Oleh : Mariana, S.Pd
Guru MI Al Mujahidin II Banjarmasin
Keputusan Mentri Pendidikan Nadiem Makarim untuk menghapus UN pada tahun 2021 ternyata mendapat respon positif. Saat ini, ujian Nasional dianggap tidak mampu memberi manfaat yang signifikant kepada siswa. Selain itu, penghapusan UN juga membuat tujuan belajar siswa tidak sekedar pada UN saja. Selama ini dapat dilihat oleh para guru bahwa UN tidak layak digunakan untuk penentu kelulusan.
Dengan ditiadakannya UN akibat wabah Covid-19, Nadiem mengakui tolak ukur pemetaan pendidikan nasional jadi terhambat. Namun menurutnya, pemerintah kini mempunyai lebih banyak waktu untuk menyempurnakan penilaian kompetensi yang tengah dikembangkan untuk menggantikan UN tahun 2021.
Meski UN telah ditiadakan, Nadiem menyebutkan bahwa sekolah bisa menjalankan berbagai opsi, salah satunya menyelenggarakan ujian sekolah secara online, agar tidak melakukan tes tatap muka yang mengumpulkan siswa dalam ruangan kelas.
Dalam hal ini Ikatan Guru Indonesia (IGI) juga mengusulkan dibuatkan sistem portofolio pencapaian siswa hingga akhir pendidikan sebagai pengganti penilaian dari UN. Ketua IGI M Ramli Rahim menjelaskan,bahwa pengganti UN dengan sistem portofolio ini merupakan tempat dimana catatan siswa tersimpan sejak mulai pertama kali masuk sekolah sampai kemudian tamat dari sana. Dari situ dapat terlihat dengan jelas bakat minat dan kemampuan siswa serta pencapaian pencapaian mereka mulai dari sejak pertama masuk sekolah hingga mereka menamatkan pendidikannya.
Khusus untuk pemetaan kebutuhan pemerintah terhadap dunia pendidikan hal ini bisa dilakukan tanpa harus melibatkan seluruh siswa, tetapi cukup dengan menggunakan sampel dan data statistik yang sangat baik. Dia menilai hasilnya akan tetap baik dan terlihat dengan data statistik yang baik.
Ikatan Guru Indonesia terus mendorong pemerintah agar kegiatan-kegiatan yang tidak banyak bermanfaat terhadap siswa dihapuskan dan digunakan untuk pengangkatan guru. Meskipun dinilai terlambat, IGI mendukung adanya penghapusan UN ini, karena dinilai tidak memiliki manfaat.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) akan menerapkan asesmen nasional sebagai pengganti ujian nasional pada 2021. Asesmen Nasional tidak hanya sebagai pengganti ujian nasional dan ujian sekolah berstandar nasional, tetapi juga sebagai penanda perubahan paradigma tentang evaluasi pendidikan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan, asesmen nasional tidak hanya mengevaluasi capaian peserta didik secara individu, tetapi juga mengevaluasi dan memetakan sistem pendidikan berupa input, proses, dan hasil. Potret layanan dan kinerja setiap sekolah dari hasil asesmen nasional ini kemudian menjadi cermin untuk kita bersama-sama melakukan refleksi mempercepat perbaikan mutu pendidikan Indonesia,
Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menilai, asesmen nasional sejalan dengan rencana Nadiem sebelumnya. Menurut dia, jika sebelumnya ada Asesmen Kompetensi Nasional (AKM), maka dalam konteks Asesmen Nasional, AKM menjadi bagian dari Asesmen Nasional.
Asesmen nasional juga mencakup tiga hal yakni AKM, survei karakter, dan survei lingkungan belajar. Artinya tidak ada yang berbeda. Penjelasan Mendikbud terkait tiga aspek asesmen nasional pengganti UN 2021 sudah lama diharapkan para pendidik mengenai Asesmen Nasional yang akan menjadi pengganti ujian nasional. Satriwan mengatakan, hal ini sudah lama diharapkan para pegiat pendidikan dan menilai, ujian nasional memang seharusnya tidak dijadikan penentu kelulusan. Apalagi, untuk membuat pemeringkatan baik bagi siswa maupun sekolah. Menurut Satriwan, dampak positif dari kebijakan ini adalah kelulusan tak lagi berbasis mata pelajaran sehingga hal ini mengurangi beban siswa baik dari sisi psikologis maupun ekonomi.
Dengan cara ini, siswa tak perlu lagi mengikuti berbagai bimbingan belajar Asesmen Nasional bukan untuk menguji pengetahuan siswa. Tapi hanya untuk mengukur bagaimana perkembangan kualitas pembelajaran. Sehingga, Asesmen Nasional tak berdampak bagi siswa dan guru. Beda dengan ujian nasional. Tantangan saat ini adalah perlunya sosialisasi kepada siswa maupun guru bahwa asesmen nasional bukan untuk pemeringkatan siswa. asesmen nasional bisa mengubah paradigma yang selama ini ada. Salah satunya, bagaimana membuat belajar tak lagi hanya bertujuan untuk ujian.
Motivasi belajar seharusnya untuk mengembangkan karakter, menambah wawasan, dan menambah kedalaman pemahaman. Dengan adanya asesmen ini diharapkan pemetaan-pemetaan yang dilakukan akan membawa perbaikan mutu. Misalnya, dari hasil asesmen diketahui ada kekurangan pada kemampuan guru menyampaikan suatu materi, maka harus dilakukan perbaikan.
Adapun, tidak adanya lagi ujian nasional menjadi tantangan bagi sekolah. Umumnya, sekolah berpandangan bahwa UN menjadi pengukur keseriusan siswa. Oleh karena itu, perlu dibangun kesadaran bahwa asesmen nasional bukan ujian nasional yang ada kaitannya dengan alih jenjang. Apa itu asesmen nasional? Mengutip dari laman Kemendikbud, Asesmen Nasional 2021 diartikan sebagai pemetaan mutu pendidikan pada seluruh sekolah, madrasah, dan program keseteraan jenjang sekolah dasar dan menengah.
Asesmen Nasional terdiri dari tiga bagian yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar. AKM dirancang untuk mengukur capaian peserta didik dari hasil belajar kognitif yaitu literasi dan numerasi. Mendikbud menilai, kedua aspek kompetensi minimum ini tersebut adalah syarat bagi peserta didik untuk berkontribusi di dalam masyarakat, terlepas dari bidang kerja dan karier yang akan mereka tekuni di masa depan.
Asesmen Nasional pada tahun 2021 dilakukan sebagai pemetaan dasar (baseline) dari kualitas pendidikan yang nyata di lapangan, sehingga tidak ada konsekuensi bagi sekolah dan murid. Penghapusan UN bukan solusi untuk masalah pendidikan karena juga masih ada ditiap sekolah yang pada tahun 2014 sudah memakai computer akan tetepi disekolah lain masih menggunakan kertas dan pensil. Direzim kapitalisme ini selalu melakukan perubahan kearah yang lebih maju akan tetapi tidak membuahkan hasil.
Namun asesmen ini tidak semua diikuti semua siswa, koresponden dipilih secara acak dengan jumlah maksimal 30 orang siswa SD/MI, 45 orang siswa SMP/MTS, serta 40 siswa SMA/MAN/MK disatuan pendidikan, pada rapat komisi DPR/RI secara online Nadim mengungkapakn dihapusknnya UN menurutnya UN terlalu beresiko jika digelar ditengah pandemi corona dan ujian UN sudah tidak menjadi syarat seleksi masuk ke perguruan Tinggi karena jika UN dihapus tidak terlalu berdampak terhadap perubahan pendidikan di Indonesia. Perubahan metode evaluasi hingga perubahan kurikulum pendidikan dalam sistem pendidikan saat ini membuktikan pendidikan produk sistem pemerintahan demokrasi kapitalisme memang penuh kelemahan.
Kita lihat sejak orde lama saja kurikulum pendidikan sudah 11 kali mengalami perubahan. Dan perubahan-perubahan ini bukan hanya membuat para pendidik gelabakan para siswa pun seolah dikorbankan karena posisi mereka tak lebih dari kelinci percobaan. Dunia pendidikan di negeri ini memang sudah nampak begitu bermasalah. Permasalahn itu ternyata visi,misi,tujuan, kurikulum, metode,evaluasi pendidikan bahkan tidak hanya tataran konsep tapi hal yang teknis pun demikian.
Buruknya anggaran membuat gap antara pusat dan daerah selalu dalam kondisi memprihatinkan, baik aspek aksesibilitas, ketersediaan sarana prasarana pendidikan hingga ketersediaan yang berkualitas. Tak bisa dipungkiri UN memang tidak mampu mengukur kualitas pendidikan karena gap kualitas pendidikan di jawa dan luar jawa sampai saat ini masih jauh.
Seolah olah yang diberi pendidikan standar hanyalah di daerah Jawa, hanya saja pergantian metode evaluasi pendidikan sebagaimana yang ditetapakan Nadiem Makarim yakni Asesmen Nasional juga dipastikan tidak menjamin perubahan output pendidikan, sebab sepanjang bangsa ini masih mengukuhi paradigma pendidikan sekuler yang didukung oleh Negara yang juga berparadigma sekuler maka pendidikan negeri ini masih dalam masalah sehingga satu satunya jalan untuk mengubahnya adalah dengan meninggalkan sistem pendidikan sekuler berikut sistem yang menerapkannya lalu menerapakn sistem pendidikan Islam berikut denagn sisitem politik yang menaunginya yakni sisitem Islam.
Pendidikan Islam ini tegak di atas akidah Islam yang shohih yakni berupa keyakinan bahwa manusia, kehidupan dan alam semesta adalah cipataan Allah. Sistem yang rusak tidak akan menghasilkan kebijakan-kebijkan yang benar. Selama pendidikan masih mengekor pada sistem dan pendidikan Barat yang bercorak sekuler kapitalistik, maka selamanya tidak akan mampu mencetak peserta didik yang bersyaksiyah Islam dan memiliki kemampuan IPTEK yang mumpuni yang terjadi hanya menjadi buruh bagi perusahaan asing dan aseng. Hanya Islam yang bisa memecahkan masalah pendidikan ini yang mana sudah terbukti dengan kejayaan Islam. Wallahu ‘alam bishowab.