Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

Mencetak Karakter Anak Bangsa Melalui Literasi

×

Mencetak Karakter Anak Bangsa Melalui Literasi

Sebarkan artikel ini

Oleh : Sabarnuddin
Mahasiswa Sejarah, Universitas Negeri Padang

Kemajuan suatu bangsa dimensi yang paling menentukan adalah perihal literasi bangsa. Dengan literasi yang baik, maka akan tertanam dan terbentuk pola pikir serta kemandirian berpikir serta kebijakan emosional. Hal ini bisa diperhatikan dari kebanyakan negara maju saat ini yang terus menggalakkan pentingnya literasi untuk anak serta dampaknya untuk masa depan. Berdasarkan survei yang dilakukan Program For International Student Assessment (PISA) yang dirilis Organization For economic Co-operation and Development (OEDC) pada 2019, Indonesia menempati urutan ke-62 dari 72 negara di dunia. Dan laporan dari UNESCO menyebutkan minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen, yang berarti dari 1.000 orang hanya ada satu orang yang mempunyai minat membaca.

Baca Koran

Hal ini harus menjadi kekhawatiran bersama, baik para tokoh masyarakat, guru dan pemangku kebijakan di negeri ini. Bagaimana tidak, dengan kekayaan alam yang sangat melimpah dari darat, laut dan udara memiliki simpanan melimpah untuk menghidupi rakyat Indonesia yang saat ini berkisar 273,52 juta jiwa dengan jumlah pertumbuhan 1,07 persen per tahun. Dengan kekayaan melimpah seharusnya Indonesia mampu menjalani kehidupan bernegara dengan damai dan sejahtera, tanpa harus mengalami kesulitan ekonomi. Namun faktanya, oleh sebab tidak mampu mengelola kekayaan alam dengan baik, sulit mengalokasikan setiap anggaran untuk belanja dan kebutuhan rakyat.

Esensinya akan dengan mudah memberdayakan semua insan yang memiliki kehebatan dalam bidang yang dibutuhkan negara, namun justru yang di dapat dari para ahli, jika bekerja di dalam negeri tidak sebanding dengan bila bekerja di luar negeri atau swasta. Bukan perkara mudah untuk memperbaiki tatanan instansi yang saat ini sedang berjalan, namun tidak ada kata terlambat untuk membenahi semua hal yang di rasa perlu untuk di restrukturisasi demi kemaslahatan bersama dan efisiensi pekerjaan.

Berpijak dari data yang dirilis PISA di atas, maka bisa ditarik gambaran untuk proyeksi mendatang bagaimana menghadirkan minat baca anak-anak Indonesia melalui beragam hal. Saat ini terjadi miskonsepsi terkait dengan kebijakan pemerintah di beberapa daerah, yakni salah satunya tidak memperhatikan nasib perpustakaan dan sumber bahan bacaan untuk anak di daerah. Hal ini menjadi catatan penting bagi pemangku kebijakan dan para tokoh masyarakat yang memiliki tanggung jawab moral menjaga keberlangsungan kehidupan anak bangsa di masa yang akan datang.

Baca Juga :  RUSAKNYA PERGAULAN

Evaluasi Kebijakan Daerah

Melalui observasi di lapangan, ternyata ada banyak daerah yang tidak menghadirkan ruang dan tempat sebagai arena anak-anak bermain serta mendapatkan bahan bacaan. Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Riset dan Teknologi harus lebih memprioritaskan anggaran untuk pembangunan dan pengembangan perpustaakan daerah. Penelitian dan bahan bacaan yang mudah di akses, baik secara offline maupun online akan memudahkan anak-anak menemukan minat bacaannya yang sesuai. Eksekusi terhadap embel-embel giatkan literasi Indonesia tidak berbanding lurus dengan keadaan di daerah, pasalnya masih banyak daerah yang kesulitan mendapatkan buku-buku dan bahan bacaan yang dibutuhkan masyarakat. Bukan perkara mudah untuk menghadirkan minat baca di kalangan masyarakat awam, terutama para generasi penerus bangsa yang memiliki andil besar dalam mengisi wajah Indonesia di masa medatang. Namun hal semacam ini akan dengan mudah diatasi bila dikeluarkan kebijakan mengenai pengembangan dan keberlanjutan literasi di daerah. Berdasarkan laporan
dari Deputi bidang Pengembangan Sumber Daya Pepustakaan, Perpustakaan RI (Perpusnas), Dedi Kurniadi (25/5/2022), menegaskan jumlah koleksi di perpustakaan daerah jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, rasionya 1:90. Artinya satu buku ditunggu oleh 90 orang, dan menurut standar UNESCO 1 orang itu menunggu tiga buku. Hal ini sangat memprihatinkan dunia literasi Indonesia yang tidak terperhatikan dengan baik.

Kurangnya Sosialisasi Orang Tua

Dengan kehadiran sang anak dalam rumah tangga akan semakin menambah keharmonisan dalam menjalani kehidupan suami istri. Namun, akan menjadi problem bila sejak dini tidak diajarkan nilai-nilai yang luhur dalam berinteraksi dengan orang lain, terutama dengan teman sebaya. Ada banyak dampak yang diterima sang anak yang tidak mendapatkan pengajaran baik perihal berperilaku sopan dan menghargai orang lain. Salah satu cara mendidik sejak dini, ialah menampilkan hal-hal baik di hadapannya, baik secara visual, audio, maupun audio-visual. Gerakan literasi Indonesia terus digencarkan bila tidak didukung oleh orang tua yang melek dengan problematika saat ini akan justru memperunyam masalah.

Sebagai gambaran, dengan memberikan perhatian yang serius pada sang anak yang memiliki bakat yang unik, baik di bidang olahraga, seni, teknologi, budaya, agama, politik, dan lain-lain. Maka lambat laun sang anak akan memahami arah tujuan hidupnya, dan dengan memahami tujuan hidupnya akan menambah aset negara, keahlian dalam satu bidang untuk mengelola kekayaan alam Indonesia. Semua berawal dari unit terkecil dari peradaban manusia yakni keluarga. Pokok dari semua problematika yang terjadi juga berawal dari keluarga. Bila banyak terjadi kekacauan dalam keluarga, maka akan banyak problem yang harus diselesaikan oleh aparat penegak hukum. Oleh karena itu perlu ada penyegaran dan pendampingan dalam unit terkecil masyarakat di negeri ini untuk meningkatkan efektivitas dan kualitas generasi emas. Sebaliknya bila yang terjadi justru penyampaian yang salah dalam keluarga dan saling menyalahkan dalam internal masyarakat akan menimbulkan efek baru, yakni anak-anak semakin merajalela berbuat sesuka hatinya tanpa diperha
tikan kedua orang tua dan masyarakat.

Baca Juga :  Salah Kaprah Kampus sebagai Pabrik Pekerja

Kondusifitas Di Sekolah

Semua hal terjadi di sekolah sudah barang tentu menjadi tanggung jawab para guru dan kepala sekolah. Termasuk mengatasi rendahnya literasi di kalangan anak-anak bisa digenjot melalui sekolah, sebagai patokan sederhana dengan menerapkan satu anak satu buku per bulan. Maka dalam setahun akan ada 12 buku yang dibaca sang anak. Jika diterapkan satu buku per bulan, bila dikalkulasikan dalam satu sekolah yang memiliki 400 siswa maka akan ada 400 buku yang dibaca siswa. Ini baru perkiraan satu bulan satu buku. Mustahil rasanya satu bulan hanya membaca satu buku, terlebih anak-anak zaman sekarang sudah lancar membaca dan sangat lihai dalam memperhatikan bahan bacaan. Bila satu anak bisa menuntaskan satu hingga tiga buku per bulan, akan terlihat dalam beberapa tahun mendatang, akan bermunculan anak-anak cerdas dan berprestasi yang membanggakan serta memberikan efek positif bagi orang tua, sekolah dan masyarakat. Bila semua pihak bekerja sama memberikan semua kekuatannya untuk membentuk karakter anak bangsa yang sesungguhnya, maka akan terlihat sempurna peradaban yang penuh dengan teknologi canggih, ilmu pengetahuan meningkat, serta kekuatan bangsa yang terstruktur berkat kehebatan menebarkan pesona literasi pada generasi muda.

Iklan
Iklan