Oleh : Ita, SP
Pemerhati Pendidikan
Pandemi yang sudah berlangsung hampir dua tahun masih menyisakan masalah yang cukup rumit. Terutama di dunia Pendidikan. Pembelajaran daring yang selama ini dilaksanakan menimbulkan masalah. Mulai dari kuota belajar, sinyal di setiap tempat tidak sama, kecanduan gadget pada anak-anak, terpapar video asusila, dan yang lebih parah perangkat Pendidikan yang belum siap.
Belum lagi kendala dalam teknis pembelajaran banyak guru yang kesulitan menyampaikan materi pembelajaran via daring, sebab keterbatasan kemampuan dalam membuat bahan ajar. Maka, tak heran jika banyak sekolah yang akhirnya hilang ruh pembelajaran karena minim efektivitas dalam proses belajar mengajar. Wajar pula jika para orang tua mengeluh atas pembelajaran daring ini, sebab anak didik sulit menangkap materi dan orang tua harus dibebani untuk mengajar ulang anak-anak mereka dirumah. Akhirnya beberapa orang tua berharap pembelajaran tatap muka (PTM) kembali dibuka, demi efektivitas pembelajaran serta demi meringankan beban orang tua yang terpaksa menjadi guru dirumah buat anak-anaknya.
Bagaimana dengan pembelajaran daring target kurikulum tetap bisa tercapai? Bagaimana menyiapkaan perangkat pembelajaran? Dan bagaimana kemampuan pendidik untuk melaksanakan pembelajaran daring ini? Semua itu menjadi deretan persoalan yang muncul di tengah pembelajaran daring. Belum lagi protes orang tua yang juga tidak siap dengan pembelajaran daring. Pengeluaran kuota lebih banyak. Stress mendampingi anak-anak dan banyak keluhan lainnya.
Ketika pandemi mulai reda, keputusan PTM pun di ambil oleh penguasa. Baru berjalan beberapa waktu, masalah kembali muncul. Muncul klaster baru covid19. Klaster sekolah. penguasa seperti memakan buah simalakama. Maju kena mundur kena. Daring banyak masalah. Luring juga muncul masalah.
Meski demikian, pemerintah tetap maju tanpa kenal kata menyerah. Keputusan luring tak pernah di tarik kembali oleh mas menteri. Mas Menteri Nadiem Makarim mengatakan sekolah tatap muka tidak akan dihentikan. Dia menambahkan sekolah yang menjadi klaster covid19 saja yang di tutup hingga kembali aman untuk PTM terbatas. Begitu kata Nadiem di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/9/2021).
Sebenarnya apapun keputusan pemerintah dalam bidang pendidikan, apakah mau daring atau luring, mau tatap muka semua atau PTM, jika memang pemerintah serius memperhatikan masalah pendidikan, maka akan berupaya maksimal dalam menyelenggarakannya. Kondisi pandemi maupun non pandemi. Pemerintah akan berupaya dengan sekuat tenaga, memberikan yang terbaik untuk pendidikan dalam negeri yang akan mencetak pemimpin bangsa di masa depan. Ini jika dan hanya jika pemerintah menyadari pentingnya pendidikan dalam membentuk sebuah peradaban.
Saat pemerintah memutuskan sekolah daring, maka pemerintah juga harus menyiapkan seperangkat fasilitas pendidikan yang mendukung sekolah daring. Mulai dari kurikulumnya, SDM yang mumpuni dan melek teknologi dan cara mengajar daring. Hingga tidak terkesan banyak memberi tugas dan membebani orang tua.
Urgensi Pendidikan dan Peran Negara
Pendidikan hakikatnya adalah kebutuhan dasar masyarakat yang wajib diselenggarakan oleh negara. Sebab, pendidikan merupakan salah satu ornamen kehidupan yang vital demi terciptanya generasi berkualitas pembangun peradaban. Tanpa pendidikan yang memadai, generasi akan tumbuh ala kadarnya, tanpa kemilau intelektual yang mampu membawa negeri ini ke puncak kemajuan. Maka, negara semestinya menjamin terpenuhinya pendidikan berkualitas bagi seluruh masyarakatnya, tanpa terkecuali.
Di masa pandemi, saat kegiatan masyarakat secara offline serba terbatas, penyelenggaraan pendidikan via daring memang sudah merupakan kebijakan yang tepat. Hal tersebut sejalan dengan kebijakan memutus rantai penularan Covid-19. Namun, jika akhirnya menimbulkan banyak permasalahan, maka pemerintah wajib mengurai dan membenahi permasalahan tersebut.
Jika yang banyak dikeluhkan oleh orang tua adalah soal sinyal, kuota, dan gadget, tentu saja pemerintah perlu menjamin terpenuhinya semua hal tersebut. Karena ketiganya merupakan penopang utama kelancaran pembelajaran via daring. Pemerintah perlu memastikan bahwa sinyal internet telah menjangkau ke seluruh wilayah di Indonesia, termasuk daerah-daerah terpencil. Gadget dan kuota pun perlu di support oleh pemerintah, terutama siswa dari keluarga kurang mampu. Karena hal tersebut sebagai bagian dari ri’ayah negara terhadap rakyatnya.
Dalam pandangan Islam, pendidikan berkualitas wajib dijamin oleh negara. Karena sejatinya, tujuan pendidikan dalam Islam adalah untuk membentuk generasi berkualitas yang tak hanya unggul dalam penguasaan sains dan teknologi, tetapi juga memiliki kepribadian Islam yang mapan. Maka, sistem pendidikan Islam akan berupaya menerapkan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam yang pada praktiknya akan menegakkan proses belajar yang menancap di jiwa dan membangkitkan pemikiran.
Atasi Wabah
Dalam sistem Islam, baik di masa pandemi atau tidak, pendidikan berkualitas akan selalu diupayakan oleh negara, sehingga rakyat dapat memperoleh haknya. Sungguh berbeda dengan sistem kapitalisme hari ini, negara seolah ala kadarnya menyediakan layanan pendidikan bagi rakyatnya. Alokasi dana untuk pendidikan tidak lebih besar dari dana untuk membayar utang dan pembangunan infrastruktur. Akhirnya wajar jika sektor pendidikan kian megap-megap menghadapi tsunami pandemi.
Dalam sistem Islam, pembiayaan pendidikan akan diambil dana di Baitul Mal, sehingga tidak dibebankan kepada rakyat, seperti halnya dalam sistem hari ini. Negara dalam sistem Islam akan membiayai pendidikan, sehingga rakyat mampu mengakses pendidikan berkualitas dengan murah bahkan gratis, terlebih di masa pandemi.
Dalam sistem Islam, sektor pendidikan takkan dikomersialisasi demi kepentingan korporasi, melainkan negara akan sepenuhnya memegang kendali. Sistem Islam sangat meresapi prinsip bahwasannya output generasi berkualitas hanyalah akan terlahir dari sistem pendidikan yang berkualitas pula. Maka tentu saja, sistem pendidikan harus bebas dari intervensi pihak mana pun yang bisa jadi akan mendikte arah pendidikan generasi. Sistem pendidikan Islam haruslah independen. Berjalan sesuai visi misi Islam dalam mencetak generasi cerdas, bertakwa, dan visioner, bukan generasi bermental kerdil pemburu materi demi kepentingan industri, seperti halnya yang terpotret dalam sistem pendidikan hari ini.
Sistem kehidupan hari ini tak berkiblat pada aturan Sang Pencipta, maka aneka regulasi yang terlahir darinya pun kerap tumpang tindih. Lantas, tidakkah kita terdorong untuk beralih pada penerapan sistem Islam yang mampu menghadirkan solusi bagi negeri? Wallahu A’lam bi Shawab