Banjarmasin, KP – Pemprov Kalsel mengupayakan agar modal inti minimal (MIM) Bank Kalsel bisa mencapai Rp3 triliun hingga akhir tahun 2024 mendatang.
“Kita upayakan agar modal inti minimum sebesar Rp3 triliun bisa terpenihi pada akhir 2024,” kata Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Kalsel, Roy Rizali Anwar kepada wartawan, usai rapat Badan Anggaran DPRD Kalsel bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Senin (22/11/2021), di Banjarmasin.
Roy Rizali Anwar mengungkapkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan POJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum, dimana ketentuan peningkatan Modal Inti Minimum agar lebih relevan untuk peningkatan skala dan daya saing perbankan, termasuk sanksi bagi perbankan yang tidak mampu memenuhi ketentuan tersebut.
“Jadi kalau modal inti minimum tidak ditingkatkan, maka status Bank Kalsel akan berubah menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR),” jelasnya didampingi Kepala Bappeda Kalsel, H Fajar Desira dan Kepala Bakeuda Kalsel, Agus Dyan Noor.
Diakui, Pemprov Kalsel tidak menginginkan hal ini terjadi, mengingat penurunan status akan dibarengi pengurangan usaha yang telah dilakukan Bank Kalsel, terutama dalam penyaluran kredit.
“Sebagai pemegang saham terbesar, tentu Pemprov tidak ingin hal ini terjadi,” tegas Roy Rizali Anwar.
Lebih lanjut diungkapkan, modal inti minimum yang dimiliki Bank Kalsel hingga saat ini mencapai Rp1,9 triliun, atau terdapat kekurangan sekitar Rp1,1 triliun. “Ini yang akan dikejar hingga akhir 2024,” katanya
Hal ini dilakukan Pemprov Kalsel bersama pemegang saham lainnya, yakni Pemkab dan Pemko se Kalsel akan menambah modal di Bank Kalsel, dengan cara mengembalikan deviden yang diterima menjadi penambahan modal bagi bank milik banua tersebut.
“Kita gencar melakukan sosialisasi kepada Pemkab dan Pemko se Kalsel agar mau menyerahkan deviden yang diterima sebagai penyertaan modal, agar modal inti minimum bisa terpenuhi,” ujar Roy Rizali Anwar.
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPRD Kalsel, Imam Suprastowo mengingatkan Pemprov Kalsel agar memperhatikan kecukupan modal inti minimum bank milik daerah tersebut.
“Karena resikonya cukup tinggi, jika modal inti minimum tidak terpenuhi hingga akhir 2024,” jelas politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan.
Karena tidak hanya statusnya turun menjadi BPR, namun jug akan mengintervensi produk jasa dan transfer dana pusat ke daerah. “Bank Kalsel tak bisa lagi jadi menjadi penyalur keuangan pusat karena tak relevan lagi,” tambah Imam Suprastowo. (lyn/KPO-1)
Pemprov Upayakan MIM Bank Kalsel Capai Rp3 Triliun
