Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Rumah Bantaran Sungai Banjarmasin Unik

×

Rumah Bantaran Sungai Banjarmasin Unik

Sebarkan artikel ini

Oleh : Indah Darwati
Pemerhati Lingkungan

Sejak jaman Belanda, permukiman di Banjarmasin sangat unik, yaitu rumah di sepanjang bantaran sungai. Kota berjuluk “Thousand River” memiliki banyak sungai dan anak sungai, sehingga rumah penduduk berada di pinggir sungai, karena jalan darat masih terbatas, maka sungai sebagai sarana mobilitas warga dengan klotok (perahu mesin) maupun speed boat. Sungai juga dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya, seperti mencuci pakaian ataupun membuang sampah, baik organik maupun an organik, namun anehnya warga tetap sehat, walaupun ke depan harus memperhatikan sanitasi agar warga lebih sehat. Dikatakan unik, rumah-rumah berada di atas air (terapung), tidak seperti Jakarta, di bantaran sungai tetapi masih dibangun di atas tanah. Perbedaannya, sebenarnya warga Banjarmasin tidak kekurangan tanah kering. Ada yang aneh lagi, penyangga rumah berasal dari kayu yang tahan terendam air dan tidak keropos, sehingga ada yang percaya, justru semakin kokoh dan menyatu dengan tanah di bawah air, namanya kayu galam.

Baca Koran

Seiring dengan kemajuan sarana, jalan aspal mulai berkembang yang bisa mencapai tempat yang dulu tidak bisa dicapai dengan jalan darat. Bahkan ke Palangka Raya, ibukota Kalteng sekarang gampang dilintasi melalui jalan darat, padahal sebelumnya hanya menggunakan transportasi air. Disinilah warga mulai berubah gaya hidup, ada yang mulai tertarik untuk pindah ke darat, sehingga menjamurlah real estate cluster, penjualan rumah dan tanah kapling, namun tetap memerlukan warktu, karena tidak mudah merubah kebiasaan hidup.

Pemerintah setempat telah berusaha mempertahankan permukiman terapung, dengan Kampung Hijau dan Kampung Biru, yang berada di sepanjang bantaran Sungai Martapura, dengan pengelolaan sanitasi baik, walaupun belum banyak karena mungkin anggaran terbatas, sehingga masyarakat tidak lagi mengandalkan sungai sebagai tempat pembuangan.

Baca Juga :  Matematika Bukan Sekedar Angka

Inilah yang pokok masalah, bagaimana melestarikan rumah terapung, yang menarik minat wisatawan berkunjung ke daerah ini. Mempertahankan kampung asli demi kepentingan pariwisata bukanlah hal mudah, apalagi menyangkut kesejahteraan masyarakat di bantaran sungai. Apalagi mata pencaharian mereka beraneka ragam, mulai dari pencari ikan, pedagang sayur buah sampai pengangkut kayu/atau sekedar warung. Bahkan menjadi driver online.

Yang paling penting dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah memaksimalkan bantuan subsidi pemerintah, mereka harus memiliki KTP dan kartu keluarga (KK). Untuk menjamin kesehatan, mereka harus menjadi peserta BPJS, kemudian terdaftar sebagai peserta keluarga harapan (PKH) untuk mendapatkan bantuan langsung tunai (BLT), kartu pintar untuk anak sekolah sampai kartu prakerja agar warga mendapat keahlian keterampilan untuk mencari nafkah. Disamping itu juga sosialisasi kredit usaha kecil (KUR) agar warga mendapat modal usaha.

Untuk melestarikan rumah terapung harus ada peraturan daerah yang mengatur permukiman tidak boleh berubah. Dibuat lebih menarik, mengingat belum ada hotel terapung yang baik, sehingga bisa menjadi sensasi tersendari bagi wisawatan yang ingin merasakan tinggal di rumah terapung. Kemudian, ada lomba perahu untuk menarik wisatawan, dan belum maksimal dilakukan oleh pemerintah. Warung restauran terapung masih sangat sederhana, sehingga menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk menikmati keindahan Kota Banjarmasin.

Klotok dan speed boat belum diberi warna yang menarik, sehingga lebih banyak wisawatan yang naik sekedar untuk berkeliling sungai. Bentuk perahu belum berubah, terlalu rendah atapnya sehingga kurang menarik dan menyulitkan bagi mereka yang berpostur besar, sehingga enggan menggunakan kelotok. Terbatasnya kelotok yang menuju tempat tujuan wisata dan mahalnya tarif yang dikenakan cukup menjadi kendala, sehingga harus ada waktu rutin dan jadwal keberangkatan tidak hanya pada Sabtu dan Minggu, kecuali bagi yang men-carter kelotok tersebut. Pertunjukkan musik belum dilakukan secara rutin.

Baca Juga :  RAMADAN BULAN ISTIMEWA

Kemudahan berinvestasi juga menjadi kendala tersendiri, padahal Kota Banjarmasin memiliki potensi wisata yang tidak diragukan lagi. Investor juga harus diberikan kemudahan mengurus perizinan dan ini perlu disosialisasikan. Slogan sebagai pintu masuk ke ibukota baru, Banjarmasin harus siap, karena pada 2024 akan diresmikan ibukota baru Indonesia di Kalimantan Timur, tidak dipungkiri Banjarmasin harus siap menghadapi banjirnya pendatang yang membawa modal untuk berinvestasi. Jalan darat sudah ada ke Ibukota Baru, Nusantara. Jalan laut dan udara harus dipersiapkan. Tidak mungkin dihindari, semua kedutaan besar akan membangun perwakilannya di Nusantara, atase perdagangan akan dibuka, sehingga Kalimantan akan menjadi kota bisnis, arus barang dan jasa akan berpusat di Kalimantan. Siapkah Banjarmasin menghadapi sebagai pintu masuk ibu kota negara. Bahkan persiapan terus dilakukan, seperti dimulainya pendaftaran ASN untuk ditempatkan di IKN baru. Diharapkan putra-putra Banjarmasin ikut mrndaftar, mengingat IKN baru memerlukan banyak tenaga terampil di berbagai bidang.

Iklan
Iklan