, sebutnya.
Selain itu, importir gula juga mengalami kesulitan mendapatkan kapal pengangkut karena adanya protokol kesehatan yang harus diikuti di negara asal impor, ujarnya menirukan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana.
Hal ini menyebabkan pasokan impor GKM sebagai bahan baku GKP yang semula diperkirakan akan masuk Indonesia pada Maret dan April 2020 menjadi Mei dan Juni 2020.
Ini berdampak pada pemenuhan GKP dan berakibat kurangnya pasokan gula pada masyarakat di bulan tersebut.
Karena adanya Covid-19, Wisnu pun mengatakan beberapa pabrik gula yang sudah mendapatkan izin impor mengalihkan sumber impor ke negara yang belum menerapkan lockdown secara ketat seperti Brasil dan Afrika, walaupun waktu tempuh untuk impor gula menjadi lebih lama.
“ Kemendag akan terus melakukan pemantauan dan pengawasan waktu importasi GKM termasuk proses produksi sampai distribusi oleh pabrik gula yang mendapatkan izin tersebut ke pedagang di pasar rakyat atau ritel modern,” tegasnya.
Bir juga mengatakan, alasan lain yang membuat stok GKP di pasar berkurang adalah bergesernya musim giling tebu akibat perubahan iklim musim giling yang biasanya dimulai pada Maret, bergeser menjadi Juni. (hif/K-1)