Banjarbaru, KP – Pemerintah secara resmi mencabut larangan ekspor batubara. Sejumlah perusahaan di Kalsel langsung tancap gas mengekspor batubara.
Kementerian ESDM sudah mencabut pelarangan penjualan batubara ke luar negeri terhadap 139 perusahaan yang telah memenuhi kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) hingga 100 persen atau lebih.
Pencabutan larangan itu berdasarkan surat ESDM nomor T-276/MB.05/DJB.B/2022 tentang Pencabutan Pelarangan Penjualan Batubara Ke Luar Negeri tertanggal 20 Januari 2022.
Kepala Dinas Perdagangan Kalsel, Birhasani, menyampaikan Pemerintah Provinsi Kalsel menyambut baik kebijakan diperbolehkannya kembali ekspor batu bara.
“Tentunya akan berpengaruh signifikan pada peningkatan ekspor Kalsel, serta berdampak pada pertumbuhan ekonomi Kalsel pada Januari dan seterusnya,” ucapnya.
Yang lebih menggembirakan, kata dia, seiring dibolehkannya ekspor tersebut didasari pertimbangan sudah terpenuhinya kebutuhan dalam negeri. “Khususnya PLN, sehingga akan berdampak pada terus bergeraknya industri dalam begeri dan penyerapan tenaga kerja. Daya beli masyarakat juga akan membaik,” katanya.
Terpisah, Kasi Keselamatan Berlayar KSOP Banjarmasin, Ari Samito, membenarkan jika terdapat 139 perusahaan yang sudah diperbolehkan mengekspor batu bara. “Sesuai dengan surat dari Kementerian ESDM,” katanya.
Dia mengaku belum tahu persis ada berapa perusahaan di Kalimantan Selatan yang masuk dalam daftar diperbolehkan melakukan ekspor. “Teman-teman ESDM yang tahu,” ujarnya.
Di Kalsel sendiri informasi terdapat dua perusahaan besar yang mendapatkan izin ekspor, yaitu PT Adaro Indonesia dan PT Arutmin Indonesia.
Banjarmasin Representative Office Manager PT Adaro Indonesia, Abdurrahman membenarkan, hal itu. “Kami sudah melakukan ekspor,” paparnya.
Tujuan ekspor mereka ujar dia, Cina, Jepang dan Hongkong. Terkait jumlah batu bara yang diekspor, dirinya mengaku tidak hapal. “Kalau jumlahnya saya nggak hapal. Tap yang pasti sesuai dengan rencana,” ujar Abdurrahman.
Sebelumnya, pemerintah melarang ekspor batu bara guna menjamin terpenuhinya pasokan komoditas tersebut untuk pembangkit listrik di dalam negeri.
Pemerintah melarang ekspor batu bara untuk pemegang izin usaha pertambangan (IUP) atau IUPK tahap kegiatan operasi produksi, IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian dan PKP2B periode 1 hingga 31 Januari 2022.
Langkah itu dilakukan guna menyelamatkan 10 juta pelanggan PT PLN (Persero) mulai dari masyarakat hingga industri dari ancaman pemadaman listrik akibat kekurangan bahan baku batu bara untuk energi primer pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Apabila larangan ekspor batu bara tidak dilakukan bisa menyebabkan 20 PLTU berdaya 10.850 megawatt padam, sehingga berpotensi mengganggu kestabilan nasional.
Saat ini, pemerintah menyatakan bahwa suplai batu bara ke pembangkit listrik tenaga uap kian membaik dari hari ke hari dengan volume mencapai 16,2 juta ton hingga pertengahan Januari 2022. (mns/K-2)