Kalimantan Post - Aspirasi Nusantara
Baca Koran
Space Iklan
Space Iklan
Iklan
Opini

Resep Kapitalisme : Harta Publik Jadi Sumber Kesejahteraan Elit

×

Resep Kapitalisme : Harta Publik Jadi Sumber Kesejahteraan Elit

Sebarkan artikel ini

Oleh : Fatimah Fitriana, S.Hut
Pemerhati sosial kemasyarakatan, Tinggal di Hulu Sungai Selatan (HSS)

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) baru saja menerbitkan Keputusan Menteri BUMN Nomor SK-315/MBU/12/2019 yang memperketat perizinan pembentukan anak,cucu, hingga cicit perusahaan pelat merah ini. Anak, cucu hingga cicit BUMN selama ini diketahui jumlahnya ratusan.Untuk sementara, Kementerian BUMN juga menghentikan pendirian anak, cucu, dan cicit perusahaan BUMN hingga beleid tersebut dicabut oleh pimpinannya. (Detik.com, 13/12/2019).

Baca Koran

Sebagaimana yang pernah diungkapkan langsung oleh Menteri BUMN terdahulu Rini Soemarno, anak-cucu perusahaan BUMN tercatat mencapai total 700 perusahaan. Hal ini lah yang kemudian dianggap tidak efektif bagi Erick Thohir sebab banyak yang tidak sejalan dengan induk perusahaan BUMN asalnya.

Pengamat BUMN Toto Pranoto menjelaskan membengkaknya pertumbuhan anak-cucu perusahaan BUMN terjadi karena adanya kelalaian dalam pengelolaan BUMN. Dia bilang, sejak dulu pemerintah abai terhadap regulasi perizinan pembentukan anak-cucu perusahaan BUMN.

Menurut Toto, sebanyak apapun jumlah anak-cucu perusahaan BUMN sebenarnya bukan menjadi masalah. Masalah utama yang menyebabkan kerugian di ranah BUMN sebenarnya justru karena kurangnya kontrol atas kinerja anak-cucu perusahaan BUMN tersebut. (Detik.com, 13/12/2019).

Sebagaimana Pengamat BUMN lain Naldy, dari dulu pihaknya menemukan banyak anak cucu perusahaan BUMN yang melakukan monopoli usaha. Perilaku seperti itu bisa menyulitkan perusahaan swasta untuk berkembang.

Menurut catatannya, saat ini terdapat sekitar 600-700 anak cucu perusahaan milik negara yang tidak sesuai dengan bisnis induknya. Sehingga, kata dia, anak perusahaan inilah yang diduga hanya menggerogoti induk perusahaan dan akhirnya terus merugi.(Mediaindonesia.com, 14/12/2019).

Menteri BUMN yang baru membuat gebrakan bersih-bersih ini untuk menertibkan ratusan anak perusahaan BUMNyang dianggap tidak sehat. Upaya merampingkan perusahaan itu memang tidak mudah. Karena, banyaknya jajaran direksi BUMN yang ikut menikmatinya. Seperti merangkap menjadi komisaris di anak maupun cucu perusahaan tersebut.

Baca Juga :  HAKIKAT DUNIA

Misalnya Eks Dirut Garuda Ari Askhara, terungkap telah menjadi komisaris di enam perusahaan anak cucu Garuda. Namanya mengemuka setelah ia dan tiga direksi perusahaan pelat merah diduga terlibat dalam kasus penyelundupaan motor Harley Davidson dan dua sepeda motor Brompton. (Tribun-Bali.com, 8/12/2019).

Sebelumnya Pengamat BUMN Said Didu menjelaskan kinerja BUMN sejak 2005 lalu, baru kali ini BUMN mengalami masalah. Misalnya pada BUMN besar seperti Pertamina yang labanya anjlok, PLN yang merugi dan Garuda Indonesia yang juga menelan kerugian.”Sejak 2005 baru kali ini kinerja BUMN bermasalah. Kondisi memprihatinkan, dampaknya baru terlihat pada 3 hingga 4 BUMN saja, yang besar-besar seperti Pertamina kan labanya anjlok, PLN rugi, Garuda rugi juga. Kemudian BUMN konstruksi juga sedang menghadapi persoalan yang cukup besar,” katanya. (detikFinance, 14/1/2019).

BUMN saat ini tidak banyak dalam memberikan pemasukan negara, justru merugikan negara. Karena BUMNdijadikan lahan bisnis oleh segelintir elit. Hal ini terjadi karena sistem yang diterapkan oleh negara adalah sistem kapitalis yang menuntut negara untuk melakukan bisnis dalam memenuhi hajat publik dan mengelola harta publik.

Konsep Ekonomi Kapitalisme hak kepemilikan privat tidak hanya menyangkut pribadi manusia, namun legal individual yang bisa mencakup perusahaan, pemerintah atau bentuk kumpulan lain dalam kerangka kepemilikan privat. Maka, muncullah privatisasi, korporatokrasi sebagai interaksi antar komponen dalam masyarakat dan negara, hingga hubungan pemerintah dan rakyat sama dengan hubungan penjual dan pembeli. Seperti, kekayaan alam, ketika individu memiliki usaha dan mampu membeli nilai pada sumberdaya tersebut, maka sumberdaya tersebut akan menjadi miliknya, terlepas apakah sumberdaya itu menyangkut hajat hidup masyarakat ataukah tidak. Rakyat harus membayar harga tertentu untuk dapat mendapatkan sumberdaya tersebut.

Berbeda halnya dengan sistem Islam. Islam dengan jelas mendudukkan konsep yang tepat tentang kepemilikan (al-milkiyah). Kepemilikan (property) hakikatnya seluruhnya adalah milik Allah secara absolut. Allahlah Pemilik kepemilikan dan kekayaan. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surah al-Maidah ayat 17:Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi serta apa saja yang ada di antara keduanya.

Baca Juga :  Negeri Kaya Ulama

Islam mengklasifikasikan harta publik sebagai kepemilikan publik (collective property) dan kepemilikan negara (state property). Kepemilikan publik adalah seluruh kekayaan yang telah ditetapkan kepemilikannya oleh Allah bagi kaum Muslim sehingga kekayaan tersebut menjadi milik bersama kaum Muslim. Seperti pertama, sarana umum yang diperlukan oleh seluruh warga negara untuk keperluan sehari-hari seperti air, saluran irigasi, hutan, sumber energi, pembangkit listrik dan lain-lain. Kedua, kekayaan yang asalnya terlarang bagi individu untuk memilikinya seperti jalan umum, laut, sungai, danau, teluk, selat, kanal, lapangan, masjid dan lain-lain. Ketiga,barang tambang (sumberdaya alam) yang jumlahnya melimpah, baik berbentuk padat (seperti emas atau besi), cair (seperti minyak bumi), atau gas (seperti gas alam). Sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Kaum Muslim sama-sama membutuhkan tiga perkara: padang, air dan api’’. (HR Abu Dawud dan Ibn Majah).

Maka terlarang ada kontrak karya seperti pada Freeport, superbody dalam BPJS tenaga kerja dan kesehatan, terlarang pemberian hak konsesi hutan, hutan tanaman industri dan kemitraan swasta pemerintah di sektor ini. Negara tidak boleh mengambil untung dari harta milik rakyat ini.

Sedangkan kepemilikan negara berupa pengelolaan bangunan, tanah dan perkebunan bisa diberikan kepada rakyat atau dikelola oleh semacam BUMN yangmengedepankan pemberdayaan masyarakat dan tidak berperan sebagai pebisnis ketika berhadapan dengan kemaslahatan publik.

Meskipun akses terhadapnya terbuka bagi kaum Muslim, regulasinya diatur oleh negara. Kekayaan ini merupakan salah satu sumber pendapatan Baitul Mal kaum Muslim. Pemimpin negara, bisa melakukan ijtihad dalam rangka mendistribusikan harta tersebut kepada kaum Muslim demi kemaslahatan Islam dan kaum Muslim.

Iklan
Iklan