Banjarmasin, KP – Berdasarkan data yang disampaikan KPU saat launcing daftar pemilih sementara (DPS) beberapa waktu lalu, perbandingkan jumlah pemilih laki-laki dan perempuan di Kalimantan Selatan ternyata masih lebih besar pemilih perempuan.
Total ada sebanyak 1.392.357 pemilih laki-laki dan 1.395.267 pemilih perempuan yang tersebar di 13 kabupaten/kota di Kalsel.
Sehingga, menarik jika kita melihat visi dan misi dari setiap bagi bakal pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kalsel. Apakah lebih berpihak kepada perempuan atau tidak.
Menanggapi hal itu, Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan (FISIP) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Varinia Pura Damaiyanti berharap, agar visi maupun misi kepala daerah tidak memihak kepada satu elemen di masyarakat.
“Sehingga bukan dikatakan pro terhadap kaum wanita, melainkan saya lebih bersepakat jika visi dan atau misi kepala daerah adalah visi misi yang responsif gender,” ucapnya pada Kalimantan Post, Rabu (16/09) siang.
Menurutnya Hal ini dirasa penting untuk di visikan oleh seorang kepala daerah, karena pengaruh gender di masa sekarang sudah menjadi hal yang tidak bisa ditinggalkan khususnya dalam hal pembangunan.
Dosen yang akrab disapa Arin itu menambahkan, visi misi yang responsif gender tersebut tidak serta-merta dikaitkan secara langsung dengan perbandingan pemilih antara laki-laki dan perempuan. Karena dalam hal ini, pada prinsip keadilan gender, tidak memandang jumlah pemilih mana yang besar atau kecil, banyak atau sedikit.
“Tetapi visi misi responsif gender yang dapat merangkul semua pihak dan menunjang pembangunan di daerah. Jadi misalnya sekalipun di Kalsel angka pemilih perempuan jauh lebih sedikit daripada laki-laki, visi misi seorang kepala daerah tetap harus responsif gender,” imbuh dosen jurusan Administrasi Publik FISIP ULM ini.
Termasuk di Kota Banjarmasin, Arin menyebut pentingnya visi misi seorang bakal pasangan calon Wali Kota Banjarmasin yang responsif gender. Terlebih dalam Sustainable Development Goals (SDGs) juga mencantumkan hal tersebut.
Disamping itu, di Pilkada Banjarmasin yang memiliki bakal calon kepala daerah dari kalangan wanita, tentunya diharapkan memiliki visi misi yang responsif gender tersebut.
Walaupun kepemimpinan yang berperspektif gender pada dasarnya tidak memandang siapa pemimpin tersebut, baik itu pemimpin laki-laki ataupun pemimpin perempuan tetaplah ia harus memiliki kepemimpinan yang berperspektif gender.
“Jadi saya tekankan sekali lagi, bukan visi misi yang pro terhadap kaum wanita. Melainkan visi misi yang responsif gender, yang diperlukan untuk membangun banua kita,” pungkasnya.
Selain itu, ia menambahkan, hal ini penting untuk menjadi perhatian oleh mereka yg terlibat dalam kontestasi pemilihan kepala daerah. Strategi untuk meraih suara kaum perempuan disebut dengan Gender Trends yangmelihat bahwa sifat serta perilaku pemilih perempuan berbeda dengan pemilih laki-laki.
Ia menilai, pemilih perempuan cenderung kurang independen dalam menentukan pilihannya, mereka lebih suka dengan adanya pertimbangan-pertimbangan dari pihak lain atau bahkan mengikuti pihak lain dalam menentukan pilihannya.
“Misalnya, perempuan cenderung akan mengikuti pilihan dari suaminya. Apalagi di Kalsel yg cenderung patriarkis dimana keputusan suami wajib diikuti oleh isteri. Maka kecenderungan seorang istri untuk mengikuti pilihan suaminya atas calon tertentu sangat besar kemungkinannya,” ujarnya.
Kemudian, ia melanjutkan, komunitas juga menjadi pertimbangan seorang perempuan untuk menjatuhkan pilihannya, pertimbangan dari teman dekat sepergaulan mengenai siapa yg akan dipilih dalam Pilkada juga punya peran besar sebagai referensi pilihan seorang perempuan.
Oleh karena itu, ia berharap agar KPU memiliki strategi khsus untuk meningkatkan partisipasi pemilih khususunya bagi para kaum perempuan.
Ia memaparkan, langkah pertama, KPU harus melakukan pemetaan tentang kelompok-kelompok target pemilih perempuan, sehingga nanti strategi atau model sosialisasi yg dilakukan oleh KPU dapat menyesuaikan dengan karakteristik kelompok-kelompok tadi.
Kedua, penting untuk mengangkat karakteristik atau kearifan lokal dalam sosialisasi. Misalnya dalam sosialisasi Pilkada ini KPU dapat menggunakan bahasa yang erat dengan kehidupan perempuan atau para emak-emak, hal ini bisa dilakukan melalui media massa atau iklan.
Konten pada iklan sosialisasi tersebut bisa menggunakan perempuan dengan berbahasa Banjar dan menampilkan keseharian seorang emak-emak.
Ketiga, pembentukan relawan demokrasi yang menyasar target pemilih perempuan. Menurutnya relawan demokrasi inilah yg bergerak secara personal pendekatan ke masyarakat khususnya pemilih perempuan untuk dapat meningkatkan suara pemilih perempuan.
Kemudian penting kiranya relawan demokrasi yg menyasar pemilih perempuan ini berasal dari kelompok perempuan itu juga, “misalnya apabila yag disasar para ibu rumah tangga maka relawan demokrasi yang bergerak juga harus dari kalangan ibu rumah tangga, agar sosialisasi dapat berjalan lebih mudah dan efektif,” tutupnya.
Untuk diketahui, berdasarkan sebarannya, pemilih perempuan juga mononjol di lebih dari separuh jumlah kabupaten/kota. Seperti halnya di Kota Banjarmasin, jumlah pemilih laki-laki sebanyak 219.002 orang, sedangkan pemilih perempuan sebanyak 228.610 orang.
Pun demikian di Kota Banjarbaru. Jumlah pemilih laki-laki sebanyak 81.267 orang, sedangkan pemilih perempuan 85.772 orang. Di Balangan, pemilih laki-laki 45.595, perempuan 45.746 orang.
Bahkan di Tabalong pun sama, jumlah pemilih laki-laki sebanyak 82.867 orang, sedangkan perempuan 83.785 pemilih.
Begitu hmjuga yang terjadu di Hulu Sungai Tengah (HST), pemilih laki-laki 92.093 orang, sedangkan perempuan 93.189 pemilih, di Hulu Sungai Selatan (HSS) pemilih laki-laki 82.703 orang, perempuan 83.556 orang, dan di Kabupaten Tapin, jumlah pemilih laki-laki 65.524 orang, perempuan 66.658 orang.(Zak/KPO-1)