Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
Opini

Regulasi dengan Kesadaran, Mungkinkah?(Menyoal Konversi Gas Melon ke Bright Gas)

×

Regulasi dengan Kesadaran, Mungkinkah?(Menyoal Konversi Gas Melon ke Bright Gas)

Sebarkan artikel ini

Oleh : Ahmad Barjie B
Komisi Informasi dan Komunikasi MUI Kalsel

Urusan energi dan bahan bakar untuk dapur sangat vital, karena tiap saat dan tiap hari kita butuh makan dan memasak makanan. Ketersediaannya harus selalu ada dan mencukupi sehingga kebutuhan orang banyak ini tidak boleh tidak harus pula ada setiap saat. Apabila kurang atau langka akan terjadi kepanikan dan kehebohan, dan di saat itu masyarakat akan lebih dirugikan karena terpaksa harus membeli dengan harga di atas ketentuan.
Itulah yang terjadi ketika masyarakat diminta untuk berubah, dari menggunakan kayu bakar untuk memasak berganti dengan minyak tanah. Masyarakat menyadari, memasak dengan kayu bakar – meski konon lebih enak – tidak bisa lagi diandalkan karena kayu makin langka. Mereka rela meninggalkannya dan beralih ke minyak tanah (minyak gas). Sekian lama keadaan ini stabil karena harga minyak tanah saat itu relatif murah.
Ketika harganya mendadak naik dan langka, mau tak mau masyarakat harus berubah lagi ke gas, meski ada juga yang mencoba bertahan karena takut memasak dengan gas. Di masa transisi itulah sempat terjadi kepanikan masyarakat. Pemerintah, dalam hal ini Pertamina menyosialisasikan dan mendistribusikan gas elpiji 3 kg (gas melon) kepada masyarakat. Sempat terlambat, sehingga banyak masyarakat kelas menengah bawah terpaksa membeli tabung gas 12 kg, yang kalau digabung dengan kompor gasnya, harganya di atas Rp1 juta.

Baca Koran


Tidak tahan dengan harga gas elpiji 12 kg nonsubsidi yang relatif mahal, mereka kemudian berpindah lagi kepada gas melon 3 kg, sementara tabung gas 12 kg terpaksa disimpan. Gas 3 kg inilah yang digunakan oleh kebanyakan warga masyarakat hingga sekarang, baik kelas bawah hingga menengah. Meskipun banyak juga kalangan menengah menggunakan gas 12 kg, namun bagi yang suka berhemat tetap melirik gas 3 kg bersubsidi.


Akhir-akhir ini kita mendengar lagi bahwa gas 3 kg ternyata bukan untuk dikonsumsi umum, melainkan hanya untuk masyarakat miskin, karena harga yang diberlakukan selama ini disubsidi. Dalam konteks ini masyarakat menengah ke atas diminta meninggalkan gas 3 kg dan segera beralih kepada bright gas 5,5 kg. Golongan menengah atas dimaksud, dimulai dengan kalangan pegawai negeri.

Baca Juga :  PENGORBANAN UNTUK SIAPA?

Didasari Kesadaran

Meskipun perubahan merupakan sebuah keniscayaan, namun untuk melakukan konversi dari melon gas ke bright gas, tentu tidak mudah dan sederhana. Pertama, harga tabung bright gas sendiri relatif mahal, begitu juga harga isi ulangnya. Kedua, ketersediaan bright gas apakah benar-benar mencukupi. Ketiga, kesadaran masyarakat, khususnya PNS/ASN untuk mau dan segera berubah juga diragukan. Selain beralasan ada di antara mereka gajinya kecil, banyak tanggungan keluarga, juga tak sedikit PNS/ASN yang pola hidupnya lebih hemat ketimbang masyarakat umum.


Tidak kurang rumitnya untuk kalangan masyarakat swasta yang bukan PNS/ASN tetapi tergolong mampu, apakah mereka juga mau berubah ke bright gas, karena orang mampu justru pandai berhemat ketimbang orang miskin. Kalau cara penyaluran dan pemasarannya tidak diatur dan dibatasi, orang dengan mudah untuk mengakali. Apakah aparat pemerintah terkait sanggup melakukan survey dari rumah ke rumah kemudian memastikan jenis gas yang sesuai untuknya, juga masih tanda tanya.


Di tengah kesulitan dan problema regulasi di atas, maka cara paling ampuh untuk menertibkan penggunaan gas secara proporsional adalah dengan kesadaran warga masyarakat itu sendiri. Artinya, ada atau tidak ada aturan dan himbauan dari atasan atau instansi terkait, PNS/ASN bersangkutan harus dengan kesadaran sendiri untuk beralih. Hal ini sangat memungkinkan, karena kenyataannya sudah banyak keluarga PNS/ASN di Kota Banjarmasin, Banjarbaru dan beberapa daerah lainnya dengan kemauan dan kesadaran sendiri beralih ke bright gas. Alasan mereka, gas melon disubsidi pemerintah dan hanya ditujukan untuk masyarakat miskin, sementara mereka sudah tergolong sejahtera (menengah atas) dan tak mau termakan hak orang-orang miskin.

Anjuran Agama

Kesadaran akan muncul dalam diri individu dan keluarga apabila ia memahami ajaran agama. Banyak sekali ajaran agama yang menyuruh kita untuk bersikap adil, jujur, amanah dan proporsional. Adil artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya. Kalau kita relatif sejahtera, maka kita jangan mengaku-aku atau menempatkan diri sebagai orang miskin, begitu juga sebaliknya. Kita tidak boleh meminta, memakai dan memakan sesuatu yang bukan hak kita.


Meskipun ada ajaran agama yang menganjurkan hidup sederhana, wara’, zuhud, hemat, namun yang dimaksudkan adalah yang tidak berkaitan dengan kepentingan orang banyak. Misalnya, orang kaya boleh saja masih memakai motor atau mobil butut, tanpa harus melakukan konversi kepada motor dan mobil mewah, boleh memakai baju murah, mengonsumsi makanan murah dll, meskipun ia mampu membeli yang mahal. Itu menyangkut kebutuhan pribadi.

Baca Juga :  DASAR KEBOHONGAN


Tetapi dalam soal yang berkaitan dengan kebutuhan orang banyak seperti halnya gas elpiji, maka kesederhanaan tidak berlaku. Kalau orang mampu bertahan dengan gas elpiji termurah, maka selain akan termakan hak orang miskin, juga rentan terjadi kelangkaan disebabkan kebutuhan melebihi persediaan, juga membengkaknya subsidi seperti sering dikeluhkan pemerintah. Kalau sampai terjadi kelangkaan dan hal itu sudah kerap terjadi, otomatis harganya akan menjadi mahal, dan lagi-lagi akan membuat orang miskin terpukul karena terpaksa membeli di atas harga normal.


Bright artinya cerdas, cemerlang, gembira, terang, dan bijaksana. Mereka yang dengan kesadaran sendiri berpindah ke bright gas dapat dipuji sebagai warga yang cerdas, berpikir cemerlang, berhati terang dan gembira, dan bersikap bijaksana. Mereka yang mau konversi, secara tidak langsung membantu masyarakat miskin.


Sementara pemerintah masih dalam tahap sosialisasi dan mencari formula distribusi yang tepat untuk melakukan konversi gas melon ke bright gas, kesadaran begini sangat dibutuhkan. Namun kesadaran tak bisa diandalkan dalam jangka waktu lama, sebab cara pandang orang berbeda-beda dan tidak semua orang mau mentransformasi dirinya. Harus ada regulasi yang tegas dan jelas, bahkan kalau perlu disertai sanksi bagi yang melanggarnya.


Mengingat kebutuhan energi dan bahan bakar sangat massal dan selamanya, pemerintah dan pihak terkait dituntut jujur dan proaktif untuk terus mencari bahan/sumber energi alternatif. Briket batubara belum diproduksi dan digunakan secara massal sebagai bahan bakar rumah tangga, padahal harganya lebih murah dan daerah kita kaya dengan bahan yang satu ini. Seharusnya pemerintah menyediakan berbagai alternatif bahan bakar untuk memasak, sebagaimana bahan bakar untuk mesin, motor dan mobil; ada solar, premium, pertalite, pertamak, listrik dan sebagainya. Dengan begitu masyarakat bisa memilih sesuai dengan kemauan dan kemampuan isi kantongnya.

Iklan
Iklan