Oleh : Mahrita Julia Hapsari, M.Pd
Praktisi Pendidikan
Bulan Februari adalah milik pers Indonesia. Berdasarkan surat Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1985, menyebutkan bahwa pers nasional Indonesia mempunyai sejarah perjuangan dan peranan penting dalam melaksanakan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila. Maka pada tanggal 9 Februari, bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Persatuan Wartawan Indonesia, diselenggarakanlah Hari Pers Nasional (HPN) secara bergiliran di ibukota provinsi.
Puncak HPN ke-74 tahun 2020 ini diselenggarakan di provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel). Dengan tagline “Pers Menggelorakan Kalimantan Selatan sebagai Gerbang Ibu Kota Negara”. dapat memberikan suntikan semangat bagi Kalsel dalam berbenah diri menjadi gerbang ibu kota negara baru. Gelaran HPN juga diharapkan dapat menjadi katalisator pembangunan daerah sehingga berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat Kalsel.
Ribuan orang meramaikan perayaan HPN mulai tanggal 7-9 Februari 2020. Mulai dari masyarakat biasa hingga presiden. Para undangan berdatangan, mulai dari wartawan, pejabat dan pengusaha. Sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju dan 24 duta besar negara sahabat juga datang ke Kalsel untuk mengikuti serangkaian agenda HPN.
Serangkaian acara mewarnai kemeriahan HPN 2020. Mulai dari pameran, aksi menanam pohon, pemberian penghargaan bagi wartawan dan berbagai seminar. Seminarpun beragam, mulai dari yang berbau pers, seminar tentang stunting hingga seminar investasi. Adapula deklarasi kebebasan pers yang menurut janji presiden akan segera mengeluarkan regulasi untuk melindungi pers Indonesia.
HPN bukan sekedar perayaan hari pers, namun lebih ke efek ekonomi. Sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Perhubungan, Budi Karya, hari pers adalah momentum untuk meningkatkan ekonomi kerakyatan dan pembangunan. Hal senada disampaikan oleh Tjahjo Kumolo, Menpan RB, ketika memberikan kata sambutan pada pembukaan Seminar ‘Best Practices Kepemerintahan yang Baik’ di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Jumat (7/2/2020).
Tjahjo mengatakan bahwa pelaksanaan HPN menjadi penting bagi Kalsel untuk lepas landas melakukan pembangunan yang tepat dalam rangka mempersiapkan Kalsel sebagai gerbang Ibu Kota Negara baru (inews.id, 07/02/2020). Maka menjadi logis ketika seminar investasi menjadi salah satu agenda HPN. Seminar forum investasi yang berlangsung di hotel Golden Novotel Banjarbaru Kalsel pada tanggal 8 Februari 2020 dihadiri oleh 350 orang yang terdiri dari pelaku usaha, investor, Dubes, Gubernur dan Bupati/Walikota. Kalsel sebagai gerbang ibukota akan dipercepat perekonomiannya dengan masuknya investasi tadi. Pers diharapkan mampu menjadi corong pemerintah untuk menarik investor.
Negeri ini memang bersistem ekonomi neoliberalisme. Kehadiran swasta atau investor menjadi suatu keharusan dalam pengelolaan negeri. Penguasa berlepas tangan dalam mengurusi rakyatnya. Sektor-sektor publik, yang menguasai hajat hidup orang banyak, diserahkan pada swasta.
Menurut neoliberalisme, tak ada salahnya jika swasta turut mengelola sektor publik. Prinsip mencari keuntungan yang ada pada swasta dianggap suatu kewajaran. Istilah ada uang ada barang telah menjadi kesepakatan umum. Akhirnya, rakyat yang menjadi korban karena tidak manusiawinya pelayanan publik.
Belum lagi jika pihak swasta ini berasal dari asing dan aseng, tentu berdampak pada kedaulatan negeri ini. Tentu kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah akan pro kapital karena sumber dana dari pihak swasta. Demikian halnya dengan pendanaan pemindahan ibukota, pemerintah hanya 19,2%, swasta 26,4% dan KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha) 54,4%. Terbayang bagaimana arah kebijakan dari ibukota baru.
Faktanya, pers saat ini terkooptasi oleh kekuasaan. Dominasi rezim oligarki membuat pers media mainstream hanya memberitakan apa yang dipesan rezim. Eliminir hingga plintir berita tak menjadi soal jika demi menyanjung pemerintah yang pro kapitalis.
Lalu, sampai kapan rakyat akan terus dibuat buta tuli pada kondisi sebenarnya. Dan terus menjadi korban kerakusan sistem kapitalisme ini? Sampai rakyat sepakat untuk mengakhiri sistem ini dan menggantinya dengan sistem Islam. Sistem yang menerapkan syariat Allah, yang Maha Pencipta sekaligus Pengatur manusia dan alam semesta. Standar aqidah menjadi pondasi dalam pelaksanaan sistem Islam.
Islam dengan sistem pemerintahannya mewajibkan penguasa sebagai pengurus urusan rakyatnya. Berdasarkan hadits Rasul saw.: setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Gambaran akhirat melekat di benak para pemimpin, hingga mereka akan melaksanakan tugas kepemimpinannya dengan amanah.
Sistem ekonomi Islam mampu menyejahterakan seluruh rakyat. Disangga oleh kebijakan penguasa, maka distribusi kekayaan akan merata. Konsep kepemilikan dalam ekonomi Islam akan memastikan SDA dikelola negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Tak perlu investor yang justru hanya akan menggadaikan independensi negeri.
Integrasi syariat Islam di seluruh sendi kehidupan, akan melahirkan peradaban yang gemilang. Sebagaimana yang pernah terjadi pada masa Kekhilafahan Abbasiyah. Saat itu, Islam menjadi mercusuar dunia. Baratpun berkiblat pada dunia Islam.
Peran pers sangat penting dalam mewartakan keunggulan sistem Islam. Dan keunggulan sistem Islam bukanlah hoaks namun fakta yang tak terbantahkan. Takkan ada insan pers yang berani menebar hoak atau berita bohong demi mencari sensasi atau menaikkan oplah. Sekali lagi, landasan aqidah membuat insan pers mengerti tentang apa yang harus diberitakan. Wallahu a’lam.