Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
HEADLINE

Keterangan Saksi di Perkara Mantan Bupati Tanbu
Pakar Hukum : “Lemah tak Mempunyai Nilai Pembuktian”

×

Keterangan Saksi di Perkara Mantan Bupati Tanbu<br>Pakar Hukum : “Lemah tak Mempunyai Nilai Pembuktian”

Sebarkan artikel ini
1a
KESAKSIAN – Salah satu pakar hukum, usai memberi kesaksian pada sidang di PN Tipikor Banjarmasin, Kamis (22/12). (KP/Aqli)

Seharusnya saksi jangan hanya mendengar tetapi melihat langsung dengan mata kepala sendiri, baru kesaksian punya bukti yang kuat

BANJARMASIN, KP – Selama ini kesaksian yang disampaikan pada perkara mantan Bupati Tanbu (Tanah Bumbu), Mardani H Maming, hanya mendengar-dengar dan tidak menyaksikan atau melihat secara langsung.

Kalimantan Post

Dan dinilai pembuktian itu kurang berbobot.

Tetapi dalam hal ini majelis hakimlah yang akan menilainya.

“Seharusnya saksi jangan hanya mendengar tetapi melihat langsung dengan mata kepala sendiri, baru kesaksian punya bukti yang kuat,’’ kata Dr Chairul Huda saksi ahli pidana pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Kamis (22/12).

Chairul Huda adalah pakar hukum pidana sekaligus dosen dari Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Chairul Huda juga tercatat sebagai penasehat ahli Kapolri dalam hukum pidana. Selain itu dia juga adalah salah satu perumus tentang undangan – undang korupsi.

Hal yang paling menarik adalah ketika Chairul Huda disodorkan sebuah pertanyaan oleh Ketua Tim Penasehat Hukum Maming, Habib Abdul Qodir.

Pertanyaan itu soal adanya keterangan yang diberikan saksi bukanlah berdasar dari apa yang dialaminya sendiri secara langsung. Tapi hanya mendengar dari orang lain.

“Menurut ahli itu bagaimana?,” Tanya Abdul Qodir selaku kepada Chairul Huda.

Atas pertanyaan itu, Charirul Huda dengan lugas menjawab bahwa keterangan kasi seperti itu tak memiliki nilai pembuktian sama sekali.

Dalam bahasa hukum, dia menyebutnya keterangan itu disebut Testimonium De Auditu.

“Keterangan semacam itu tak bisa mempunyai nilai pembuktian,” ujarnya lagi.

Usai persidangan, Chairul Huda menjelaskan, bahwa saksi hanya boleh menjelaskan atau memberikan keterangan sesuai apa yang dia lihat sendiri, dia dengar sendiri, dia alami sendiri.

“Katanya-katanya itu tak bisa mempunyai nilai pembuktian dari keterangan saksi. Tidak boleh dia menceritakan tentang apa yang dilihat orang lain, atau dialami orang lain atau apa yang dilakukan orang lain.

Baca Juga :  Alvina, Siswi SMAN 1 Rantau Wakili Kalsel di Paskibraka Nasional 2025

Jalas sekali di dalam pasal 1 angka 27 KUHAP itu disebutkan tiga kali kata sendiri,” jelasnya.

Dari sederet saksi sebelumnya yang dihadirkan di persidangan, memang cenderung banyak mengaku keterangan yang mereka sampaikan hanya mendengar dari Henry Soetio yang sudah meninggal dunia.

Bahkan, pada sidang terdahulu, Hakim Anggota Jamser Simanjuntak sempat membuat pernyataan menohok atas keterangan salah satu saksi bernama Haris.

Dimana saat itu, Haris hanya menyampaikan keterangan di persidangan dari cerita yang dia dengar dari Henry Soetio yang sudah meninggal dunia pada Juli 2021 lalu.

“Artinya kebenaran cerita anda hanya anda yang tahu dan juga Tuhan.

Iya, karena kami tak bisa lagi konfirmasi ke Henry,” kata Jamser pada sidang tertanggal 17 November 2022.

Kembali ke penjelasan Chairul Huda, dimana dia juga sempat menjelaskan soal tidak tepatnya pemasangan Pasal 18 soal uang pengganti yang disandingkan dengan Pasal 12 huruf b tentang gratifikasi.

Dimana Chairul Huda menjelaskan bahwa penggunaan Pasal 18 hanya bisa dilakukan jika ada unsur kerugikan keuangan negara seperti yang termaktub dalam Pasal 2 atau 3 undangan-undangan korupsi.

Diketahui, dalam perkara ini Jaksa KPK mendakwa Maming dengan dua pasal gratifikasi.

Pertama pasal 12 huruf b jo pasal 18 sebagai dakwaan primer.

Kedua, pasal 11 jo pasal 18 undang-undang RI nomor 31/1999 tentang pemberkasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan undang-undang RI nomor 20/2001 tentang pemberkasan tindak pidana korupsi.

Chairul Huda mengatakan pemasangan juncto pasal 18 pada pasal 12 huruf b dan 11 tidaklah relevan.

Sebab pasal 12 dan 11 tersebut merupakan pasal suap atau gratifikasi yang tidak terkait dengan ganti kerugian.

“Tentu korupsi yang menimbulkan kerugian saja yang relevan penerapan dengan ketentuan itu.

Yaitu korupsi pasal 2 dan pasal 3. Kalau suap gratifikasi tidak terkait dengan ganti kerugian.

Baca Juga :  Fenomena Maraknya Wartawan tak Resmi di Daerah, Ini Tanggapan Dewan Pers

Kalau ada hasilnya suap ya dirampas saja. Karena itu bukan kerugian,” terangnya.

Latas apakah Jaksa KPK salah pasang pasal?.

Chairul Huda tak menyebutnya secara gamblang soal itu.

Dia hanya bilang bahwa Jaksa mestinya bisa lebih cermat dalam memahami setiap pasal tersebut.

“Itu pemahaman dia memahaminya pasal demi pasal secara sepanggal.

Tidak memahami maksud dalam pembentuk undang-undang kenapa membikin pasal itu,” pungkasnya.

Sementara saksi ahli bidang perdata Muhammad Faujiin guru besar di salah satu perguruan tinggi di Surabaya menyebutkan perusahaan Perseroan Terbatas (PT) yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Azazi Manusia (Kemenkumham) tidak mungkin bodong.

“Untuk membentukan sebuah PT harus setor dana minimal Rp 50 juta dan semuanya itu harus dilengkapi dengan bukti bukti setor.

Kalau tidak, mungkin ijin dari kementerian tersebut tidak bakal keluar,” ujar saksi di hadapan majelis hakim yang diketuai hakim Heru Kuntjoro didamping hakim hakim Jamser Simanjuntak, Harois Buwono, Ahmad Gawie dan Arif Winarno.

Soal adanya perjanjian antara dua perusahaan menurut saksi hal yang biasanya dan kedua belah pihak akan menjalankan isi perjanjian tersebut, sesuai yang ada dalam perjanjian.

Disisi lain ia mengatakan untuk menjalankan suatu perusahaan tidak bisa dicampuri orang lain dan itu adalah wewenang direksi.

Orang luar hanya bisa memberikan nasihat itupun bisa diteriamatau tidak.

Dibagian lain saksi juga mengatakan untuk pembagian deviden, bisa saja setiap bulan dan itu wewenang direksi dan nanti dalam rapat umum pemegang saha, maka yang menerima bulan akan dikurangi.

“Rapat tersebut berdasarkan ketentuan dilaksanakan setahun sekali, selain itu direksi juga bisa pinjam uang perusahaan yang akan di potong setiap bulan dari gaji yang diterimannya,” beber saksi.

sidang selanjutnya hari ini, Jumat (23/12) berisi agenda pemeriksaan Maming sebagai terdakwa. (*/hid/K-2)

Iklan
Iklan