Oleh : AHMAD BARJIE B
Yogyakarta Komik Weeks (YKW) digelar di Gedung Saraswati Museum Sonobudoyo Yogyakarta 10-19 Oktober 2025 lalu. Pemeran ini merupakan ajang seniman muda Yogyakarta untuk memamerkan kreasinya, juga mengundang para komikus provinsi lain dan mancanegara, karena itu terdapat juga karya komik berbahasa asing sesuai negara peserta. Beberapa pengurus Dewan Harian Daerah Badan Pembudayaan Kejuangan 45 (DHD 45) Kalsel berkesempatan hadir di kegiatan ini.
Kepala Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Dian Laksmi Pratiwi menyatakan, rangkaian YKW 2025 bukan sekadar kompetisi pembuatan komik, tetapi juga membangun talenta dan regenerasi seniman muda. Karena itu para siswa SMA sederajat juga diundang sebagai peserta. Menurut kurator pameran, Terra Bajraghosa, tahun ini pihaknya mengusung tema “Efisiensi Literasi”, bukan dengan maksud menyederhanakan, tetapi menjadikan komik sebagai medium penyampaian pesan secara ringkas, efektif dan bermakna melalui kekuatan visual, yaitu perpaduan antara narasi (teks) dengan gambar. Di arena pameran juga disediakan buku-buku komik berbagai tema, dari yang ringan sampai berat seperti peristiwa terbunuhnya pejuang hak asasi manusia, Munir, yang oleh penulisnya disajikan berupa komik.
Yogyakarta khususnya dan beberapa kota di Jawa, selain Bali, selama ini memang dikenal sebagai kota yang kaya dengan karya seni dan budaya dalam berbagai bentuknya. Daerah ini dijuluki sebagai kota budaya, selain sebagai kota pelajar dan kota sejarah. Semua ini berkontribusi signifikan pada tingginya arus pariwisata. Daerah lain tentu juga dapat melakukan hal serupa dengan meningkatkan dan mengaktualisasikan potensi masing-masing.
Komik yang berarti cerita bergambar terdapat dalam majalah, surat kabar atau buku, umumnya mudah dicerna dan lucu. Arti lain komik adalah pelawak atau badut. Komik perpaduan antara narasi dan gambar (ilustrasi) yang sengaja dilukis secara alamiah, bukan hasil rekayasa AI (Artificial Intelligence) yang muncul belakangan ini. Karena itu sebuah komik merupakan karya dua pihak, yaitu penulis narasi/naskah (script writer) dengan pembuat gambar (ilustrator), atau satu pihak dengan kemampuan ganda sekaligus, yaitu sebagai pembuat cerita dan gambar.
Selama ini komik cukup digemari di kalangan masyarakat Indonesia bahkan dunia. Bagi penggemarnya, mereka tidak asing dengan komik yang bercerita tentang berbagai tema, dari cerita horor, kesaktian, perkelahian, perjuangan, petualangan, percintaan, agama, dan sebagainya. Ada masanya, cerita tentang G-30-S PKI 1965 dan cerita tentang siksa kubur sorga dan neraka dan sebagainya begitu diminati, karena mampu disajikan dalam bentuk komik, sehingga pembaca bisa memahaminya tanpa harus membaca buku-buku serius yang tebal.
Dengan membaca komik, orang dapat menyimpulkan suatu peristiwa dan menangkap pesan yang dikandungnya dalam waktu singkat. Walaupun membaca komik cukup memakan waktu, terutama bagi penghobi komik, tetapi tentu tidak seperti membaca buku-buku tebal dan serius. Untuk yang tersebut terakhir, tentu hanya bisa dipahami dan dilakukan oleh komunitas khusus, misalnya kalangan terpelajar, sarjana atau peneliti, apalagi kadang bahasanya tidak mudah dipahami dan bercampur bahasa asing, atau 100 persen berbahasa asing.
Beberapa negara yang selama ini dikenal sebagai negara pembaca, seperti Jepang, Korea, Finlandia, Swedia, Denmark, Rusia, dan beberapa negara Eropa lainnya, mereka juga memulainya dengan memasyarakatkan komik di kalangan generasi mudanya. Setelah kesadaran membaca terbangun, barulah ditingkatkan kepada buku-buku yang lebih serius dan bermakna bagi peningkatkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan teknologi. Kita tentu tidak bisa berharap pintar dan cerdas hanya dengan membaca komik, tetapi minimal komik akan merangsang daya tarik dan kegemaran membaca secara dini dan dapat menyentuh masyarakat awam yang selama ini malas membaca. Minat baca masyarakat Indonesia yang selama ini dianggap rendah, boleh jadi karena komik belum memasyarakat, atau generasi muda langsung dihadapkan pada buku-buku serius, yang belum tentu mereka senangi dan pahami isinya, yang pada akhirnya mereka malas atau enggan membaca.
DHD 45 Kalsel berkepentingan hadir di arena YKW Yogyakarta dan meninjau tempat-tempat dan museum sejarah lainnya, karena merasa bahwa daerah kita Kalimantan Selatan juga memiliki berbagai potensi yang dapat diangkat dalam karya komik, khususnya potensi sejarah. Kita punya sejarah yang panjang, ada peristiwa Perang Banjar Barito (1859-1905) dengan berbagai kroniknya, Perang Kemerdekaan (1945-1949) dengan segala dinamikanya, seperti Serangan 9 November 1945 di Banjarmasin, Pertempuran Marabahan 5-7 Desember 1945, Pertempuran Pagatan 7 Februari 1946, Hambawang Pulasan Balangan 1947 dan 1948, Pertempuran Nagara awal Januari 1949 dan sebagainya. Dalam beberapa peristiwa pertempuran yang sangat heroik yang berpuncak pada Proklamasi 17 Mei 1949, peran ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan pimpinan Hassan Basry dan para pimpinan pejuang lainnya sangat besar dan penting sekali dikenang oleh generasi di belakang.
Setahu penulis, peristiwa Tenggelamnya Kapal Perang Onrust dalam Perang Banjar-Barito 26 Desember 1859 ada diceritakan dalam bentuk komik. Perang Banjar Waja Sampai Kaputing (Pangeran Antasari) sudah pula dimainkan dalam drama, dan film layar lebarnya ditayangkan perdana sejak 2018 lalu. Proklamasi 17 Mei juga sudah disajikan dalam film animasi berdurasi pendek, dengan kronologi cerita dan persebaran yang sangat terbatas, sehingga belum banyak diketahui umum. Peristiwa-peristiwa heroik lainnya, kebanyakan disajikan dalam bentuk buku-buku sejarah lokal, itu juga terbatas, baik kualitas maupun kuantitas oplagnya.
Ke depan perlu diusahakan menyampaikan cerita-cerita peristiwa dan pesan-pesan perjuangan itu dalam bentuk buku komik, e-comic atau film animasi berdurasi pendek, dengan sasaran utama anak-anak sekolah. Lembaga dan instansi terkait seperti Pemerintah Daerah, Dinas-dinas Pendidikan, Kebudayaan, Museum, DHD/DHC 45 kabupaten kota, sejarawan dan budayawan yang masih hidup, perlu memikirkan dan menindaklanjuti. Para script writers dan ilustrator banua perlu mengambil peran. Mereka tentu lebih menjiwai dan memahami medan.
Mengangkat peristiwa-peristiwa sejarah daerah merupakan tanggung jawab kita sendiri, dengan memanfaatkan potensi yang ada, kerjasama dengan luar daerah lebih bersifat teknis. Di tengah gejala orang melupakan sejarah perjuangan dan pesan pahlawannya, hal ini penting dipikirkan. Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi. Wallahu A’lam.










