Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan Utama
TRI BANJAR

Pemerhati ULM: Anak Putus Sekolah Bukan Sekadar Angka, tapi Potret Masa Depan Suram

×

Pemerhati ULM: Anak Putus Sekolah Bukan Sekadar Angka, tapi Potret Masa Depan Suram

Sebarkan artikel ini
IMG 20250718 105303
Dr. Nina Permata Sari, S.Psi., M.Pd.

BANJARMASIN, Kalimantanpost.com – Kota Banjarmasin menyimpan fakta kelam di balik gemerlap lampu kota dan geliat pembangunan. Ribuan anak terpaksa meninggalkan bangku sekolah. Ironisnya, jumlah ini bisa lebih besar dari yang tercatat secara resmi.

Data dari Dinas Pendidikan menyebutkan ada sekitar 1.900 hingga 2.000 anak yang sudah teridentifikasi sebagai putus sekolah. Namun, angka gelapnya diperkirakan bisa mencapai 7.000 anak lebih karena banyak yang tidak terlapor dan luput dari pendataan, baik di tingkat kota maupun provinsi.

Kalimantan Post

Pemandangan anak-anak yang tidak bersekolah mudah ditemukan di Banjarmasin. Mereka terlihat di perempatan lampu merah, beraksi sebagai manusia silver, mengamen, atau mengemis. Ini bukan hanya tentang ekonomi, tapi juga tentang hak anak yang direnggut sejak dini.

Pemerhati pendidikan dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Dr. Nina Permata Sari, S.Psi., M.Pd., angkat bicara. Ia menyebut, kondisi ini sudah masuk kategori darurat pendidikan dan menuntut aksi nyata dari seluruh pihak, terutama pemerintah dan masyarakat sekitar.

“Ini masalah serius. Tidak cukup hanya dibebankan ke pemerintah, tapi juga perlu keterlibatan semua pihak, termasuk keluarga dan masyarakat sekitar. Banyak anak yang akhirnya berhenti sekolah karena faktor ekonomi dan lingkungan yang tidak mendukung,” ujarnya, Kamis (17/7/2025).

Padahal, lanjutnya, pemerintah telah banyak membuka akses pendidikan gratis. Namun fakta di lapangan menunjukkan, sebagian besar anak harus membantu orang tua bertani, menjadi tulang punggung keluarga sejak kecil, hingga melewatkan masa-masa emas belajar.

“Saat musim tanam atau panen, banyak anak yang absen berminggu-minggu tanpa keterangan. Mereka ketinggalan pelajaran dan akhirnya sulit mengejar ketertinggalan. Tanpa sistem pengawasan, mereka bisa benar-benar hilang dari sekolah,” tegasnya.

Nina menekankan pentingnya pengawasan berlapis dari tingkat RT hingga pemerintah kota. Ia menilai sudah saatnya Dinas Pendidikan memiliki tim khusus yang turun ke lapangan, melakukan pendataan dan pengecekan langsung ke rumah-rumah.

“Kalau di satu rumah ada tiga anak usia sekolah, tapi tak satu pun bersekolah, itu alarm keras bagi semua pihak! Jangan sampai mereka terlambat diselamatkan,” katanya lantang.

Ia juga menyoroti bahwa pendidikan bukan sekadar hak, tapi kunci utama keluar dari lingkaran kemiskinan dan pengangguran. Anak yang tak sekolah hari ini, bisa jadi pengangguran tak berdaya di masa depan.

“Kesejahteraan itu sangat ditentukan oleh pendidikan. Tanpa itu, mereka hanya bisa mengandalkan fisik, bukan intelektual. Maka tak heran, banyak yang tersingkir dalam dunia kerja dan akhirnya terjebak dalam kemiskinan yang sama,” katanya prihatin.

Kalimantan Selatan pernah mendapat predikat sebagai Kota Layak Anak pada 2020. Tapi kini, dengan melonjaknya jumlah anak putus sekolah, status itu seolah tinggal slogan.

“Pendidikan harus jadi prioritas. Kalau pemerintah terlalu sibuk dengan UMKM tapi abai pada pendidikan anak-anak, masa depan daerah ini akan suram. Saya harap ada keseriusan nyata, sebelum semuanya terlambat,” pungkasnya penuh harap. (fin/KPO-1)

Iklan
Iklan