Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Tempat Ibadah Lockdown, Kontruksi Berjalan, PPKM Solusi?

×

Tempat Ibadah Lockdown, Kontruksi Berjalan, PPKM Solusi?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Khansa
Pelajar

Peringatan Hari Raya Qurban, Idul Adha 2021, sebentar lagi tiba. Peringatan Hari Raya Idul Adha 2021 diperkirakan jatuh pada Selasa 20 Juli 2021. Peringatan Hari Raya Idul Adha 2021 yang bertepatan dengan pandemi Covid-19 serta pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat, membuat publik bertanya-tanya terkait pelaksanaannya. Pasalnya menurut aturan PPKM Darurat yang berlaku pada 3-20 Juli 2021, tempat ibadah umum seperti masjid, dilarang untuk dibuka. Sedangkan kegiatan proyek konstruksi berjalan 100 persen.

Kalimantan Post

Pertanyaan terkait pelaksanaan Idul Adha 2021 di tengah PPKM Darurat ini pun membuat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis, buka suara lewat akun Twitter pribadinya, @cholilnafis, Minggu 4 Juli 2021. Cholil Nafis menjelaskan terkait peran ulama, cendikiawan, dan juga pemerintah.

Menurutnya, terkait Idul Adha ditengah pandemi ulama memberikan pendapat dari sisi keagamaan. Sedangkan cendekiawan menjelaskan terkait sisi medisnya. Namun, sebagai sebuah negara, Cholil Nafis menyampaikan bahwa terkait pelaksanaan Idul Adha pemerintah yang menetapkan. “Pemerintah menetapkan kebijakan dan aturan,” ungkap Cholil Nafis. “Masyarakat menaati Allah, Rasul-Nya, dan pemerintah,” pungkasnya.

Melalui Menteri Agama Yaqut Cholil Qaumas, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan terkait Idul Adha. Kementerian Agama (Kemenag) memutuskan untuk meniadakan shalat Idul adha 1442 H di masjid maupun di lapangan terbuka yang dapat menimbulkan kerumunan pada zona yang diberlakukan PPKM Darurat.

Hal ini disampaikan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas usai menggelar rapat bersama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Polri, Kementerian Ketenagakerjaan, Dewan Masjid Indonesia (DMI), serta Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jumat (2/7/2021). “Salat Id di zona PPKM Darurat ditiadakan,” katanya.

Hal ini mengacu pada ketentuan PPKM Darurat yang melarang peribadatan di tempat ibadah. Yaqut mengungkapkan, larangan bukan hanya berlaku pada ibadah umat Islam saja. Melainkan seluruh tempat ibadah di zona PPKM Darurat.

“Kementerian Agama juga sudah menyiapkan peraturan peniadaan peribadatan di tempat-tempat ibadah di luar agama Islam seperti di masjid, pura, vihara, klenteng dan sebagainya. Kita siapkan secara bersamaan kita akan sampaikan kepada kawan-kawan,” tegasnya.

Baca Juga :  KEBANGKITAN UMAT

Disamping itu, pihaknya juga melarang aktivitas takbiran menyambut Idul Adha 1442 H. Takbiran hanya diperkenankan dilakukan di rumah masih-masing.

“Takbiran kita larang di zona PPKM Darurat, dilarang ada takbiran keliling, (serta) arak-arakan. Itu baik jalan kaki maupun kendaraan, di dalam masjid juga ditiadakan. Takbiran di rumah masing-masing,” ucap Yaqut.

Sementara itu, Yaqut juga mengatakan bahwa aturan soal kurban di zona PPKM Darurat membatasi aktivitas penyembelihan hewan kurban di tempat terbuka. Acara penyembelihan hanya diperkenan disaksikan oleh pihak yang melakukan kurban.

“Kemudian daging kurban yang biasanya pembagiannya itu seringkali mengundang kerumunan dengan membagi kupon kita sudah sudah atur bahwa pembagian hewan kurban itu harus diserahkan langsung kepada yang berhak ke rumah masing-masing,” pungkasnya.

Kesalahan Kebijakan Penanganan Wabah

Penetapan pembatasan shalat Idul Adha dan syiar Islam lainnya adalah akibat kesalahan kebijakan penanganan pandemi. Fakta yang dilihat jika mendekati hari besar Islam selalu saja ada kebijakan yang dibuat sehingga kegiatan hari besar Islam dan syiar Islam seperti biasa ditiadakan dengan alasan tujuan untuk mengurangi penyebaran virus covid-19. Ibarat kata ketika mendekati hari besar Islam, Covid-19 semakin mahal ya. Kebijakan ini sepertinya diberlakukan hanya kepada masyarakat lokal saja. Fakta yang dilihat, TKA China beberapa hari yang lalu tiba di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Sulawesi Selatan. Hal ini tentu dinilai pemerintah lebih memikirkan rakyat asing daripada rakyatnya sendiri memang kenyataannya. Rakyat disuruh ini itu sedangkan orang luar dengan mudahnya keluar masuk negara tentu itu juga jadi pemicu besar penyebaran Covid-19. Memperketat aturan bagi rakyat sendiri sedangkan aturan bagi orang asing entah kemana.

Kebijakan lockdown disuarakan untuk diterapkan namun masih saja pemerintah enggan dan mencari kebijakan yang lain mulai dari zaman PSBB sampai zaman PPKM. Namun sampai sekarang permasalahan di negara ini tidak berakhir melainkan terus bercabang. Dengan alasan ekonomi kebijakan lockdown tidak bisa diterapkan, artinya di saat seperti ini pemerintah masih saja memikirkan keuntungan materi daripada nyawa diri.

Baca Juga :  Kampus Bentuk Satgas Perlindungan Perempuan, Sudah Cukupkah?

Heran, belum lagi pajak. Semakin tinggi angka covid semakin melonjak pula harga pajak. Seharusnya pemerintah memikirkan bagaimana keadaan rakyat terutama di masa pandemi seperti ini. Uluran tangan pemerintah sangat diperlukan rakyatnya. Namun pada faktanya ancaman bantuan akan dicabut membuat masyarakat dilema belum lagi pajak yang tiada habisnya.

Saatnya Kembali

Gambaran pemerintah dalam sistem sekuler, membuat kebijakan yg melahirkan masalah baru. Kebijakan dalam penanggulangan pandemic yang dinilai tidak konsisten dan tidak memihak rakyat. Inilah yang merusak kepercayaan rakyat pada penguasa, sehingga apa yang dikatakan penguasa akan mental tidak di dengar. Dunia di bawah kepemimpinan kapitalisme telah gagal menyelesaikan permasalahan wabah. Buruknya penanganan pandemic menjadikan dunia terus dihantui oleh Covid-19 yang terus bermutasi.

Berlarut-larut permasalahan pandemi, mulai dari persoalan vaksinasi hingga pembatasan aktivitas masyarakat, telah melahirkan permaslahan baru. Sehingga, pembatasan sholat Idul Adha, pembatalan ibadah haji, penutupan mesjid-mesjid adalah akibat dari kesalahan kebijakan penanggulangan pandemi.

Sudah seharusnya kembali ke aturan syariatnya Allah, dimana di dalam Islam kebijakan yang dibuat hanya tujuan demi keselamatan dan kepentingan serta kesejahteraan rakyat. Pemimpin dalam Islam tidak akan mendzolimi rakyatnya karena ia tahu hukum Islam dan ia punya Allah sebagai tuhan yang ditakutinya.

Negara yang menjadi pilar terdepan dalam melindungi nyawa warganya dan melindungi syariat agar sempurna penerapannya. Jawil iman umat akan senantiasa dibangun dan dijaga keistiqamahannya. Umat akan digiring untuk terus berdoa kepada Allah SWT dan berikhtiar agar pandemi ini cepat berakhir, bukan malah menjauhkan syariat dari umat.

Oleh karenannya, bagi kaum muslim yang taat, tidak boleh ada ketundukan hakiki selain pada Allah SWT. Berhukum dengan hukum-Nya dan senantiasa mengatasi masalah dnegan merujuk pada aturan-Nya adalah wajib dan penting dilakukan agar permasalahan pendemi ini cepat berakhir.

Iklan
Iklan