Jakarta, kalimantanpost.com – Komisi IV DPRD Kalsel bersama perwakilan buruh menyuarakan sikap ke DPR RI, karena keberadaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) merugikan buruh.
Hal tersebut sebagai wujud nyata keberpihakan wakil rakyat kepada masyarakat, khususnya buruh dengan menyerahkan aspirasi terkait penolakan Perppu tersebut, belum lama ini.
Kunjungan ke DPR RI bersama Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) sebagai tindaklanjut audensi dengan Komisi IV DPRD Kalsel berkenaan Perppu tersebut pada Rabu (10/5) lalu.
“Kita menolak tegas Perppu Nomor 2 tahun 2022 tentang Ciptaker yang terbit pada 30 Desember 2023,” kata Ketua FSPSI Kalsel, Sumarlan.
Penolakan tersebut, dikarenakan para buruh menganggap hal tersebut merupakan akal-akalan oligarki dan akan menciptakan perbudakan modern sehingga akan merugikan para buruh.
Hasil diskusi panjang bersama Ketua Komisi IV DPRD Kalsel, HM Lutfi Saifuddin, akhirnya disepakatu untuk menyuarakan aspirasi ke Senayan.
“Karena Undang-undang tersebut merupakan produk hukum buatan DPR RI,” kata Lutfi Saifuddin.
Akhirnya, Komisi IV DPRD Kalsel dan sejumlah perwakilan Federasi SPSI menyerahkan aspirasi penolakan terhadap Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Ciptaker kepada tersebut diserahkan kepada Sekretariat Jendral DPR RI dan Fraksi PKS DPR RI, yang merupakan fraksi yang dari awal konsisten menolak pengesahan UU Ciptaker ini.
Sekretaris Komisi IV, Firman Yusi mengatakan, hal ini merupakan ikhtiar bersama untuk memperjuangkan Perppu yang dianggap merugikan buruh.
“Diharapkan aspirasi ini dapat ditindaklanjuti DPR RI demi kepentingan masyarakat, khususnya buruh,” kata politisi PKS.
Diakui, komisi selalu berpihak kepada kepentingan-kepentingan kesejahteraan rakyat sesuai tugas fungsi Komisi IV.
“Untuk itu, ini merupakan salah satu langkah politis yang dilakukan selaku legislatif, juga langkah hukum melalui judicial review dari Federasi SPSI,” jelas wakil rakyat dari daerah pemilihan Kalsel V, meliputi Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Balangan dan Tabalong.
Kedua langkah ini harus kita ambil, karena Perppu itu adalah produk hukum sekaligus produk politik.
“Jadi, harus lakukan lewat kedua jalur tersebut. Kami sama-sama melihat banyak hal di Perppu ini yang masih belum mengakomodir kepentingan para pekerja,” ujar Firman Yusi.
Selain terkait dengan nasib para pekerja, juga terdapat poin-poin yang mengecewakan. Salah satunya ialah terkait dengan pertambangan dan pengelolaan sumber daya alam lainnya.
“Mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama sudah ada tindak lanjut dari DPR RI,” ujarnya.
Mewakili Federasi SPSI Kalsel, Sumarlan, menuntut adanya Judicial review, karena banyak hak-hak pekerja yang dihilangkan dengan lahirnya Perppu tersebut.
Karenanya, ia berharap segala tuntutan yang tertera pada berkas yang diserahkan mendapatkan titik terang dan ditindaklanjuti.
“Kita mendukung langkah-langkah Judicial review terkait dengan Perppu itu yang dilakukan Federasi Serikat Pekerja di pusat yang telah dilakukan oleh sejumlah elemen dan unsur pekerja yang ada di Indonesia,” ujar Sumarlan. (lyn) KPO-1)