Siswansyah mengakui, pembahasan UMP 2021 memang tertunda akibat Covid-19 ini, sehingga sulit mengumpulkan pengusaha untuk memulai membahas rencana kenaikan UMP tersebut
BANJARMASIN, KP – Aliansi Pekerja dan Buruh Banua (PBB) Kalsel menuntut agar pemerintah segera membahas kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2020, karena menjelang akhir tahun.
“Kita menginginkan sebelum bulan Desember 2020, sudah diketahui berapa kenaikan UMP tahun 2021,” kata perwakilan Aliansi PBB Kalsel, Yoeyoen Indharto kepada wartawan, usai pertemuan dengan DPRD Kalsel, Senin (24/8/2020), di Banjarmasin.
Yoeyoen mengakui, cukup memaklumi kondisi pandemi Covid-19, namun ini bukan alasan untuk tidak membahas kenaikan UMP Kalsel, karena ini memang sejak awal harus dibicarakan.
“Pembahasan UMP ini memakan waktu cukup panjang, karena mempertemukan pengusaha dan serikat pekerja untuk menetapkan persentase kenaikan yang terbaik bagi semua pihak,” ujarnya.
Bahkan diharapkan upah minimum tahun depan dapat mengalami kenaikan lebih dari delapan persen, agar kehidupan pekerja dan buruh tidak semakin berat di tengah pandemi Covid-19 ini.
“Kasihan para pekerja, yang semakin terhimpit dengan meningkatkan biaya hidup, namun tidak diimbangi kenaikan upah yang memadai,” katanya lagi.
Selain itu, juga menyangkut bantuan langsung tunai (BLT) bagi pekerja dan buruh sebesar Rp600 ribu per bulan selama enam bulan, yang diharapkan dapat memperbaiki perekonomian pekerja.
“Kita takutnya ini tidak diberikan keseluruhan, namun berupa kuota, sehingga dikhawatirkan tidak diterima semua pekerja di perusahaan, sehingga menimbulkan kecemburuan,” tambah Yoeyoen.
Diakui, perusahaan sudah memasukan daftar pekerja yang berhak mendapatkan bantuan tersebut, namun ini semua tergantung pada BPJS Ketenagakerjaan untuk menyalurkannya. “Khawatirnya kita capek-capek berjuang, ternyata hanya sebagian anggota serikat pekerja yang mendapatkan bantuan tersebut,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalsel, Siswansyah mengakui, pembahasan UMP 2021 memang tertunda akibat Covid-19 ini, sehingga sulit mengumpulkan pengusaha untuk memulai membahas rencana kenaikan UMP tersebut.
“Kondisi perusahaan cukup goyah dengan pandemi ini, sehingga kita belum melakukan pembahasan,” kata Siswansyah.
Selain itu, hingga kini juga belum ada petunjuk teknis dari Kementerian Tenaga Kerja untuk pembahasan UMP tahun depan.
“Kita tunggu saja petunjuk teknis ini agar bisa segera melakukan pembahasan UMP,” tambahnya.
Selain itu, pertemuan untuk kesekian kalinya ini juga untuk menolak pembahasan RUU Omnibus Law Bidang Cipta Kerja yang kini dibahas DPR RI, yang dinilai merugikan kaum pekerja.
“Kita terus menolak RUU Omnibus Law ini agar tidak dilanjutkan,” tegas Yoeyoen.
Sementara itu, anggota DPRD Kalsel, H Karlie Hanafi mengakui, cukup prihatin dengan nasib pekerja dan buruh di Kalsel, terutama keluhan terhadap beberapa RUU yang kini dibahas DPR RI.
“Mereka keberatan dengan RUU Omnibus Law Bidang Cipta Kerja yang dirasakan merugikan kaum pekerja dan buruh,” ujar Ketua Fraksi Partai Golkar ini. (lyn/K-1)