Oleh : AHMAD BARJIE B
Istilah kenakalan anak atau remaja (juvenile delinquency) sudah lama digunakan. Kalau diukur dengan tahun, mungkin di era 1970-an sudah marak kenakalan ini. Banyak sekali jenis kenakalan dan pelanggaran yang dilakukan oleh remaja, yang umumnya disebabkan mereka tidak mendapatkan pendidikan dan pembinaan akhlak dari orangtya, sekolah atau lingkungannya.
Kenakalan anak remaja umumnya dilakukan oleh mereka yang putus sekolah (drop out), dari keluarga yang tidak harmonis (broken home), dan bias juga terjadi pada keluarga yang orangtuanya selalu sibuk, sehingga anak remaja kehilangan kasih sayang dan perhatian.
Pertama, kenakalan itu berupa pelanggaran terhadap norma sosial, di antaranya pergi tanpa pamit dengan orangtua, berani/suka melawan orangtua, tidak sopan, menjelekkan nama keluarga, suka berbohong, memiliki/menyimpan alat-alat yang dapat membahayakan orang lain, membolos sekolah, menentang guru, berkeliaran di malam hari, bergaul dengan orang-orang yang berakhlak jelek, menjadi pelacur dan bergaul bebas, minum minuman keras, narkoba, suka membaca buku-buku dan nonton film/video/situs porno/cabul, berpakaian tidak wajar, menghias diri berlebihan dan lain-lain.
Kedua, berupa kenakalan yang tergolong kejahatan yang melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), misalnya mengakibatkan orang lain mati, penganiayaan berat dan ringan, pemerasan, pengancaman, pembegalan, penculikan, menghancur dan merusak barang orang, pencurian dengan kekerasan, pencurian biasa dan ringan, penipuan dan peggelapan, perjudian, perkosaan, narkoba, tawuran, dll.
Ketiga, ada pula pelanggaran hukum yang diatur di luar KUHP, misalnya pelanggaran aturan-aturan lalu lintas, ngebut, mempreteli kednaraannya atau mengubah knalpotnya hingga bersuara yang memekakkan telinga, nonton film yang belum umurnya, mengajak teman-temannya menonton film porno dan sejenisnya.
Apabila para remaja tidak dibina akhlaknya, maka hal itu sangat potensial menimbulkan hal-hal yang merugikan, baik bagi remaja itu sendiri, keluarganya maupun masyarakatnya. Remaja yang seharusnya menjadi generasi harapan masa depan bisa jadi akan tergadaikan. Oleh karena itu membangun suatu bangsa harus dimulai dengan membangun akhlak remajanya.
Sekarang ini pemerintah melalui dinas terkait banyak membuka peluang bagi pendidikan paket A, B dan C, jadi anak remaja yang putus sekolah bisa melanjutkan pendidikannya supaya mendapatkan ijazah, yang kelak dapat digunakan untuk bekerja. Karena boleh dikatakan semua pekerjaan membutuhkan ijazah sebagai tiket masuk. Kemudian pemerintah juga membuka pelatihan keterampilan hidup (life skill), dengan melatih para remaja supaya memiliki bekal keahlian sesuai dengan bakat dan minat, serta kebutuhan masyarakat. Dengan begitu mereka dapat menyibukkan diri untuk bekerja, dan pada gilirannya dapat meninggalkan kenakalannya selama ini. Mereka dapat berumah tangga dan hidup mandiri sebagaimaa masyarakat normal pada umumnya.