Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Era Digital Milik Siapa?

×

Era Digital Milik Siapa?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Ir. Nurul Sabah, MP
Koordinator Fungsi Statistik Sosial BPS Kalsel

Saat ini adalah eranya digital, dimana semua kegiatan yang mendukung kehidupan sudah dipermudah dengan adanya teknologi. Yang menawarkan nilai lebih, seperti kemudahan berkomunikasi dengan smartphone yang semakin canggih, sampai kemudahan pada bidang ekonomi karena bisa dilakukan secara online, seperti teknologi financial yang menghadirkan dompet digital, aplikasi berbisnis dan e-commerce. Semua itu hadir agar semua aktivitas kita menjadi lebih praktis dan modern. Bisa dikatakan dunia ada di jari tangan kita.

Kalimantan Post

Namun, dalam sebuah perubahan di era digital, yang dapat dikatakan berlangsung secara eksponensial, tentu diikuti dengan adanya bagian yang tertinggal, karena tidak dapat mengikuti perubahan yang begitu drastis. Terjadi kesenjangan di masyarakat. Antara yang bisa mengikuti perubahan tersebut, atau yang masih dapat mengikuti dengan tergagap-gagap, dan bahkan yang tidak bisa mengikuti perubahan sama sekali.

Kemungkinan kesenjangan teknologi terjadi pada mereka yang berumur tua, yang lahir sebelum era digital dimulai. Itu kemungkinan karena keterbatasan pada tingkat pendidikan, serta kondisi fisik yang tidak seperti saat muda dulu, sehingga tidak bisa beradaptasi dengan cepat. Lalu, berapakah jumlah mereka di Kalimantan Selatan (Kalsel)?

Generasi Digital

Tahun 1969 dapat dianggap sebagai bermulanya era digital. Ditandai dengan Revolusi Industri 3.0, dimana aktivitas yang dilakukan manusia, seperti menghitung atau menyimpan dokumen penting, mulai dapat dilakukan oleh computer dan robot. Mereka yang lahir sejak era itu dimulai dapat dikatakan sebegai generasi digital.

Willian H. Frey (2020) melakukan klasifikasi penduduk berdasarkan : 1. Generasi Pre-Boomer (lahir sebelum 1945); 2. Generasi Baby Boomer (lahir di antara 1946-1964); 3. Generasi-X (lahir 1965-1980); 4. Generasi Milenial (lahir 1981-1996); dan 5. Generasi-Z (lahir 1997-2012); serta 6. Generasi Post Z (lahir 2013 sampai sekarang). Berdasarkan klasifikasi tersebut, maka yang dapat dikatakan bukan generasi digital adalah mereka yang termasuk generasi Pre-Boomer, Baby Boomer, dan sebagian generasi X.

Dari hasil Sensus Penduduk 2020 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalsel pada 21 Januari 2021 lalu, maka penduduk yang termasuk bukan era digital, karena lahir sebelum tahun 1969 adalah sebesar 13,68 persen, dengan perincian : 1. Generasi Pre-Boomer (yang saat ini berumur 77 tahun ke atas) dan Baby Boomer (usia 58-76 tahun) sebesar 9,74 persen; dan sebagian dari generasi X sebesar 3,94 persen (usia 54-57 tahun).

Baca Juga :  Program Tiga Juta Rumah Hendaknya Dibarengi Pengawasan

Sementara itu sebesar 86,13 persen sisanya adalah generasi era digital , yakni mereka yang berada pada sebagian generasi X (sekarang berusia 42-53 tahun), generasi Milineal (usia 26-41 tahun), Generasi Z (usia 10-25 tahun) dan generasi Post Z (usia 0-9 tahun). Dengan kata lain dari sepuluh penduduk di Kalsel, kurang lebih delapan orang adalah generasi digital. Jumlah yang cukup besar, dimana mereka inilah yang diharapkan memiliki potensi literasi yang kemungkinan besar tidak gagap terhadap era digital.

Kesenjangan Teknologi

Begitu besarnya penduduk yang melek digital ini, memberi harapan pada kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Kalsel. Namun demikian, kemungkinan dari sejumlah 8/10 penduduk Kalsel ini tidak semuanya melek terhadap TIK. Sebagai gambaran, dapat dilihat dari hasil Sensus Penduduk secara Online (SP Online) yang dilaksanakan oleh BPS pada Maret-Juli 2021 yang lalu, dimana dari target 13 persen penduduk yang diperkirakan dapat berpartisipasi pada SP Online, ternyata tidak seluruhnya dapat berpartisipasi, yakni hanya 11,96 persen saja. Namun, bisa jadi penyebabnya bukan karena tidak melek TIK. Kemungkinan dari faktor internalnya, yakni ketidakmauan dari beberapa individu untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan, melalui SP Online. Kemudian, faktor eksternal adalah kesiapan sarana dan prasarana TIK itu sendiri. Dengan demikian, banyaknya penduduk yang tidak mengikuti SP Online bukan menjadi patokan adanya gagap teknologi/kesenjangan teknologi.

Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Sebenarnya, ada indikator yang bisa menggambarkan kondisi sesungguhnya dari kesenjangan TIK yang terjadi di Kalsel. Indikator tersebut adalah Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK). Angkanya baru saja dirilis oleh BPS pada 18 Agustus 2021 yang lalu. Selengkapnya dapat dilihat pada tautan bps.go.id.

Pada tahun 2020, IP-TIK Kalsel adalah sebesar 5,67. Terjadi peningkatan 0,22 poin bila dibandingkan dengan IP-TIK tahun 2019 yang sebesar 5,45. Nilai IP-TIK Kalsel pada tahun 2020 ini lebih besar daripada angka nasional yang hanya bernilai 5,59. Secara nasional, IP-TIK di Kalsel berada pada rangking ke-12, dan secara regional Kalimantan, berada pada rangking ke-3 setelah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. IP-TIK Kalsel pada tahun 2020 ini termasuk pada kategori sedang, yakni berada pada kisaran 5,01–7,50.

Baca Juga :  DASAR NEGARA DAN KEHIDUPAN

IP-TIK disusun oleh tiga sub indeks, yaitu: 1. Kesiapan TIK (ICT readiness). Ketertinggalan pada pengembangan infrastruktur digital ini menjadi salah satu faktor penyebab masyarakat tidak mampu mengakses perubahan informasi yang sangat cepat. Sub indeks ini di Kalsel mencapai angka 5,99 poin; 2. Intensitas penggunaan TI (ICT intensity). Kebutuhan teknologi dan informasi bagi masyarakat berbeda antar daerah, terutama antara masyarakat kota yang dinamis dengan masyarakat desa yang cenderung statis. Sub indeks ini di Kalsel bernilai 5,39 poin; 3. Kemampuan dan keahlian SDM (ICT skill). Ketidakmampuan seseorang karena kurangnya pengetahuan tentang TI dan ketidakmampuan dalam mengelola informasi digital menjadi hambatan dalam pengembangan teknologi informasi. Sub indeks ini di Kalsel mencapai nilai 5,59 poin.

Potensi Menghapus Kesenjangan TIK

Dengan potensi generasi digital yang begitu besar pada penduduk Kalsel, maka ada harapan untuk dapat membangun masyarakat digital yang bukan hanya sebagai pengguna, tetapi sebagai pelaku digital atau mereka yang akan terlibat dalam pembangunan TIK di Kalsel. Oleh karena itu, sangat tepat upaya pemerintah untuk membangun Smartcity (Kota Cerdas) yang akan sangat membantu transformasi digital ini. Kota cerdas adalah kota yang menggunakan prinsip-prinsip smart living, smart government, smart economy, smart environment, smart mobility, dan juga smart people. Saat ini baru ada empat kabupaten/kota di Kalsel (Banjarmasin, Banjarbaru, Banjar, dan Tabalong) termasuk dalam Program 100 Smartcity yang dicanangkan oleh pemerintah pusat, ke depan semua kabupaten di Kalsel diharapkan bisa masuk dalam program ini.

Jika ini semua bisa diwujudkan, maka nilai IP-TIK Kalsel bisa sempurna, yakni 10,00. Kalaupun itu dianggap terlalu optimis, paling tidak seperti banyaknya generasi digital, yakni 8 (generasi digital di Kalsel sebesar 8/10). Oleh karena itu, perlu upaya dari kita semua, karena era digital adalah milik kita semua sebagai smart people. Mungkinkah? Kenapa tidak!

Iklan
Iklan