Banjarmasin, KP – Problem stunting masih menjadi ancaman serius bagi kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel).
Lantas apa yang menyebabkan Stunting pada Anak ? Masyarakat harus tau, agar si buah hati tumbuh sempurna.
Dokter Ahli Pertama Puskesmas Terminal, Banjarmasin, dr. Vita Kartika Rakhma menjelaskan, stunting adalah proses akumulasi dari kekurangan gizi kronis yang berlangsung lama dan terus menerus bagi anak.
Hal itu, karena tingkat pengetahuan masyarakat yang masih rendah mengenai pentingnya pemeriksaan ANC (Antenatal Care) yang rutin saat kehamilan.
Kemudian, pemenuhan gizi ibu hamil dan ibu menyusui, karena pertumbuhan dan perkembangan anak sudah dimulai sejak di dalam rahim.
“Jadi pemenuhan kebutuhan gizi penting untuk dilakukan sejak kehamilan,” ucapnya, Minggu (9/1/20).
Selain itu, masih kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pemberian makan saat bayi dan anak yang benar.
Meliputi pemberian ASI Eksklusif, pemberian MP ASI, dan pemberian makan untuk balita di atas usia 1 tahun.
“Contoh masih sering didapati balita usia 1 tahun, seharusnya sudah makan nasi/masakan rumahan, tapi masih diberikan bubur nasi.
“Pemberian MP ASI juga masih ada ibu yang memberikan makanan yang itu2 saja, misal pisang dikerok, atau bubur nasi, karena tidak tahu bahwa sebetulnya MP ASI ini bisa divariasikan untuk memenuhi kebutuhan gizi yang optimal,” tambahnya.
Menurutnya, untuk menekan angka kasus stunting haruslah ada sinergitas yang kuat dari multisektoral.
“Tidak bisa kalau kesehatan saja, tapi intervensi sensitif seperti ketahanan pangan, kepesertaan JKN, ketersediaan air bersih, yang berperan pada 70 % penurunan stunting.
Sementara disinggung, terkait apakah dampak pandemi juga ikut mempengaruhi angka stunting dr Vita tegas membantah.
“Selama pandemi gerakan posyandu tetap jalan, namun caranya saja yang berbeda. Kita melaksanakan jemput bola,” ujarnya.
“Tapi kadang keterbatasan sarpras jadi kendala kader saat berkeliling door to door, contohnya alat ukur tubuh, karena akibatnya bisa berdampak outliner,” pungkas dr Vita.
Meminjam data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, saat ini, angka stunting di Ibukota Provinsi Kalsel ini, mencapai 27,8 persen, atau di urutan nomor sembilan dari 13 kabupaten kota di Kalsel setelah kabupaten Tabalong dengan angka 28,2 persen.
Sedangkan Kalsel berada di urutan enam dari 34 Provinsi di Indonesia dengan angka 30 persen prevalensi balita stunted (tinggi badan menurut umur).
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Banjarmasin Machli Riyadi, menyebut perlunya kerjasama yang apik antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Kota Banjarmasin untuk mengatasinya.
Tahun 2022 ini, stunting masih menjadi pekerjaan rumah (PR) untuk direalisasikan bagi seluruh SKPD Pemerintah Kota (Pemko).
“Dinkes tidak bisa melakukan sendiri dan tergantung dengan SKPD lain. Misalnya Dinas Pendidikan, dan Dinas Sosial,” Katanya.
Machli membeberkan, ada 11 daerah sebaran kasus stunting yang pihaknya kategorikan masuk zona merah.(Zak/KPO-1)