Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Ekonomi

Pasar Malabar Makin Sepi, Para Pedagang Gigit Jari

×

Pasar Malabar Makin Sepi, Para Pedagang Gigit Jari

Sebarkan artikel ini
8 4klm 1
SEPI PENGUNJUNG - Puluhan Toko di Pasar Malabar terlihat tutup, Sabtu (1/2). Banyak pedagang memilih tak berkativitas di tengah Pandemi Covid-19. Selain pengunjung yang sepi, pedagang juga terbentur dengan masalah permodalan. (KP/Opiq)

Peningkatan luar biasa penjualan batu permata dan aksesorisnya, tambah Fauzi, terjadi sekitar tahun 2014. Dimana, saat itu sedang booming batu-batuan mulia khas Kalimantan Selatan, seperti Akik dan Red Borneo.

BANJARMASIN, KP – Menyusuri komplek pertokoan Pasar Malabar, di jalan Sudimampir II Banjarmasin Tengah, tak lagi terlihat kesibukan transaksi jual beli. Hanya ada segelintir orang yang membersihkan cincin perak di lapak penyepuhan.

Baca Koran

Di dalam lorong, puluhan toko terlihat tutup. Begitu pula, lapak-lapak penggosokan batu permata dan penyepuhan cincin di bagian trotoar jalan yang juga tidak buka.

Padahal, beberapa tahun lalu, kawasan ini dikenal sebagai sentral perdagangan batu mulia dan permata yang cukup terkenal di Banjarmasin.

Selain itu, ada pula pedagang-pedagang lainnya yang menjual barang konveksi pakaian, tas, sepatu dan kebutuhan sandang lainnya.

“Sudah beberapa tahun belakangan kondisinya sepi seperti ini. Lihat saja, banyak toko yang tutup,” ujar H Fauzi, seorang pedagang Pasar Malabar, Sabtu (2/1).

Menurutnya, banyak pedagang yang berhenti berniaga karena sepinya pembeli yang datang. Selain itu, sebagian pedagang ada yang sudah berusia lanjut dan tutup usia, namun tak ada yang melanjutkan usaha orangtuanya.

Peningkatan luar biasa penjualan batu permata dan aksesorisnya, tambah Fauzi, terjadi sekitar tahun 2014. Dimana, saat itu sedang booming batu-batuan mulia khas Kalimantan Selatan, seperti Akik dan Red Borneo.

Belum lagi, jenis batu permata dari daerah lain yang masuk ke Banjarmasin. Lapak-lapak penggosokan batu permata dan penyepuhan di Pasar Malabar pun terlihat dipenuhi antrean pelanggan kala itu.

“Seingat saya, tahun 2014 itu puncaknya penjualan batu-batuan mulia. Semua toko di sini selalu ramai pembeli. Omzet penjualan pun meroket. Tapi, kondisi itu hanya berlangsung sekitar 3 bulan saja. Setelah itu, kembali sepi,” tuturnya.

Fauzi menambahkan, situasi pandemi Covid-19 ini semakin mengurangi tingkat penjualan di tokonya. Pendapatannya dari berdagang batu permata dan aksesoris semakin anjlok.

Dikatakannya, sebelum wabah Corona, suasana di Pasar Malabar sudah sepi, apalagi saat pandemi ini. Ia memakai istilah, tokonya buka saja, tapi telurnya tidak pecah.

“Hari ini saja, dari pagi sampai siang tak ada pembeli yang datang. Sementara, pengeluaran kebutuhan sehari-hari pasti ada,” keluh pemilik Toko Amalia, yang menempati lantai dasar Pasar Malabar ini.

Kondisi sulit seperti ini, sambung Fauzi, entah kapan berakhirnya. Tak jarang, dalam setengah bulan baru ada barang dagangannya yang laku terjual.

“Belum lagi, jika barang di toko habis, saya tak bisa beli stok lagi. Modal tak bisa diputar, karena uang habis untuk keperluan sehari-hari. Belum lagi, retribusi pasar yang harus selalu dibayar,” imbuh Fauzi, yang sudah 37 tahun berdagang di Pasar Malabar.

Dia khawatir, jika situasi seperti ini dibiarkan berlarut-larut tanpa ada perubahan, Pasar Malabar ini akan tinggal kenangan.

Harus ada tindakan konkrit dan langkah strategis dari pihak-pihak terkait agar keberadaan Pasar Malabar ini bisa eksis seperti dulu.

“Mungkin, bisa melalui promosi yang gencar bagi para wisatawan, bahwa Pasar Malabar sebagai sentral perdagangan batu permata di setiap kali ada perhelatan atau even besar di Banjarmasin,” pungkasnya. (opq/K-1)

Baca Juga :  Harga Pertamax Naik Mulai 1 Juli 2025
Iklan
Iklan