Banjarmasin, KP – Minggu depan sidang perkara Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Fachriadi selaku Direktur CV Kalpataru dan Marhaini selaku Direktur CV Hanamas, pihak JPU akan menghadirkan dua saksi kunci yakni Abdul Wahid Bupati non aktif Kab. HSU dan Maliki Kepala Dinas PUPRP Kab. HSU.
Hal ini dibenarkan salah seorang JPU KPK Tito Zailani, kepada awak media, usai sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Rabu (29/12), yang menghadirkan tiga orang saksi dua diantaranya dari kalangan pejabat PUPRP HSU dan seorang pemborong.
“Kedua saksi yang akan dihadirkan tersebut, mudahan ini memruakan saksi terakhir dari kedua terdakwa ini,’’ kata Tito.
Lebih jauh dikatakannya, dengan dihadirkan saksi dari unsur PUPRP yang berlain bidang, ternyata dapat ditarik benang erahj kalau semua proyek atau pekerjaan di instansi tersebut, harus membayar fee di kisaran 10 sampai 15 persen.
“Makanya kami menghadirkan bidang Bina Marga yang ternyata dari kesaksian hari ini, yakni Kabid Bibna Marga dan Kasi Jembatan, semua untuk mendapatkan proyek harus membayar fee dikisaran 15 persen, semuanya atas permintaan Abdul Wahid,” jelasnya.
Hal tersebut diakui pula oleh saksi Taufik salah seorang kontraktor, bahwa untuk mendapat proyek berdasarkan komitmen harus bayar fee di kisaran 10 sampai 15 persen kalau tidak, bakalan tak mendapatkan proyek. Dan hal ini bukan rahasia umum lagi dikalangan kontraktor.
Menurut saksi Taufik menyebutkan, biasanya fee diminta setelah mereka jadi pemenang. Dan permintaan disampaikan Plt PUPR Kabupaten HSU Maliki.
“Konsekuensi kalau tidak memberikan fee, maka untuk selanjutnya kita tidak akan mendapatkan pekerjaan lagi,” ujarnya seraya mengaku meneruskan perusaan kakaknya yang sudah almarhum yakni CV Yarni Swarga.
Saksi juga mengatakan kalau fee dia serahkan kepada Arif atau Muji yang merupakan suruhan bupati.
Sementara dua pejabat di Bina Marga yakbni Kabid Bina Rahmani dan Kasi Jembatan Marwoto, bahwa adanya fee setiap pekerjaan itu memang diminta oleh Butai Abd Wahid.
Kedua terdakwa tersebut menurut dakwaan mengadakan pertemuan dengan Plt Kepala PUPRP (Pekerjan Umum Peryumahan Rakyat dan Pertanahan) Kab. Hulu Sungai Utara Maliki, dalam pertemuan tersebut disepakati kalau kedua terdakwa masing masing akan memperoleh proyek tetapi menurut Maliki pihak Bupati minta fee seebar 15 persen dari nilai proyek.
Proyek yang akan dikerjakan tersebut di 2021, diantaranya ada pekerjaan rehabilitasi jaringan irigasi daerah irigasi rawa (DIR) Kayakah Desa Kayakah Kec Amuntai Selatan dengan nilai pagu Rp2 miliar. Untuk menggolkan proyek tersebut.
Atas persetujuan Abdul Wahid akhirnya perusahaan terdakwa CV Kalpataru ditunjuk sebagai pemenang pekerjaan dengan nilai pekerjaan sebesar Rp1.555.503.400
Dan berdasarkan kesepakatan, setelah pencaiaran uang muka sebesar Rp346.453.030. terdakwa melalui Mujib Rianto menyerahkan fee pertama sebesar Rp70 juta keoada Abdul Wahid melalui Maliki.
Demikian juga setelah pencairan termin I sebesar Rp1.006.017.752 terdakwa melalui M.Mujib Rianto juga menyerahkan uang fee sebesar Rp170.000.000.kepada Abdul Wahid melalui Maliki.
Sementara Marhaini selaku Direktur CV Hanamas juga membruikan fee secara bertamah dengan nilai keseluruhan Rp300 juta kepada Abdul Wahid.
Atas persetujuan Abdul perusahaan terdakwa yakni CV Hanamas ditunjuk sebagai pemenang pekerjaan dengan nilai pekerjaan sebesar Rp1.971.579.000. Penyerahan uang Rp300 juta tersebut dilakukan terdakwa
Secara bertahap, sesuai kesepakatan setelah uang pencairan uang muka sebesar Rp526.949.297..terdakwa melalui M.Mujib Rianto menyerahkan uang fee sebesar Rp125 juta kepada Abdul Wahid melalui Maliki. Demikian juga setelah pencairan termin I sebesar Rp676.071.352,-terdakwa melalui M Mujib Risnto telah menyerahkan uang fee sebesar Rp175 juta keoada Abdul Wahid. (hid/K-4)